Download App

Chapter 3: Part 2

Kanza baru saja selesai mandi dan sudah mengenakan piamanya, masih dengan berusaha mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk, salah satu tangannya meraih selembar foto yang tergeletak di atas meja kerjanya. Ia memperhatikan sejenak, lalu pindah ke ranjang dan menjatuhkan dirinya di sana.

Detik berikutnya berguling ke samping. Wajahnya yang polos tanpa make up terpantul cahaya lampu yang terletak di atas nakas. Ia tampak sedang menimang sesuatu.

Perkataan Fira-sahabatnya tadi pagi masih terngiang-ngiang di kepalanya.

"Lo harus bener-bener bikin cowok ini jatuh cinta, dan tinggalin dia pas lagi sayang-sayangnya!" Ucap Fira seraya menyerahkan selembar foto yang baru saja ia ambil dari laci meja kerjanya.

Tangan Kanza terulur menerima benda tersebut. "Namanya Rega Alfian. Dan dia mantan gue." Sambung Fira.

Kanza kembali merubah posisinya menghadap langit-langit kamarnya. Ia mengangkat satu tangannya yang masih menggenggam selembar foto ke udara.

"Rega Alfian?" Gumamnya lirih.

Ceklek...

Lamunan Kanza seketika buyar ketika pintu kamarnya terdengar di buka oleh seseorang. Segera ia menoleh ke asal suara.

Seorang gadis dengan rambut sebahu memunculkan kepalanya di balik pintu sembari tersenyum tanpa dosa.

Kanza menghela napas berat dan memutar bola mata malas, ia segera bangkit terduduk. "Ternyata lo, ngagetin aja, sih!" Rutuknya pura-pura marah. "Untung aja jantung gue normal. Kalo enggak, kan? Udah lompat!" Lanjutnya masih dengan memasang wajah sedikit masam.

Gadis yang baru datang itu bernama Putri, teman kos't Kanza. Putri berjalan perlahan menghampiri ranjang Kanza masih dengan senyum tanpa dosanya.

"Ya maap, tapi untungnya jantung lo enggak jadi lompat, kan? Kan, enggak punya kaki."

Kanza langsung menatap horor ke arah Putri.

Putri dengan wajah polosnya menjelaskan. "Kalo enggak ada kaki kan enggak bisa lompat." Setelahnya ia tersenyum hambar. "Hehe ... garing, ya?"

Kanza hanya menggeleng jengah. "Btw ngapain kesini? Bukannya ketuk pintu dulu." Tanyanya kemudian. Putri terdiam sembari tersenyum penuh arti.

Dengan malu-malu gadis itu berkata. "Btw temen lo yang namanya Gio, yang fotografer itu, udah punya pacar belum?"

Kanza seketika menautkan kedua alisnya bertanya, "ngapain tanya-tanya gitu? Lo naksir, ya?"

Gadis di sampingnya cengengesan memamerkan deretan giginya yang rapi. "Hehe, boleh kan naksir, kan gue jomblo." Jawabnya jujur.

Kanza mencebikkan bibir bawahnya. "Hemmh... Bilang aja lo modus mau deketin Gio." Ejeknya pada gadis itu dan hanya di balasi cengengesan yang belum juga mereda.

"Lo mau di bantuin enggak? Kan impas, gue bantuin lo, lo bantuin gue. Bener enggak?" Bujuk Putri sekali lagi. Gadis itu juga sudah tampak mengacungkan jari kelingkingnya ke udara.

Mata Kanza memicing, berpikir sebentar. Lalu berkata, "Oke deh, deal!" Kanza turut mengacungkan jari kelingkingnya ke udara dan menautkannya ke jari kelingking Putri.

"Nah gitu dong!" Putri tampak semangat. Sedangkan wajah Kanza masih terlihat sedikit tak yakin. Namun ia tetap memaksa untuk tersenyum agar putri mengira ia benar-benar setuju.

***

"Tara...! Bagus, kan? Lo jadi makin kelihatan cantik tau!" Seru putri antusias.

"Lo yakin? Ini enggak kemenoran?" Kanza bersiap menghapus lipstik di bibirnya namun segera di tahan oleh Putri.

"Ed... Ed... Jangan di hapus. Ini tuh udah bener tau, cowok Playboy itu suka cewek yang kelihatan menantang gitu. Jadi lo harus kelihatan cantik dan--" Putri menjeda kalimatnya seolah kesulitan menemukan kalimat yang tepat.

"Cantik dan berkelas maksudnya?"

