Download App
8.2% TABUR TUAI

Chapter 11: Cemburu Buta

Eric menahan amarahnya dengan diam, dia mengalihkan padanganya dari Eliza. Sementara Eliza menarik nafas dalam-dalam mencoba meredam semua emosi yang ada di dalam hatinya.

"El kamu jangan diam saja dong, kamu gak ada niat untuk mempermainkan aku kan?" desak Eric.

"Astaga Ric, bisa-bisanya kamu berpikir seperti itu?"

"Terus aku harus berpikir seperti apa?"

"Ric, bisa gak sih kamu berhenti curiga dengan aku? Bisa gak kamu lebih dewasa dengan semua ini? Jangan sedikit-sedikit cemburu dong, apa salahnya kalau aku ikut makan dengan mereka? Apa salahnya aku ucapin terimakasih sama Dirga? Kami juga gak duduk berdua, ada Karin…"

"Itu kan awalnya saja,nanti pasti kalian diam-diam bertemu."

Eliza menggelengkan kepalanya, "Ric aku gak tahu lagi mau bilang apa sama kamu. Terserah deh kamu mau berpikir apa, kalau kamu sudah berpikir negatif sama aku, seribu penjelasanpun akan sia-sia."

"El, aku akan lakukan apapun untuk kamu. Aku pertaruhkan semua untuk kamu, asal kamu jangan pernah berpaling. Apa kamu gak bisa rasain ketulusanku?"

"Ini gak ada hubungannya dengan ketulusan deh Ric, kamu saja yang terlalu berlebihan. Dan masalah ketulusan, aku ambil spesialis paru demi siapa? Demi kamu Ric! Kamu tahu mimpiku dari dulu apa kan? Aku ingin dokter spesialis anak, tapi demi kamu aku mengalah. Aku buang jauh-jauh semua mimpi itu hanya untuk kamu! Tapi apa, kamu malah curiga gak jelas, capek aku Ric!"

Eric diam, wajahnya tertunduk. "Aku memang payah, hanya jadi beban buat kamu. Sampai kamu harus membuang mimpi-mimpimu…" ucap Eric dengan lirih.

"Astaga…, sudah deh Ric tinggalkan aku sendiri dulu. Hari ini aku capek sekali, aku ingin istirahat. Besok juga aku harus kembali ke Magelang."

Eric menatap nanar wajah Eliza, kemudian pergi ke luar. Eric kesal begitu juga dengan Eliza. "Hufffttt…" Eliza menghempaskan badannya ke tempat tidur. Dia tidak menyangka semua akan berujung seperti ini. Tapi menurutnya Eric benar-benar kelewatan.

***

Pagi-pagi sekali, sekitar jam 5 Eliza sudah ke luar dari hotel. Karena dia harus mengejar waktu, hari ini dia kembali bekerja di pusksesmas masuk jam 8 pagi. Eliza sama sekali tidak mengabari Eric kalau dia sudah kembali ke Magelang, dia ingin memberi waktu pada masing-masing mereka untuk intropeksi.

Eliza cukup menikmati perjalanannya menuju Magelang, sambil mendengarkan music Eliza membelah kabut yang ada di depannya.

Dddrrrttt…. Drrrrttttt telepon genggam Eliza bergetar, panggilan masuk dari Ibunya.

"Halo Bu…" sapa Eliza.

"Halo El, sudah bangun?"

"Sudah Bu, ini juga lagi di jalan."

"Di jalan? Mau kemana kamu?"

"Mau pulang ke Magelang Bu, pelatihannya kan sudah beres."

"Pagi-pagi gini? Kenapa gak tunggu siangan saja?"

"Eliza nanti masuk kerja jam 8 pagi Bu."

"Ya ampun, capek banget kamu…"

"Enggaklah Bu, dekat kok. Paling setengah jam lagi sampai."

"Kamu sendiri atau diantar Eric?"

"Sendiri Bu."

"Memangnya Eric mau kamu nyetir sendiri pagi-pagi gini?"

"Ehmmm… Eliza gak pamit sama Eric Bu."

"Kenapa?"

"Kami ribut kemarin malam. Eliza kesal Bu sama dia."

"Ribut kenapa?"

"Dia loh cemburuan banget Bu, Eliza makan malam sama teman saja salah. Padahal makannya bertiga, itu saja dibesar-besarkan sama dia. Eliza capek Bu…"

"Heiii, ngomong apa kamu? Eric begitu karena dia sayang sama kamu, cinta sama kamu. Jangan bilang capek ah…"

"Tapi Bu…"

"El dengar Ibu, Eric itu kurang apa lagi coba? Semua loh sudah dikasih buat kamu, gak cuma Eric tapi keluarganya juga. Sampai hubungan kalian kenapa-kenapa, Ibu juga yang gak enak sama Eric dan keluarganya. Pencapaian kamu sampai saat ini, banyak campur tangan Eric juga kan? Kalau Bapak sama Ibu hanya bisa sekedar, bisa sekolahin kamu di kedokteran saja sudah luar biasa itu. Ini, kamu dapat mobil bagus buat kendaraan kamu sehari-hari, rumah mewah sebagai tempat tinggal. Belum lagi biaya untuk spesialis kamu, semua dari Eric kan?"

