Download App

Chapter 3: tiga. extracurricular

Hari itu adalah hari kedua Salma menginjakan kaki di sekolah barunya, dan hari dimana dia harus memiliki ekstra kurikuler. Karena dia baru sempat masuk sekolah pada semester kedua, alhasil Salma bisa mengetahui teman sekelasnya berada di ekstrakurikuler apa, mungkin dia bisa mengikutinya jika tertarik.

"Ini brosur isinya susunan ekstrakurikuler disini, kamu bisa milih jika kamu berkenan. Siswa kelas satu diwajibkan mengikuti ekstrakurikuler minimal satu yaitu ekstrakurikuler wajib, Pramuka,"

Salma mendengarkan setiap kali Ran mengeluarkan kata-kata nya, terlihat bahwa pria itu tidak suka saat disuruh untuk menjelaskan perihal ini kepada Salma.

"Jadi, kam-"

Salma memotong ucapannya, "Aku paham, biar aku pahami masing-masing ekstrakurikuler sendiri. Sepertinya aku bisa," gumam Salma, dia tidak suka juga saat melihat Ran menjelaskan secara tidak ikhlas.

Ran memberikan brosur yang sempat dia dapatkan dari ruang guru.

"Nanti kalau sudah dapat ekstrakurikuler yang diminati, kamu bisa kabari saya," ucap Ran, yang dibalas anggukan oleh Salma.

Salma beranjak dari kursi milik Ran menuju kursi miliknya yang terletak saling sudut. Sambil memperhatikan brosur itu, dan memikirkan apa yang dia minati dan apa yang dia miliki. Keterampilan? Salma pandai melukis dan merajut, tapi tidak terlalu pandai dan dia tidak ada pikiran untuk menekuni kedua hal itu.

"SALMA AWAS!"

Salma terkejut saat teriakan itu masuk ke gendang telinganya bersamaan dengan lututnya yang menabrak sudut meja.

"Aw," rintihnya,

"Duh, lo gimana?"

Salma mendongak menatap gadis yang sedikit lebih tinggi darinya.

Itu Juni, gadis yang mengajaknya kenalan kemarin dan gadis yang menjadi alasan seorang gadis lain menyoret buku catatan miliknya.

"Sakit?" tanyanya dengan nada risau,

Salma menggeleng, "Ini hanya sedikit menabrak, bukan masalah besar," jawab Salma.

"Gak berdarah kan? Kalau berdarah gue anter ke UKS, kebetulan gue PMR," ucapnya,

Salma menggelengkan kepalanya dan berjalan duduk di kursi miliknya.

Tadi dia sedang melamun memikirkan kemampuan apa yang dia miliki untuk bergabung di ekstrakurikuler. Jika ikut Pramuka, Salma sangat tidak ahli dalam kegiatan bertahan hidup. Itu pasti akan ada disana, dan Salma sangat tidak bisa jika berhubungan dengan fisik yang kuat.

"Wow, Lo mau ikut eskul apa?"

Salma menatap Juni, gadis ini terlalu ingin tau segalanya.

"Belum tau," jawab Salma,

"Mau gue rekomendasiin? Kemampuan Lo apa?" tanya Juni dengan nada berminat,

Salma mengernyit, "Aku, sedikit bisa bernyanyi, dan bermain alat musik, melukis, dan merajut," gumam Salma mendeskripsikan kemampuan yang mungkin bisa terpakai,

"Lo pasti masuk seni, disana mencakup segalanya. Bahkan tata kelas make up pun ada, busana, dan modelin setauku ada. Anak seni disini beneran baik-baik dan cantik cantik, ada beberapa laki-laki yang masuk ke kelas seni. Kamu pasti cocok masuk kesana," Salma memperhatikan Juni yang menjelaskan tentang eskul seni, tidak seperti Ran yang menjelaskan dengan nada tidak berminat, Juni menjelaskan itu dengan penuh minat, terlihat dari caranya berbicara.

"Nanti aku pikirin lagi," jawab Salma,

"Kaya yang gue bilang, gue ikut PMR. Lo mau tau alasan gue ikut eskul itu?" tanya Juni,

Salma sebenarnya tidak terlalu ingin tau, tetapi Juni menawarkan pertanyaan itu padanya. Tidak enak jika berkata tidak.