"Nah itu dia... Lo harus kelihatan cantik dan berkelas." Lagi-lagi Putri tersenyum penuh semangat.

Dahi Kanza mengeriyit saat menatap ke arah cermin. Tatapannya terlihat tak yakin. "Tapi kalo kayak gini, bukannya gue kelihatan murahan, ya?"

"Siapa bilang?" Protes Putri penuh percaya diri, "Lo cantik kok dengan penampilan kayak gini."

"Tapi gue nya enggak nyaman, gue mau jadi diri gue sendiri aja," kali ini Kanza benar-benar menghapus seluruh make up di wajahnya dan tak peduli dengan omelin Putri yang tampak kecewa padanya.

"Yach... kok di hapus, sih? Enggak menghargai banget usaha gue," protes Putri dengan wajah cemberut.

"Mending kalo mau dandanin orang tuh, minimal sekolah make up dlu deh, biar muka orang enggak mirip ondel-ondel."

"Ih... kok jahat gitu sih ngomongnya, lo kan tahu gue pernah kursus Mak up waktu itu?"

"Emang, iya?" Kanza sedikit merasa bersalah.

"Kan, lupa."

"Maaf deh, akhir-akhir ini gue lagi banyak pikiran kali." Kanza benar-benar tidak ingat jika Putri pernah cerita jika dirinya pernah kursus Make up.

"Lo sih terlalu keras sama diri lo sendiri, harusnya Lo cari cowok biar ga tegang banget hidupnya kayak kanebo kering." Putri terkekeh geli merasa lucu dengan kalimatnya sendiri.

Kali ini Kanza terdiam tak ingin membalas atau membantah. Karena ia tahu Putri pasti hanya bermaksud bercanda, jadi ia tidak terlalu memasukkannya ke dalam hati. Lagipula, ia juga belum kepikiran untuk membuka hatinya lagi, entah sampai kapan.

Kanza dan Putri sudah tampak berdiri di teras kost, penampilan Kanza juga sudah berubah casual seperti semula.

Tak lama terlihat sebuah mobil datang mendekat dan berhenti tepat di pelataran kost. Seorang cowok tampan keluar dari dalamnya. Putri menatap cowok itu dengan tatapan terpesona. Di matanya, cowok itu terlihat sedang berjalan dengan gaya slowmotion sembari mengibas-ngibaskan poni depannya yang menutupi dahi.

Detik berikutnya cowok yang bernama Gio itu sudah berdiri di hadapan Kanza dan Putri.

"Pagi..." Sapa Gio dengan senyum lebar ke arah Kanza.

"Pagi juga." Tapi malah Putri yang menyahut dengan tatapan masih terpesona. Gio sempat melirik ke arah Putri sebentar dengan tatapan bingung.

Putri menyenggol lengan Kanza pelan, seolah sedang ingin memberikan kode.

Kanza paham dan...

"Oh... Iya, kenalin nih, ini temen gue, namanya Putri."

"Hai... Gue Putri, lo pasti pangeran, ya?" Ucap Putri dengan penuh percaya diri sembari mengulurkan tangannya ke arah Gio.

"Gue bukan pangeran, tapi Gio." Balas Gio datar, kedua alisnya terangkat ke atas, merasa kikuk dengan tingkah aneh gadis di hadapannya itu.

Putri menyambutnya dengan pura-pura tertawa konyol. "Ya... Enggak apa-apa, kali aja kan kamu bisa jadi pangeran, pangeran di hati aku."

Gio tertegun sebentar, detik selanjutnya tersedak air liurnya sendiri merasa salah tingkah, "uhuk... uhuk...."

"Yo... Lo enggak apa-apa, kan?" Kanza terlihat panik, begitu juga dengan Putri.

"Padahal aku nggak ngapa-ngapain, loh." ucap Putri tanpa dosa. Kanza hanya menatapnya sekilas dan menggeleng jengah.

"Emang, aku salah ngomong, Yach?" ucap Putri lagi dengan wajah polosnya.

Gio berusaha tak menghiraukan. Ia balik menatap ke arah Kanza, dan mengacungkan tentengan plastik yang sejak tadi ada di tangannya. "Oh iya, ini buat lo, sekalian gue mau ngantor dan beli sarapan ini buat lo." ujarnya dengan senyum antusias.

Kanza menatap ke arah Putri sebentar. Lalu menatap Gio lagi. Setelahnya menerima pemberian Gio. "Iya... Makasih." Memaksa tersenyum.

"Oya... Btw udah pada rapih, mau kemana? Mau sekalian bareng? Biar gue anter." Tawar Gio setelah sesaat keadaan hening.

