Download App

Chapter 21: Perasaan Yang Tumbuh Entah Kapan

Marisa sedang berdiri di depan meja Daniel, menunggu berkas yang sedang ditanda tanganinya.

"Jam berapa audisi buat iklannya dimulai?" tanya Daniel tanpa memalingkan perhatiannya dari berkas itu.

"Jam sepuluh pak," jawab Marisa.

Daniel melirik jam di tangannya, dia pikir masih ada waktu satu setengah jam sebelum audisi dimulai. Sebelumnya Daniel tidak pernah ikut campur langsung dalam pemilihan bintang iklan produknya. Namun kali ini lain, karena dia sudah berjanji pada Rara untuk membantunya lolos audisi itu.

Setelah selesai menanda tangani berkasnya, Daniel lalu berdiri dan mengambil jas yang tergantung di belakangnya.

"Aku mau keluar sebentar menemui rekan bisnisku, kalau aku belum kembali juga tunda audisinya sampai aku kembali," perintah Daniel.

"Baik pak," jawab Marisa singkat.

Ketika Daniel akan mengenakan jas nya tiba tiba salah satu kancingnya lepas dan terjatuh di lantai.

"Oh, gimana ini? Aku ada pertemuan penting. Aku gak bisa tampil berantakan. Daniel mengambil kancing yang terjatuh di antara kedua kakinya.

"Ehm, tunggu sebentar." Marisa langsung berlari keluar dari ruangan Daniel. Dan tidak lama kemudian dia kembali dengan membawa sebuah kotak.

"Kenapa ada peralatan jahit di sini?" tanya Daniel setelah melihat isi kotak yang di bawa oleh Marisa.

"Saya memang sengaja menyimpanya di laci meja saya untuk berjaga jaga kalau ada situasi seperti ini," jawab Marisa dengan sopan. Dia tampak serius memasukan benang ke dalam lubang jarum. Setelah selesai dia sedikit membungkuk untuk memperbaiki kancing jas Daniel yang lepas.

"Tunggu sebentar, ini tidak akan lama," kata Marisa. Setelah itu dia fokus pada pekerjaannya.

"Aku gak nyangka ternyata kamu penuh persiapan juga ya."

Tak lama kemudian Marisa sudah selesai dengan pekerjaannya. Dia menegakkan badannya dan menghadap Daniel yang berdiri tepat di depannya.

"Sudah selesai pak. Marisa lalu mengembalikan jarumnya ke dalam kotak yang berada di meja sebelahnya, "Oh, tunggu sebentar dasi Anda sedikit miring."

Daniel lalu mencoba memperbaiki dasinya sendiri tetapi malah membuatnya semakin miring.

"Gimana?" Daniel meminta penilaian Marisa.

Namun Marisa menggelengkan kepalanya, dan Daniel masih mencoba untuk memperbaiki dasinya lagi.

Karena tidak tahan dengan Daniel yang tidak juga memperbaiki dasinya membuat Marisa akhirnya turun tangan. Dia mendekatkan tubuhnya pada Daniel dan meraih kerah lehernya. Marisa tidak berpikir macam macam karena dia sering melihat Selly melakukannya.

Tetapi lain bagi Daniel, jarak mereka hanya beberapa senti saja membuat Daniel menelan salivanya.

"Kenapa rasanya lain waktu Marisa yang melakukannya? Biasanya dengan Selly aku gak merasakan getaran ini," batin Daniel.

"Apa yang kalian lakukan?" Suara itu tiba tiba muncul dari balik pintu membuat Marisa dan Daniel terkejut. Sampai sampai Marisa tidak sengaja menarik kencang dasi Daniel hingga hampir mencekiknya.

"A—A—Arggh! Kamu mau membunuhku?!" bentak Daniel sambil kesakitan.

"Oh! Maaf pak, saya tidak sengaja." Marisa melepaskan dasi Daniel dan meminta maaf padanya.

Ardo masuk ke dalam ruangan dan memandang Daniel dan Marisa bergantian.

"Aku cuma memperbaiki dasi pak Daniel yang miring," jawab Marisa ketika Ardo memandangnya dengan curiga.

"Apa kamu anak kecil? Kenapa kamu gak bisa memakai sendiri dasimu dengan benar?" Ardo balik bertanya pada Daniel.

Daniel memutar bola matanya, dan melirik jam di tangannya. Dia benar benar tidak punya waktu untuk meladeni kecemburuan Ardo.

"Maaf tapi aku ada janji penting. Jadi aku harus pergi sekarang juga." Daniel lalu keluar dari ruangannya dan meninggalkan Ardo dan Marisa di sana.