Eliza menghela nafasnya, "Eliza tahu itu semua Bu, Eliza juga gak ada niat aneh-aneh kok. Malah Eliza jadi merasa tidak enak, terlalu berhutang budi pada Eric dan keluarganya."

"Nah itu kamu tahu…"

"Tapi Eliza gak suka dengan sikap cemburuan Eric itu Bu…"

"El, kuncinya ada pada kamu. Kamu tinggal jaga jarak sama semua laki-laki, pasti Eric gak akan cemburu. Masalah selesai kan?"

"Kan gak mungkin juga Eliza gak berteman dengan laki-laki Bu?" Eliza protes.

"Kamu bukan dilarang berteman dengan laki-laki El, kerjaan kamu juga nanti mungkin akan berhadapan dengan banyak laki-laki. Tapi, cukup sampai pada urusan pekerjaan, jangan ada yang lain-lainnya."

"Yang lain-lain gimana maksud Ibu?"

"Gak ada acara makan di luar berdua, gak ada jalan berdua, gak ada diantar atau dijemput ke rumah. Ya murni hanya teman kerja saja. Bukan hal susah kan El untuk dilakukan?"

"Ya sudah deh Bu, nanti Eliza coba. Bu, sudah dulu ya. Jalan sudah ramai, takut gak fokus nyetirnya kalau sambil telepon begini," ujar Eliza hanya untuk alasan agar Ibunya tidak menceramahi dia lagi.

"Ya sudah, kamu hati-hati."

"Iya Bu."

"Ingat, nanti sampai Magelang kamu kabari Eric. Baikan saja sama dia..."

"Iya Bu."

Perasaan Eliza semakin tidak karuan, dia memikirkan apa yang dikatakan IBunya tadi. Memang ada benarnya apa yang dikatakan Ibunya, tapi menurut Eliza solusi yang diberikan Ibunya cukup konyol.

***

Jam setengah 8, Eliza sudah sampai di Puskesmas. Pasien juga sudah banyak yang mengantri, itu artinya Eliza akan bekerja ekstra hari ini. Sebenarnya suasana hati Eliza masih tidak cukup baik, dia takut akan berpengaruh pada kerjaannya.

"Pagi El…" sapa Karin yang sudah ada di ruangan.

"Pagi Rin…"

"Kenapa wajah kamu ditekuk gitu? Kelelahan ya?"

"Yah gitu deh, lelah hati dan lelah jiwa juga Rin."

Karin terkekeh, kemudian berjalan menghampiri Eliza. "Kamu lulus pelatihan kan?"

"Lulus."

"Terus kenapa cemberut?"

Eliza mengangkat wajahnya, menatap Karin. "Aku ribut sama Eric kemarin malam, terus tadi aku cerita sama Ibu. Eh, aku malah disalah-salahin…"

"Loh kok bisa Ibu kamu bela Eric?"

"Gak ngerti aku Rin…"

"Memangnya ada masalah apa kamu sama Eric sampai ribut segala?"

"Eric itu orang yang cemburuan Rin, dan kamu tahu apa yang membuat dia cemburu?"

"Apa?"

"Karena kemarin lusa kita makan malam bareng sepupu kamu, si Dirga itu."

"Hah?" Karin terkejut.

"Iya."

"Kan makan malamnya bertiga, dan kita gak macem-macem…"

"Ya itu, aku juga gak habis pikir sama dia."

"Parah banget…" gumam Karin

"Dia memang paling gak bisa lihat aku berinteraksi sama laki-laki di luar kerjaan. Sampai hal kecil seperti itu nanti bisa jadi masalah besar untuk kami."

"Kalian sudah berapa tahun sih pacaran?"

"Hampi 9 tahun."

"Dan dia gak berubah dari dulu?"

Eliza menggeleng.

"Kamu tahan banget sama laki-laki posesif begitu?"

Eliza mengangkat bahunya, "Tapi dia juga punya banyak kebaikan sih Rin. Bisa dibilang kurangnya Eric ya hanya cemburuannya itu. Selainnya ya bagus, dia baik sekali."

Karin menatap wajah Eliza, seperti ingin berbicara tapi enggan. Karin pun mengurungkan niatnya, dia merasa waktunya belum tepat bicara pada Eliza sekarang.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C11
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login