"Mau ke kantor temen, tapi biar, deh. Gue sama Putri bisa berangkat sendiri, kok." Tolak Kanza dengan mimik sungkan.

Putri segera menyenggol lengan Kanza lagi pelan. "Eh... Enggak baik nolak kebaikan orang." Putri berkata sembari tersenyum lebar ke arah Gio.

Perlahan bibirnya mendekat ke telinga Kanza dan bicara dengan suara lirih. "Ini kan kesempatan gue bisa PDKT sama Gio. Udah terima aja ya tawarannya. Plies!"

"Iya... Katanya Kanza mau kok, kita berangkat sekarang, yuk!" Putri mengambil alih karena dia merasa tidak sabar jika harus menunggu Kanza untuk peka.

"Eh...kapan gue bilang begi--" Protes Kanza yang langsung di bekap oleh tangan Putri. Mata gadis itu mengerling ke arah Kanza.

"Yaudah berangkat, yuk!" Good menanggapi dengan semangat. Ia segera berlari ke arah mobilnya dan bersiap membuka pintu untuk Kanza, tapi ternyata malah Putri yang lebih masuk lebih dulu. Good ingin protes, tapi Kanza sudah keburu membuka pintu mobil bagian belakang dan duduk di sana.

Di sepanjang perjalanan, tampak Putri yang sangat aktif mengajak ngobrol Gio. Awalnya Gio terlihat canggung, namun lama kelamaan Gio mulai bisa santai ngobrol dengan gadis itu. Sedangkan Kanza memilih tak peduli. Ia lebih suka memalingkan wajahnya keluar kaca mobil, memandangi kendaraan dari arah berlawanan, juga pohon-pohon yang berjajar di sepanjang trotoar.

"Mangga-mangga apa yang menyeramkan?" Tanya Putri lagi pada Gio masih di sela-sela tawanya. "Kanza Lo juga boleh ikutan jawab. Dari tadi diem aja." Lanjut Putri sembari menoleh ke belakang sebentar.

"Manggaet pacar teman." Sahut Kanza dengan muka malas.

Wajah Putri seketika terlihat syok, "Wow... Bagus juga idenya." ucapnya dengan tertawa. "Ternyata Kanza lucu juga ya." Lanjutnya masih dengan tawa yang belum juga mereda.

"Dia itu emang lucu dari kecil." Gio menambahkan.

"Oh, ya?" Pura-pura kaget. Sebenarnya Putri sudah tahu jika Kanza itu sebenarnya adalah orang yang humoris meskipun kadang terlihat sangat pendiam. "Tapi kadang dia jutek gitu enggak, sih?" Tanya Putri lagi.

"Iya... Dia itu emang agak jutek, tapi lucu." Gio berkata penuh semangat.

"Kalo mau gosip liat-liat dong, ada orangnya nih disini." Protes Kanza sembari memanyunkan bibirnya, sebelum akhirnya memalingkan wajahnya kembali ke arah kaca mobil. "Eh... Kayaknya itu deh, kantornya." tubuhnya menegak dan matanya memperhatikan dengan seksama. Setelah yakin, ia menyuruh Gio untuk menepi.

Mobil yang mereka tumpangi akhirnya bergerak memasuki pelataran kantor yang sebenarnya lebih mirip dengan bangunan ruko dua lantai.

"Makasih ya pangeran, eh...sorry...." Ujar Putri pura-pura menutup mulutnya dengan sebelah tangan, berlagak malu-malu kucing. "Gio maksudnya." Ralatnya yang masih tampak malu-malu, cowok di sampingnya hanya balas tersenyum tipis.

"Makasih ya, Yo?" Kanza turut mengucapkan terimakasih saat mereka sudah keluar dari mobil.

"Ya... Sama-sama." Sahut Gio. Ia hendak masuk kembali ke dalam mobilnya, tapi buru-buru di tahan oleh Putri.

"Bentar-bentar, kamu tahu enggak no. Rumah pak president?" Kanza sontak mendelik horor saat mendengar pertanyaan aneh Putri ke Gio.

Ragu, Gio menggeleng pelan. "Enggak tahu."

Putri tersenyum penuh arti. "Tapi nomor handpond sendiri enggak lupa, kan?" Sembari mengulurkan ponselnya ke arah Gio. Mau tidak mau Gio akhirnya mengetikkan nomernya di ponsel Putri.

Dasar cewek suka modus. Gerutu Kanza dalam hati.

"Makasih," ucap Putri dengan memasang senyum paling mempesonanya.

