Download App

Chapter 3: Keingin Tahuan Saka

"Citra." Saka masih tidak bisa mengalihkan pandangan matanya.

"Kau tidak ingin menyapanya?" Tanya Taksa tanpa mengalihkan netranya dari rumah Citra yang kebetulan memang tepat berada di depan rumah Citra.

"…"

"Oh, ayolah." Taksa langsung menarik tubuh Saka tanpa persetujuan sang empunya.

Citra dibuat terkejut kala melihat dua pria yang sangat dikenali sudah berada di depan gerbang rumahnya. Sejak dirinya dinyatakan lumpuh akibat kecelakaan satu tahun lalu, Citra lebih sering melamun dan menikmati kesendiriannya di taman kecil depan rumahnya.

Netra Citra masih belum bisa mengalihkan tatapannya dari Saka dan Taksa. Saka yang melihat dirinya dengan tatapan entah, sedangkan Taksa berjalan masih dengan senyum lebar. "Hai, Cit? Apa kabar? Sedang apa kamu di sini?" Taksa mulai banyak bertanya mengakrabkan diri.

Sejujurnya, Citra memang tidak terlalu akrab dengan sahabat karib Saka itu. Namun sejak kecelakaan yang melibatkan dirinya, hubungan antara Citra dengan Taksa lebih baik dari sebelumnya. Namun begitu, tak membuat Citra terlalu mengakrabkan diri. Apa lagi dengan keterbatasannya saat ini, tentu bagi Citra merasa rendah diri. Baik dihadapan Taksa maupun Saka.

"Kak Taksa. Kak Saka? Ada perlu apa kalian datang kemari?" Tanya Citra gugup. Pasalnya dia tidak ingin Saka melihat kondisi dirinya seperti ini.

"Ah, aku baru saja membayar rumah depan itu," tunjuk Taksa. "Pas mau pulang, Saka melihatmu. Jadilah kami mampir, boleh 'kan?" Lanjut Taksa. Citra melirik Saka yang tidak henti memandangnya. Risih dia rasa kala mata hazel milik Saka tengah mengamati dirinya.

Sembari menunduk, Citra mempersilahkan masuk dua pria di depannya. "Bo…boleh kok. Silahkan masuk, Kak!" Tangan Citra hendak menggerakkan roda kursi dimana dia duduk sekarang. Tapi sigap, Taksa lebih dulu mengambil alih dan mendorongnya masuk ke dalam rumah sederhana milik Citra.

"Terima kasih. Silahkan duduk dulu. Nenek sedang di luar ikut pengajian Rt, jadi, Citra tinnggal sebentar ya!" Pamit Citra sopan.

Orang tua Citra sudah meninggal sejak Citra masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, tepatnya saat itu, Citra masih berumur 14 tahun. Citra yang sudah menjadi yatim piatu, diasuh oleh sang Nenek dari mendiang Ibu. Hidupnya pun tak kalah berat dari beberapa anak jalanan.

Sejak kecil, Citra sudah membantu sang Nenek mengais rejeki demi keberlangsungan hidup mereka. Beruntung, Citra memiliki anugerah otak cerdas, sehingga sedikit meringankan biaya sekolah yang pastinya tidak sedikit. Hingga masuk fakultas pun, Citra selalu meraih gelar siswi berprestasi. Gelar Cumlaude diperoleh dengan mudah oleh Citra.

Citra mendorong kursi rodanya dengan kedua tangan meninggalkan para pria yang tengah bergeming dengan penglihatan yang masih setia mengikuti ke mana dirinya pergi. Pemandangan tersebut tak luput dari pengamatan Saka. "Aku sungguh kasihan sama Citra. Demi seseorang yang menurutnya berharga, dia rela menjadi orang cacat seperti itu."

Seketika kening Saka mengernyit? Apa maksud ucapan Taksa? Saat hendak bertanya, mulut Saka hanya bisa terbuka tanpa mengeluarkan suara sedikit pun akibat kedatangan Citra dengan membawa nampan berisi dua gelas es teh di sampirkan diantara penyangga tangan, sedangkan kanan kiri Citra mendorong roda menuju ruang tamu.

Dari jauh, Taksa yang mengetahui bagaimana repotnya Citra membawa kudapan itu pun segera bangun dan membantu Citra. "Terima kasih, Kak," ucap Citra tulus.

"Sama-sama. Kenapa tidak memanggil kami kalau kamu kesulitan, kami bisa membantumu." Perkataan Taksa tentu saja membuat Citra mengembangkan senyum. Ada rasa haru, namun tak hilang rasa malu karena dirinya yang tidak bisa berbuat apa-apa dengan segala keterbatasannya kini.

"Aku sudah terbiasa kok, Kak. Jangan khawatir." Hening sejenak. "Ehm jadi bagaimana? Rumah di depan itu sekarang milik Kak Taksa, ya?" Taksa tertawa tengil.

