Download App

Chapter 14: Bertemu lagi

Syafa menghembuskan nafasnya pelan. Ia menatap Mona dengan tatapan tak biasa. Gadis itu sedikit percaya diri. "Tidak semuanya Mbak tahu tentang aku dan Mas Al dan Mbak percaya sepenuhnya kepada Mas Al?" tanya Syafa balik dengan pertanyaan yang membingungkan.

Mona merasa dirinya terpojok dengan kata-kata Syafa. Bahkan wanita itu mulai meresapi ucapan Syafa yang mungkin bisa jadi tanda tanya. "Setiap hari Al selalu bersama aku dan kami sudah menjalian hubungan sebelum dia menikah sama kamu. Jadi, tidak ada yang terlewat tentang Al."

Gadis itu mengangguk-anggukan kepalanya. Ia mengalah bukan berati kalah, hanya saja Syafa buka tipikal gadis yang suka berdebat meski dirinya benar. "Ada lagi, Mbak?"

"Cukup." Mona langsung meninggalkan kamar Syafa.saat itu juga.

Sebagai seorang istri yang hanya dirumah saja, kadang membuat Syafa bosan dengan sendirinya. Makanya, saat-saat hari tertentu Syafa sering keluar rumah untuk mencari kesibukan diri. Kadang jalan-jalan bersama Rere saat sahabatnya itu tidak sedang sibuk.

Sama halnya seperti sekarang. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Rere tiba-tiba menelpon di jam kerjanya. Hal itu membuat Syafa kebingungan karena biasanya Rere akan menghubunginya di saat jam istirahat atau lagi tidak bekerja.

"Assalamu'alaikum cantik."

Wajah cantik Haura berubah merah merona. Rere memang hobinya menggda Syafa, apalagi setelah ia menikah. Saking jahilnya, Rere pernah menelpon Syafa pada saat malam pertamanya dan panggilan itu hanya sekedar menanyakan bagaimana perasaan Syafa. Aneh, tapi ngangenin kalau bersahabat dengan Rere.

"Kok malah diem, menjawab salam itu hukumnya wajib loh."

Sambil senyum-senyum Haura membalas salam Rere. "Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, wahai jomblo." Tawa cekikikan dari sebrang telepon membuat batin Rere merasa tertampar.

"Ya Allah, punya sahabat kayak gini amat. Lagi dimana, Fa?"

"Di rumah, tumben banget nelpon di jam kerja. Pas …"

Belum selesai berbicara ucapan Syafa langsung dipotong. "Tepat sekali, Fa. Kalau kamu lagi enggak sibuk, aku mau minta bantuan banget nih. Bantu aku input data, kamu enggak usah bawa laptop. Nanti aku yang sediain, gimana?"

Ucapan Rere yang terdengar memelas membuat Syafa tidak tega menolak permintaan sahabatnya itu. Apalagi, dia memang berencana untuk mencari udara ke luar rumah. "Iya aku bantuin."

****

Kedatangan Syafa di perusahaan tempat Rere bekerja membuat para karyawan laki-laki tidak berhenti menoleh kearahnya dan memperhatikannya bahkan sebelum Rere melangkahkan kakinya masuk ke dalam perusahaan itu. Hari itu pertama kalinya Syafa datang ke perusahaan itu.

Tidak lama dari itu, Rere datang menghampiri sahabatnya itu dan langsung merangkulnya. "Makasih banyak, sayang aku. Maaf ya kalau aku ngerepotin kamu."

"Iya Re. Ini serius aku boleh masuk? Enggak di marahi CEO-nya gitu?" tanya Syafa. Melihat orang-orang menatapnya dengan tatapan tak biasa membuat Syafa agak ragu masuk, apalagi akan bertemu dengan orang banyak.

"Tenang aja, orang-orang disini baik kok, apalagi CEO-nya. Tadi aku udah minta izin kok ke Pak Haigar buat minjem ruang aula sebentar. Dia juga kok yang minta cari bantuan biar input datanya cepet selesai," ujar Rere bersemangat. Namun, Syafa tampaknya menyadari sesuatu.

"CEO-nya, Pak Haigar?" tanya Syafa memastikan.

Rere mengangguk pelan sembari menekan lift untuk menuju lantai sepuluh, tempat dimana ruang aula berada. Wajah Syafa mulai gemeteran, tapi dengan cepat Rere memegang tangan sahabatnya itu. Orang terdekat Syafa sudah tahu kalau gadis baik hati itu mengalami trauma saat naik lift, makanya Rere sigap membantunya.

