Download App

Chapter 3: SEBUAH HARAPAN

Penjelasan Bunda Ara kepada neneknya membuat Ara semakin semangat tuk bisa mengembalikan Ayahnya ke rumah itu lagi dgn harapan sang Bunda mau rujuk kembali. Memang sulit bahkan berkesan tak mungkin karna Ara tidak tahu keberadaan Ayahnya itu, namun yg membuat Ara optimis adalah ketika Bundanya sendiri berkata belum siap yg artinya kapan-kapan pun pasti Bundanya itu bersedia, terlebih lagi beliau berjanji akan membawa mantan suaminya itu bertemu dgn Ara.

Ketika hari itu berlalu, berganti dengan minggu datanglah Ayah Ara menemui putri semata wayangnya itu, Sedangkan Ara msih dlm keadaan terbaring lemah dan tak berdaya. Melihat ayahnya datang kontan saja membuat Ara terkejut sekaligus haru bercampur senang, maklum saja Ara jarang bertemu dgn Ayahnya terakhir dirinya bertemu ketika usia 4_5 tahun yg mungkin Ara sudah tidak ingat lagi.

"Ayaahhhh...." pekiknya. Sambil memeluk Ayahnya,

"Ayah kemana saja... ? Ara kangen ya.. jgn tinggalkan Ara lagi." Isaknya lagi.

"Iya sayang... Ayah tidak akan kemana mana lagi, Ayah akan selalu menemani Ara.. sekarang Ara yg kuat ya sayang, biar cepat sembuh. Nanti kita jalan2, o iya.. katanya Ara sudh naik kelas tiga ya sayang. Dapat ranking berapa ??" Hibur Ayah Ara sambil mengelus kening putrinya itu.

"Iya... Ara dapat ranking satu yah, tapiiii...." Ara tak meneruskan perkataannya.

"Tapi kenapa sayaangg... ??" Tanya nya lagi.

"Ara malu.. karna waktu Ara naik di atas panggung menerima hadiah Ara tak melihat Ayah, Bunda juga tidak. Padahal Ara liat teman teman Ara, Ayah sama Bundanya datang. Bu guru juga bertanya, tapi Ara tidak bisa menjawab. Waktu kenaikan kelas dua juga begitu. Kata teman-teman.. Ayah sama Bunda sudah tidak sayang sama Ara lagi makanya tidak mau menemani Ara ke sekolah. Ayaahh... apa itu benar ??" Ungkap Ara dgn wajah yg polos dan memelas, sementara Ayahnya terdiam. Ia tak bisa membayangkan betapa sedihnya putri kecilnya itu ketika naik di atas panggung namun tak ada yg menyemangati apalagi bersorak bangga ketika Ara di panggil sang Guru sebagai juara kelas. Sungguh ia tak bisa membayangkan ketika putrinya itu turun dri atas panggung sambil membawa hadiah namun tak ada seorangpun yg menyambut keberhasilannya. Dan ia pun tak bisa membayangkan bagaimana masa kecil putrinya itu yg jauh dari kasih sayang serta perhatian kedua orang tuanya hingga teman temannya mengatakan bahwa dia sudah tidak di sayangi Ayah dan Bundanya lagi.

Wajar sungguh wajar jika Ara harus sakit separah ini, bukan fisiknya namun ia sakit mental dan psikologis nya. Sungguh sangat memprihatinkan masa kecil Ara, korban dari sebuah perceraian.

Ayah Ara melirik kepada Bunda Ara yg sedang berdiri di pinggir pintu kamar. Bunda Ara pun hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menyeka airmata yg sudah sedari tadi membasahi pipi.

"Sayaaangg.... bukan begitu, Ayah sama bunda sayang sama Ara.. hanya saja Ayah sama Bunda tidak bisa selalu menemani Ara karna masing2 punya kesibukan, Bunda bekerja ... Ayah juga bekerja. Dan uangnya nanti buat kebutuhan Ara.. sekarang Ayah mau tanya, Ara cita2nya mau jadi apa sayang.. ??" Ujar Ayah Ara lagi,

Ia berusaha menjelaskan dgn begitu sangat hati2 dan berusaha menjaga perasaan Ara. Apalagi dgn kenyataan bahwa dirinya sudah bercerai, mungkin Ayah dan Bunda Ara tak menyadari bahwa ternyata Ara sudah cukup mengerti dgn keadaan status mereka, hanya saja Ara tidak pernah menunjukkan kepahamannya hingga keduanya beranggapan bahwa Ara masih terlalu kecil tuk mengetahui keadaan yg sebenarnya.

