Download App
39.28% DARK HEROS

Chapter 11: Bandit 15 Tahun Silam

Kara yang dibentak begitu oleh Heros, menjadi ikutan emosi. Toh dia hanya khawatir pada siluman itu.

"Kenapa kau jadi marah padaku?!" tanyanya dengan kecewa bercampur kesal. Dadanya turun naik karena itu.

Heros tak membalas ucapan Kara. Mata abu milik siluman itu masih terbakar dengan amarah. Mungkin lebih tepatnya sebuah penyesalan dan kebencian yang ditujukan pada dirinya sendiri. Namun ia salah menempatkannya hingga membuat Kara jadi tersinggung seperti itu.

"Apa aku yang membuat semua kekacauan barusan?! Tidak, kan?!" Kara nampak marah. Ia merapatkan giginya.

"Jelas itu kesalahanmu! Kalau saja kau tak meminta kita datang kesana, semua itu tak akan terjadi!" Heros mendengus kesal membalas ucapan Kara.

"Hah! Aku hanya ingin membantumu saja mencari tahu tentang siluman Tsu. Aku hanya menawarkan bantuanku padamu …"

" … jika aku tahu semua akan berakhir seperti ini, aku pun tak akan menyarankanmu untuk pergi!" Kara menjadi sangat marah dengan sikap Heros. Emosinya ikut menjadi-jadi menyebabkan alisnya makin berkerut.

Ia benar-benar tak mengira jika akan jadi begini, dan Heros terus saja menyudutkannya.

"Kau lah yang berubah dan membakar mereka semua, Heros! Bukan aku!" tambahnya dengan suara makin meninggi. "Bukan aku yang salah! Tapi kau lah yang tak bisa MENGENDALIKAN DIRIMU!!!"

Heros menatap tajam sebagai balasannya. Begitu pula Kara yang tak ingin mengalah. Suasana jadi makin tegang karena keduanya tak ada yang berpikir dengan kepala dingin. Semua hanya mengikuti kata hati mereka yang memanas.

Heros bangkit sambil mendengus kesal, "Aku tak akan mengikuti saranmu lagi!!" Lalu ia pergi meninggalkan Kara.

"Oke! Baiklah! … kita urus hidup masing-masing! Dan aku harap kau tak mencariku lagi!" tukas Kara lalu membalikkan badannya. Ia terbang ke arah yang berlawanan dengan Heros.

Kedua makhluk itu sudah memutuskan untuk tak lagi sejalan.

*****

Dengan diliputi amarah yang meletup-letup, Kara terbang ke arah selatan. Sejujurnya ia tak memiliki tujuan. Tadi dirinya hanya menghindari Heros saja dan tak memikirkan akan kemana.

Perutnya yang buncit bahkan terasa lapar sekarang.

"Sial sekali hari ini! Disini tak ada apapun yang bisa dimakan .... apa memang sesulit ini mencari makanan?!" gerutu Kara sembari matanya terus berkeliling. Ia harap Tuhan akan berbaik hati padanya kali ini.

Namun sekali lagi ia harus kecewa karena tak menemukan apa-apa.

"Minum air saja dulu lah! Aku pikir ini cara manusia menahan lapar mereka." Kara segera meminum air sungai di hadapannya. Ia meminum sebanyak yang ia bisa sampai perutnya terasa penuh dengan cairan itu.

"Ah! Rasa-rasanya memang penuh, tapi apa ya …." Kara memegangi perut buncitnya yang terasa begah karena kelebihan muatan.

"Hei!"

Tiba-tiba sebuah suara yang terdengar begitu dekat mengejutkan Kara. Buru-buru Kara bersembunyi di balik pohon dan memantau asal usul suara yang di dengarnya.

Beberapa orang terlihat melintas.

"Sebaiknya kita kembali saja. Hari sudah mulai gelap sekarang," kata salah satu diantara mereka.

Namun tak puas dengan penglihatannya yang terhalang dedaunan, Kara memutuskan untuk terbang ke atas pohon dan bertengger disana.

Dari atas ia dapat melihat beberapa orang berjalan sambil membawa panah dan kapak. Jarak mereka dari tempat Kara tadi hanya beberapa meter. Pantas saja suaranya terdengar dekat sekali.

Pakaian yang serba coklat dan kusut, ditambah lagi wajah kusam berminyak seakan tak mandi-mandi, membuat Kara manggut-manggut dengan pasti. "Mereka pasti pemburu," ujar Kara dengan yakinnya.

Manusia yang berjumlah kurang dari sepuluh orang itu terus bercakap-cakap. Dan dari sana lah Kara tahu jika mereka gagal mendapatkan buruan. Lantas berniat pulang dengan perut kelaparan.