Trauma itulah yang membuat Syafa tidak mau pergi ke suatu tempat yang ada liftnya. Kalaupun ada lift, Syafa lebih memilih naik tangga darurat walau harus naik beberapa lantai, hanya saja saat ini ia memikirkan kandungannya. Menaiki tangga hingga ke lantai sepuluh akan sangat melelahkan.

Ting!

Pintu lift terbuka dan menampilkan sosok Haigar yang ingin naik ke lift dilantai sepuluh. Alhasil, Syafa dan Rere langsung bertemu langsung dengan Haigar. Tentunya, pertemuan yang tidak terduga itu membuat syok, baik Syafa maupun Haigar.

"Syafa? Kamu ngapain disini?" tanya Haigar memulai percakapan duluan.

Rere tidak kalah bingunnya. "Bapak tahu Syafa? Dia sahabat saya, Pak."

Haigar menerbitkan senyum manisnya. "Saya sudah bertemu dengan Syafa beberapa kali dan sekarang kita ketemu lagi. Namun, kali ini pertemuannya kurang beruntung, saya harus segera pergi karena ada urusan mendadak."

Laki-laki itu bergegas masuk ke dalam lift dan tidak lupa menerbitkan senyuman manisnya. Sungguh, melihat senyum Pak Haigar seakan hati Rere berbunga-bunga. Manisnya kebangetan.

"Re, kamu kenapa?" tanya Syafa sembari menyadarkan sahabatnya yang sedari tadi senyum-senyum sendiri.

"Calon suami," ucap Rere spontan.

Syafa benar-benar tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. Sejak kuliah hingga sekarang sikapnya tidak pernah berubah. Katanya ingin mendapatkan jodoh terbaik, tapi setiap kali melihat laki-laki tampan hayalannya udah kemana-mana.

Sesampainya mereka di aula pertemuan, Rere langsung menghujam Syafa dengan pertanyaan yang bertubi-tubi, bahkan Syafa belum juga kelar menjawab pertanyaan pertama. "Satu-satu, Re."

"Iya Fa. Jadi, kalian ketemu dimana?" tanya Rere tak sabaran.

Jika ditanya hal itu, Syafa harus berbohong lagi karena tidak mungkin ia menceritakan kejadian secara keseluruhan. Syafa hanya akan menceritakan awal pertemuan mereka saja, selebihnya akan ia rahasiakan karena kalau sampai orang lain tahu, itu akan menjadi masalah yang sangat besar.

"Jadi jawab tidak?"

Syafa menjelaskannya sembari membayangkan kejadian itu. "Aku ketemu Pak Haigar sewaktu motor aku mogok jalan dan dia yang memperbaiki motor aku sampai hidup kembali."

"Terus apa lagi? Kejadian selanjutnya bagaimana?" Rere emang tipikal orang yang punya rasa ingin tahu berlebihan. Semua tentang sahabatnya atau orang yang ia taksir informasinya harus di gali sedalam-dalamnya.

"Ya udah itu doang, habis itu kamu berpisah."

Rere menghela nafas panjang. Nampaknya, penjelasan Syafa tidak bisa membuatnya bersemangat, padahal Rere sangat menunggu adegan romantis yang di tunjukkan oleh Pak Haigar. Pasalnya, CEO itu punya sikap yang baik hati, perhatian, romantis, pokonya paket lengkap deh.

"Fa, serius Pak Haigar enggak ada menunjukkan sikap yang mungkin buat kamu takjub atau bahkan berbunga-bunga."

Mendengar ucapan Rere sontak membuat Syafa mencubitnya. "Apanya sih, Re? Aku udah punya suami loh. Tampan, baik hati, pengertian, CEO juga, terus apalagi yang kurang?" tanya Syafa dengan raut wajah yang ceria. Namun, tatapan Rere membuat tanda tanya dalam benak Syafa.

"Kata-kata aku menyinggung kamu ya, Re. Aku minta maaf, aku enggak bermaksud buat kamu sedih dengan kata-kata itu. Aku tarik kembali. Maafin aku ya, Re."

Tanpa menjawab ucapan Syafa, sahabatnya itu langsung memeluk erat Syafa dan tidak segan-segannya menangis dalam pelukan Syafa. "Maaf Re, aku enggak sengaja."

"Kamu anggap aku ini sahabat apa bukan, Fa. Kok kamu tega sama aku selama ini. Kenapa kamu tutupin semuanya dari aku, Fa." Rere semakin mengencangkan tangisannya dan rasa bersalah Syafa semakin menjadi-jadi.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C14
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login