"Ara mau jadi Guru, yah..." jawab Ara.

"Nah.... jadi Guru kan butuh biaya banyak, harus sekolah SMP dulu, lalu SMA kemudian kuliah. Klo Ayah dan Bunda tidak bekerja nanti buat sekolah Ara gimana ?? Jdi.. Ara yg sabar aja ya sayang ya.. !!?" Ucap Ayahnya lagi menjelaskan.

Ara hanya mengangguk,

"Sekarang Ara bobo, sudah larut. Ayah temenin ya sayang.." lanjutnya sambil mengecup kening Ara dan menyelimuti nya.

"Tapi Ayah jangan pergi lagi kalo nanti Ara sudah bobo..." pinta Ara sambil memegang erat tangan Ayahnya. Laki2 itu bingung ia pun kembali melirik mantan istrinya, wanita itu hanya mengangguk.

"Iya sayangg..." ucapnya.

"Janji... ??" Tanya Ara lagi meyakinkan ucapan Ayahnya, sambil menunjukkan jari kelingkingnya yg mungil. Tuk yg ketiga kalinya laki-laki itu kembali melirik Bunda Ara, dan lagi-lagi wanita itu hanya menganggukkan kepalanya.

"Iya sayang... Ayah janji, sekarang Ara pejamkan matanya ya Sayang.. " ucapnya sambil mengusap kening Ara.

Ara memejamkan matanya dengan tetap memegang erat tangan laki-laki tersebut. Satu jam berlalu, Ayah Ara mencoba melepas genggaman putrinya itu. Namun justru Ara semakin erat menggenggam nya, laki-laki itu pun mengurungkan niatnya. Dua jam kemudian... tingkah Ara pun masih tetap seperti itu, setelah tiga jam barulah Ara pulas dan mau melepaskan genggaman tangannya.

Kenangan di malam itu menggoreskan sebuah rasa haru dan iba, baik di hati Bunda Ara maupun Ayah Ara terlebih lagi neneknya yg meski begitu keras kepada Ara namun beliau sangat menyayanginya. Linangan Airmata tercurah di malam itu, tak ada yg bisa memendamnya. Mereka Tak kuasa menyaksikan Seorang anak kecil yg mengemis dan memohon kepada orang tuanya sendiri hanya tuk bisa menemaninya, padahal itu adalah haknya. Ia berjuang seorang diri di sekolah tatkala temannya mengejek, belajar bertahan dari sebuah cacian dan makian orang-orang yg menganggapnya sebagai anak buangan. Bahkan di usianya yg baru beranjak 8 tahun dia sudah terlalu banyak mengeluarkan airmata.. rintihannya lirih dan menyanyat hati. Ketika dirinya butuh sebuah sentuhan dan kekuatan bahkan kerinduan yg mendalam yg bisa ia lakukan hanyalah menangis dan membatin.

"Ayah.. Bunda... peluk Ara sebentar, Ara takut."

"Nenek... kapan Bunda pulang, Ara mau bobo sama Bunda saja".

"Bunda.. di mana Ayah, Ara ingin Ayah.." hiks hiks....

Sungguh permintaannya itu lumrah dan sederhana namun sangat menyayat hati, karna untuk anak kecil seperti Ara hal demikian sangat sulit ia dapatkan. Namun keluguan dan kepolosannya itu pula yang akhirnya mampu membuat ibundanya bersedia menerima rujukan sang Ayah.. wajahnya yg memelas sanggup memecah kerasnya Ego sang bunda. Ara berhasil menyatukan kedua orang tuanya kembali. Rasa bahagia menyelimutinya, namun yakinkah dia sebahagia itu... ??


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login