"Iya dong. Aku sengaja beli di dekat rumahmu biar bisa mengawasimu dan langsung membantumu jika kamu butuh pertolongan. Kenapa? Apa kamu keberatan?" tanya Taksa selanjutnya setelah melihat perubahan wajah Citra yang menjadi sendu. Sungguh, sebenarnya Citra terharu akan perhatian dari Taksa. Akan tetapi kalimat Taksa menyiratkan bahwa dia merupakan gadis lemah, mungkin saja pria itu tidak sengaja mengatakan atau pingsan saat mengeluarkan kata-kata tersebut.

"Ma… maaf Cit, bukan maksud aku untuk…." Perkataan Taksa terpotong langsung oleh Citra.

"It's ok, Kak. Aku tidak apa-apa, sungguh!" Citra mencoba meyakinkan Taksa, agar pria itu tidak lagi merasa bersalah terhadapnya.

"Terima kasij, Cit. Kamu memang the best." Citra yang disanjung oleh Taksa pun tersenyum malu.

"Kenapa keadaanmu seperti ini? Sejak kapan?" Akhirnya setelah sedari tadi sekedar menyimak percakapan antara Citra dengan Taksa, Saka mengeluarkan suara juga.

"Ehm… sudah sejak satu tahun yang lalu."

"Bagaimana bisa? Apa yang membuatmu sampai mengalami perubahan ini?" cecar Saka walau pria itu tahu, mungkin saja Citra enggan memberitahu kebenarannya. Apa lagi sejak satu setengah tahun yang lalu dirinya menolak mentah-mentah pernyataan cinta dari Citra.

"Ehm kalian pasti haus, silahkan diminum dulu tehnya, Kak." Citra mencoba mengalihkan pembicaraan, tidak mungkin dia akan berkata jujur kalau semua yang menimpanya ada sangkut pautnya pria itu.

"Tidak bisakah kamu langsung saja menjawab pertanyaanku tanpa harus mengalihkan pembicaraan?" Sungut Saka kesal.

"Tidak. Lagi pula, semua yang terjadi padaku tidak harus aku beritakan padamu 'kan, Kak? Untuk apa? Kamu juga bukan siapa-siapaku." Skakmat. Saka kalah telak. Dirinya pun tidak bisa lagi mengucapkan sepatah kata untuk membalas Citra.

Memang benar, dia bukan siapa-siapanya Citra. Jadi, tidak seharusnya juga dia memaksa perempuan itu untuk menceritakan kejadian yang dialami oleh Citra. Namun sebagai lelaki, mendapat nada sarkas dari Citra seperti itu membuat harga dirinya yang tinggi di depan Citra merasa terhina.

Tanpa banyak bicara lagi, Saka langsung berdiri dan pergi begitu saja meninggalkan sahabat dan gadis yang sudah berkaca-kaca. Tentu saja, hingga detik ini, Citra tidak menampik bahwa cinta untuk Saka masih utuh dihatinya. Belum ada satu orang pun yang mampu menggeser rasa itu. Apalagi kelumpuhannya membuat Citra semakin rendah diri untuk sekedar jatuh cinta pada lawan jenis.

"Saka, tunggu!" teriak Taksa masih di dalam rumah, sebelum dia berpamitan. "Citra, maafkan Saka, ya! Kalau begitu, aku pamit dulu. Terima kasih untuk tehnya." Taksa menyusul sahabatnya masuk ke dalam mobil.

Seperginya dua orang tadi, Citra mengeluarkan suara tangisan yang sudah ditahan sedari tadi. "Kenapa masih saja sakit mendapat bentakan darinya. Ini sudah satu tahun, harusnya aku sudah bisa menghilangkan cinta ini, tapi kenapa aku tidak mampu melakukannya?"

"Apa yang kamu lakukan Saka? Kenapa kamu membentak gadis malang itu? Tidakkah kamu punya perasaan untuk tidak menyakitinya lagi? Sudah cukup menyakitkan baginya ketika penolakanlah yang kamu tegaskan padanya saat Citra menyatakan cinta padamu. Lalu sekarang? Kenapa kamu kepo dengan apa yang terjadi padanya, apa kamu mulai peduli sekarang?" Taksa merundung pertanyaan kepada Saka. Dia tidak habis pikir pada sahabat menyebalkan satu ini.

"Jadi kamu lebih membelanya dari pada aku?"

"Jelas, karena kamu salah. Lagi pula, bila Citra memang tidak ingin menceritakan padamu, itu sudah menjadi hak dia. Tidak perlu kamu membentaknya seperti itu. Benar kata dia, kamu memang bukan siapa-siapanya, jadi ku rasa kamu terlalu jauh menempatkan diri untuk mengetahui semuanya." Taksa tak kalah emosi dari Saka.

Saka menghela nafas dalam, mencoba menetralkan emosinya. Dia sendiri pun tidak tahu, ada apa dengan dirinya. Tapi satu hal yang pasti, Saka merasakan nyeri kala melihat Citra seperti itu. Ada sesuatu hal yang dia pun tidak tahu apa. "Aku merasa, ada hal besar yang membuatnya menjadi lumpuh dan itu berhubungan denganku." Saka menunduk berharap perasaannya salah.

"Memang benar. Semua memang ada kaitannya denganmu." Saka menoleh cepat ke arah Taksa dan dibalas tatap oleh Taksa juga. "Aku akan memberitahumu yang sebenarnya."


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login