"Sama-sama."

"Kamu ati-ati, ya di jalan. Jangan ngebut, soalnya mulai sekarang kamu harus jaga dirimu sendiri supaya kamu bisa jagain orang peduli sama kamu."

Gio lagi-lagi salting mendengar perkataan Putri, sedangkan Kanza merasa mual mendengar celotehan buaya betina. Tak lama Gio pamit, ia melambaikan tangannya ke arah Kanza dan Putri sebelum akhirnya mobilnya bergerak meninggalkan areal perkantoran.

"Sumpah, ya. Bisa banget ngomongnya." Sindir Kanza saat keduanya mulai memasuki loby kantor. Sedangkan Putri hanya bisa tertawa cekikikan.

"Makanya Lo harus banyak-banyak belajar sama gue."

"Maksudnya belajar sama buaya betina gitu?"

"Enak aja gue di bilang buaya betina." Protes Putri pura-pura tak terima. "Tapi emang iya, sih, haha..." tapi selanjutnya ia malah mengakui dan tawanya makin berderai.

"Gue seneng banget, deh. Akhirnya gue bisa juga dapetin nomer pangeran gue."

"Emang ya, dasar buaya betina. Kayak gitu masih minta bantuan gue deketin Gio." Keduanya mengobrol sembari menyusuri loby kantor menuju lift.

"Hehe... Tapi kalo bukan Lo yang ngasih jalan, gue juga enggak bisa." Kanza hanya mengeleng merasa heran dengan kelakuan temannya itu.

DUK!

Pundak Kanza tanpa sengaja bertabrakan dengan pundak seseorang.

"Sorry!"

"Sorry!"

Mereka berdua bicara bersamaan, mata mereka bertemu dan saling menatap cukup lama.

Cowok yang ada di hadapan Kanza menyipitkan matanya seolah-olah mengingat-ingat sesuatu. "Tunggu bentar, kayaknya kita penah ketemu, kan? Kamu cewek yang kemarin itu, kan? Kok bisa ada disini?"

Kanza mengangguk-angguk kan kepalanya canggung. Wajahnya terlihat gugup.

Tiba-tiba kata-kata Fira kembali terngiang di kepalanya.

"Rega itu CO-founder sekaligus CEO CORPORATE EVENT ORGANIZER JAKARTA.Dan dia itu sering deketin client-nya, makanya gue eneg sama dia. Ini alamat kantornya. Bisa-bisa lo aja deh deketin dia."

Di saat Kanza masih kebingungan untuk menjawab pertanyaan Rega. Putri buru-buru menyahut.

"Kita ke sini ada urusan pekerjaan. Iya, kan?" Putri memegang lengan Kanza agar gadis itu segera sadar dari kebengongannya.

"Iya... Gitu." Timpal Kanza canggung. Beberapa kali ia membenarkan helaian rambutnya dan menyingkapnya ke belakang ke telinganya demi mengurangi rasa gugupnya.

"Mungkin ini juga yang di namakan takdir." Cowok itu malah tersenyum mempesona. Dan Kanza kembali tertegun menatapnya. "Oya... Kita belum sempet kenalan waktu itu, nama saya Rega." Mengulurkan tangan dan membuat lamunan Kanza seketika buyar.

Dengan ragu Kanza membalas jabat tangan Rega. "Nama saya K." Kata Kanza berusaha sesantai mungkin.

Rega mengeriyitkan dahinya merasa sedikit bingung. "K aja... Enggak ada kepanjangannya gitu?"

"Ada, kok! Kepanjangannya..." Kanza sengaja menjeda kalimatnya sebentar. "kepanjangannya itu, kekasihmu." Lanjut Kanza yang membuat Putri tidak bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya. Sejak kapan temannya itu bisa mengatakan kata-kata ala-ala buaya betina?

Gadis itu bahkan sampai terbatik-batuk karena tersedak air liurnya sendiri. "Uhuk... Uhuk...."

Rega mengulum senyum, wajahnya tampak kagum. "Kamu lucu juga, ya ternyata?"

"Meski lucu, saya bukan badut, loh." Sanggah Kanza dan membuat senyum Rega makin melebar.

"Emang kapan aku bilang kamu badut?"

"Kan saya cuma ngasih tahu." Sanggah Kanza lagi dan membuat Rega tak bisa menghentikan senyumnya.

"Oke, kayaknya saya nggak bisa berdebat sama kamu. Jadi ... nama kamu siapa?"

"Kanza."

"Hem... nama yang indah."

"Tentu."

Bersambung


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login