"Apa?" sahut Salma,

"Karena Ran disana," gumam Juni dengan nada yang lirih,

Salma mengernyit, "Ran?" Tanya Salma,

Juni mengangguk dengan senyumannya, "Dulu, gue sama Ran itu rumahnya saling deketan. Bahkan gue sering nginep di rumah dia, tapi mendadak dia pindah jauh dari komplek gue. Dan gue selalu ikutin dia kemanapun itu, tapi gak pernah dapet balasan apapun dari dia," terdengar nada kesal dan sedih di ucapan Juni, yang Salma tidak pahami.

Berarti? Juni disini untuk bertemu Ran yang tidak mau bertemu dengannya?

"Aku, boleh ikut PMR juga?" Salma berucap asal, tetapi respon Juni sangat tidak terduga.

Gadis itu mengangguk dengan cepat dengan senyum sumringah miliknya.

Salma melupakan kenyataan bahwa dia tidak akan bisa berada di kelas PMR, karena dia tidak bisa berdekatan dengan benda tajam dan dia phobia terhadap darah.

"Biar gue yang daftarin ya," tawar Juni pada Salma, yang dijawab anggukan oleh Salma.

Tidak ada salahnya mencoba, Salma juga penasaran dengan hubungan Juni dan Ran seperti apa. Serta pria itu yang terkesan tidak memiliki minat melakukan apapun.

"Aku cuman penasaran," Salma menatap Juni yang melenggang keluar dari kelasnya dan menatap Ran secara bergantian.

***

Salma menghabiskan waktu istirahat nya di dalam kelas, dia tidak terlalu suka keramaian. Tetapi, semenjak Juni datang padanya, gadis itu selalu membuat seisi dunia milik Salma adalah hal yang ramai.

"Sal, Lo ada mikir sesuatu gak?" tanya Juni tiba-tiba saat suasana sedang hening.

Salma mengangkat sebelah alisnya, "Tidak," sahut Salma, dia tidak sedang berpikir apa-apa selain ice creamnya.

"Ih, Lo mah. Tanya kek, apa gitu!"

Salma menghela napasnya, Juni adalah orang yang ribet.

"Apa?" tanga Salma mengikuti apa yang Juni inginkan.

"Kok Ran ganteng banget ya? Apa Lo gak sadar? Lo lucky banget sumpah, Sal! Kayak, Lo tuh bisa satu kelas sama Ran bahkan pas pertama kali masuk," ucapnya.

Salma mengernyitkan dahinya, "Ada dua puluh orang disini yang beruntung," gumam Salma.

Karena satu kelas ini isinya dua puluh dua siswa, dan yang duduk sendiri sendiri hanyalah Salma dan Ran. Karena Ran tidak suka duduk berdua, itupun dituruti oleh guru, tanpa Salma tau alasannya apa.

"Ih, bukan gitu!"

"So? Menurutku sama saja, Ran bukan orang spesial bagi kami. Mungkin bagi kamu, lagian kenapa gak masuk kelas IPS?" ujar Salma mengajukan pertanyaan.

"Orang tuaku, alasannya," ucap Juni dengan senyumnya yang luntur.

"Padahal anak punya impiannya masing-masing," Salma berucap tipis bahkan tidak terdengar.

Menurut dia, tidak ada yang boleh mengatur jalan hidup seorang anak meski itu adalah orang tuanya. Maksud pemikirannya adalah, anak bisa mengeksplorasi dirinya dan potensinya tanpa kekangan dari keluarga. Kecuali, jika itu memang tidak baik untuk anak tersebut. Jika alasannya adalah keinginan orang tua? Bagaimana dengan keinginan anak yang terbengkalai? Mereka hidup untuk diri mereka sendiri, right?

"By the way, hari ini Lo ada acara?" .

Salma mengedipkan matanya, "Tidak ada," jawab dia,

"Temenin gue mau?"

Salma diam sejenak, "Kemana?"

"Gramed, mau beli buku sains, tata Surya," ucap Juni,

Salma tidak ada schedule apa apa hari ini, tetapi dia tidak biasa keluar dengan orang lain. Biasanya dia melakukan itu sendiri.

"Aku boleh ikut?" tanyanya,

Salma takut nantinya Juni merasa tidak nyaman dengan keberadaan dirinya, sekalipun Juni yang mengajak dia untuk menemani gadis itu membeli buku.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login