Bisa dikatakan, senasib lah dengan Kara.

Namun tiba-tiba wajah iba Kara karena senasib sepenanggungan itu berubah menjadi kernyitan penuh curiga begitu melihat sebuah gambar di atas kepala mereka.

"Lambang itu …."

Kara memicingkan matanya untuk memeriksa lebih jelas lambang yang tertera pada pengikat kepala masing-masing orang itu.

Lambang berbentuk naga hitam dengan ekor api, membuat Kara mengingat kejadian 15 tahun yang lalu.

"Mereka bandit itu!!!" Rahang Kara menegang.

Seakan kembali ke masa lalu, Kara mengingat dengan jelas apa yang terjadi hari itu.

Hari itu …

Seseorang yang mampu ia selamatkan hanyalah Heros. Meski sejujurnya Kara tak pernah rela jika wanita baik hati yang selalu memberinya makanan harus mati kala itu, namun ia tak memiliki kekuatan lain untuk membela.

Satu-satunya yang dapat ia beri sebagai pertolongan adalah dengan merawat balita kecil milik wanita itu hingga kemudian ia jadi dewasa.

"Dasar manusia-manusia laknat! Mereka benar-benar tak punya hati!!!" umpat Kara. Ia menatap kesal pada rombongan itu.

"Dengan keji mereka membawanya. Entah mereka apakan wanita itu. Sungguh malang nasibnya!" Kara mendesah. Harapannya untuk melakukan sesuatu saat itu sirna begitu tahu ibu Heros telah dibawa oleh kelompok mereka. Yang entah harus dicari kemana.

"Apa Heros harus tahu ini, ya?" Kara bermonolog dalam hati. Ia teringat akan Heros. Orang-orang itu jelas menjadi musuh kawannya karena telah membunuh sang ibu.

"Tapi aku dan dia sedang marahan sekarang. Lagi pula anak itu sedang dalam suasana hati yang buruk. Bagaimana jika dia tiba-tiba marah dan memanggangku nanti?!" Kara bergidik. Bayangan amukan Heros yang tadi masih terpatri dengan kuat diingatannya. Kara sama sekali tak ingin bernasib sama dengan murid Saint itu.

Tapi jika tak dikatakan, Kara merasa memiliki tekanan batin. Ia tak bisa selamanya menyembunyikan apa yang diketahuinya dari Heros.

"Yah, setidaknya Heros harus tahu ini. Kalau pun suasana hatinya masih buruk, akan aku tunggu hingga waktunya tepat." Akhirnya Kara memutuskan.

Namun ketika ia hendak berkata lagi …

Syuttt!!!!

"Akh!" Tiba-tiba Kara meringis kesakitan, seketika lamuanannya buyar.

"Da-darah?!!!" Kara melotot kaget melihat bahunya berdarah.

"Haha! Sial! Agak meleset rupanya!"

Sontak Kara mengarahkan pandangan pada seseorang yang berseru padanya. Gerombolan bandit itu rupanya mengincarnya. Memang mereka pikir burung gagak sepertinya bisa dimakan?

"Kena sih, berdarah dikit." Teman pria bongsor itu menimpali. "Tapi tumben burungnya nggak terbang!"

"Biar aku coba sekali lagi!" Pria bongsor itu semangat mengarahkan anak panahnya lagi pada Kara yang masih bertengger di atas.

"Apa-apaan kalian ini?!!! Aku bukan makanan!!" Kara berteriak dengan kesal pada segerombolan manusia yang tak tahu adab itu.

"Hei!!! Burung itu bicara!!!!" Mereka ikut berseru dengan keheranan.

Kara tersentak. Ia tersadar lepas bicara.

'Sial! aku lupa!' katanya dalam hati.

"Menarik! Bisa kita jadikan peliharaan!" Pria yang paling pendek diantara mereka berkata dengan pongahnya.

Semua pun tak sabar menyaksi si bongsor yang akan melepas anak panah lagi ke arah Kara. Kara yang sudah merasa ketahuan pun mencoba mengulik kisah lama itu dari mereka. Setidaknya ia bisa tahu dimana makam ibu Heros.

"Aku ingin bertanya tentang sesuatu pada kalian!!"

Si bongsor mengangkat sebelah alisnya dan menurunkan panahnya.

"Burung bicara ini … ternyata siluman."


CREATORS' THOUGHTS
FharasTheQueen FharasTheQueen

Hai-hai para pembaca DARK HEROS ...

Maafkan kemarin tak sempat update yah. Jaringan luar biasa jeleknya. Tetap stay ya... petualangan Heros bakal makin seru nih! Jangan lupa power stonenya!!! hihihi

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C11
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login