"Hei! Emangnya kamu mau ke mana?" tanya Ardo. Namun Daniel sudah terlanjur meninggalkan ruangannya.

Ardo hanya diam sambil menatap Marisa. Dari ekspresi wajahnya dia sedang mencoba untuk merajuk. Membuat Marisa tersenyum melihat ekspresi wajah kekasihnya tersebut.

"Kamu terlalu tua buat memasang wajah seperti itu," kata Marisa sambil mengambil kotaknya yang berada di meja.

"Kamu gak tahu aku sedang cemburu sekarang?" Ardo meraih pergelangan tangan Marisa.

"Aku tahu," jawab Marisa singkat.

"Kalau begitu cium aku sebagai permintaan maafmu." Ardo menunjuk pipi kanannya.

"Apa apaan sih kamu, kita kan lagi di kantor." Marisa jelas menolaknya.

"Sedikit aja." Ardo tidak mau kalah.

"Gak mau. Sana kembali kerja." Marisa lalu berjalan keluar dan diikuti oleh Ardo yang kecewa di belakangnya.

"Gimana kalau nanti siang kita makan di luar?" tanya Ardo. Dia masih mengikuti kemanapun Marisa bergerak.

"Gak usah, aku suka makanan di kantin," jawab Marisa.

"Kalau makan malam?" tanya Ardo lagi.

"Kapan kapan aja. Aku pengen cepet istirahat hari ini," jawab Marisa lagi tanpa memperhatikan Ardo.

"Oke. Kayaknya kamu lagi gak mau diganggu. Kalau gitu aku kembali aja. Nanti siang kita makan bersama di kantin." Ardo masih memperhatikan Marisa yang sibuk dengan pekerjaannya.

"Iya," jawab Marisa singkat. Dia lalu menatap Ardo yang sudah berjalan menjauh.

Belum lama sejak Marisa memutuskan untuk tetap melanjutkan hubungannya dengan Ardo, tapi sekarang perasaannya sepertinya tidak semenggebu dulu. Marisa membuang napasnya, bagaimana mungkin perasaannya pada Ardo berkurang secepat ini padahal dia selalu baik dengannya.

Kiara berpikir mungkin ini hanya perasaannya saja. Dia yakin dia masih sangat menyukai Ardo seperti dulu. Dia hanya merasa lelah karena pekerjaanya yang mulai banyak.

Tiba tiba ponsel Marisa bergetar dan dia langsung membaca pesan yang masuk. Pesan itu dari Daren dan dia berkata jika dia sudah memiliki uang yang akan dia kembalikan padanya.

"Secepat ini?" gumam Marisa tak percaya.

Daren memintanya bertemu di kafe dekat kantornya nanti saat istirahat makan siang. Dan tentu saja Marisa menerima ajakannya karena dia akan mendapatkan uangnya kembali.

***

Yang terjadi kemarin antara Rachel dan Daren.

"Aku mau kamu buat Marisa kembali lagi sama kamu. Gak peduli kamu masih menyukainya atau enggak. Aku cuma mau dia putus sama pacarnya yang sekarang," kata Rachel.

"Aku akan memberimu lebih jika kamu berhasil melakukan apa yang aku minta. Setelah itu kamu bisa mencampakkannya lagi," lanjut wanita itu.

Daren tampak berpikir. Dia merasa sepertinya tawaran Rachel tidak buruk juga.

"Oke, aku akan melakukannya," jawab Daren. Setelah itu Rachel tersenyum dan keluar dari toilet itu.

***

Di sisi lain Daniel yang duduk di kursi belakang mobil terus tersenyum sambil memegangi lehernya yang masih sakit. Dia tidak menyadari jika dari tadi supirnya sudah memperhatikannya dari kaca spion yang berada di tengah.

"Apa ada hal menyenangkan terjadi pak?" tanya supirnya itu tiba tiba.

"Heh? Ehem gak ada." Daniel berdehem untuk menutupi kegugupannya, "Fokus aja ke jalanan yang ada di depan," perintah Daniel ketika supirnya ikut tersenyum sendiri sambil melirik ke arahnya.

Daniel tidak ingat benar sejak kapan perasaannya mulai muncul untuk Marisa. Padahal awalnya dia hanya merasa bersalah atas apa yang ia lakukan padanya. Bahkan Daniel tidak pernah berpikir untuk menikahinya jika dia meminta pertanggung jawaban.

Tapi beberapa hari yang lalu dia malah terang terangan meminta Marisa untuk menikah dengannya. Dia bahkan kecewa saat wanita itu dengan cepat menolaknya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C21
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login