Download App

Chapter 4: Tanggung Jawab

Devan mengerjakapkan mata dengan perlahan menyesuaikan pandangan dengan sinar matahari yang menerobos masuk ke dalam kamar melalui celah gorden yang tidak tertutup dengan rapat. Devan meraih ponsel yang berada di atas nakas melihat penunjuk waktu saat ini. Devan membelalakan mata saat melihat penunjuk waktu di layar ponsel tertera diangka tujuh pagi. Devan menyibak selimut lalu beranjak dari atas tempat tidur. Devan melangkahkan kaki menuju ke kamar yang ditempati oleh Kania.

Ceklek..

Dengan perlahan Devan membuka pintu yang ditempati oleh Kania agar tidak mengganggu Kania yang mungkin masih beristirahat di dalam kamar. Tampak Kania masih meringkuk di bawah selimut. Wajah cantik alami yang dimiliki oleh Kania menjadi pemandangan pertama yang ditatap oleh Devan. Perlahan Devan melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar lalu meraih kursi meja rias untuk Devan duduk di samping tempat tidur Kania. Devan mandangi wajah cantik nanti polos milik Kania. Devan menyibak anak rambut yang menutupi wajah cantik itu. Perasaan bersalah masih mendera dalam diri Devan atas apa yang diucapkan kepada Kania malam tadi.

"Aku minta maaf atas apa yang telah aku ke kamu malam tadi. Aku tidak ada niat menyakiti hari kamu. Aku tidak ada niat mengatakan itu ke kamu. Kamu bukan beban buat aku. Aku hanya tidak tega melihat kamu merasa kesakitan. Kamu sakit seperti ini semua akibat kesalahan. Aku akan bertanggung jawab kepada kamu sampai kamu pulih seperti sediakala. Semoga kamu bersedia untuk memaafkan aku, Kania," ucap Devan sembari menggenggam telapak tangan Kania dengan raut wajah penuh rasa bersalah dan penyesalan

Deg..

Ada yang bergetar dalam hati Kania saat mendengar laki-laki yang telahenabrak dan bertanggung jawab atas apaa yang telah dilakukan itu menyebut nama Kania dan menggenggam erat tangannya. Ingin rasanya Kania membuka mata namun rasa enggan lebih mendominasi kala teringat dengan semua ucapan Devan ke Kania malam tadi.

Ya. Kania telah membuka mata sejak pukul lima pagi. Namun Kania tidak beranjak dari tempat tidur mengingat kaki Kania masih terasa sakit. Ingatan Kania kembali dengan apa yang diucapkan oleh Devan sehingga Kania lebih memilih untuk kembali memejamkan mata. Kania menyadari kehadiran Devan di kamar yang ditempati oleh Kania. Namun Kania memilih untuk tetap berpura-pura memejamkan mata.

***

Ting Tong..

Ting Tong..

Ting Tong..

Devan membuka pintu. Apartemen saat suara bel yang berbunyi menghentikan apa yang sedang dilakukan oleh Devan

Sedangkan Kania yang tengah duduk memilih untuk tetap duduk dengan tenang di sofa yang berada di depan televisi. Ya. Setelah membersihkan diri, Devan kemabli menggendong Kania ala bridal style menuruni anak tangga menuju ke lantai satu. Devanesan makanan untuk sarapan mereka pagi ini.

Devan meletakan makanan yang telah dipesan di atas meja makan lalu menaiki anak tangga menuju ke kamar untuk mengambil sesuatunya yang tertinggal.

"Kesempatan aku untuk kabur," gumam Kania setelah Devan masuk ke dalam kamar

Dengan langkah tertatih Kania berusaha melangkahkan kaki menuju ke pintu yang tidak dikunci kembali oleh Devan. Kania berhasil melewati pintu apartemen Devan lalu berjalan menuju ke arah tabung kapsul. Kania menekan tombol numerik satu saat telah berada di dalam tabung kapsul. Tekad Kania telah bulat untuk pergi meninggalkan apartemen Devan agar tidak merepotkan Devan. Kania belum memikirkan langkah apa yang akan diambil setelah pergi dari apartemen Devan. Saat ini yang ada dalam benak Kania pergi meninggalkan unit apartemen milik Devan yang  berada di lantai enam belas itu.

Devan menautkan kedua alis kala tidak mendapati Kania di ruang tengah. Devan kembali menaiki anak tangga setelah tidakeneukan keberadaan Kania di lantai satu. Devan memasuki kamar Kania namun kosong. Tidak ada Kania di dalam kamar atau kamar mandi. Dengan langkah cepat Devan kemabli menuruni anak tangga memuji ke lantai satu.

Shit!

Devan mengumpat dengan kesal saat mengetahui pintu apartemen tidak terkunci. Devan teringat jika telah lupa untuk mengunci kembali pintu apartemen setelah mengambil pesanan makanannya. Dapat dipastikan oleh Devan jika Kania telah keluar meninggalkan apartemen saat Devan pergi ke kamar untuk mengambil berkas yang tertinggal.

Devan bergegas keluar dari apartemen dengan berlari untuk mencari keberadaan Kania yang diyakini oleh Devan belum pergi terlalu jauh mengingat kondisi kaki Kania yang belum pulih.

"Apa bapak melihat seorang wanita dengan rambut panjang seperti ini lalu berjalan dmehan kaki yang tertatih?" tanya Devan kepada petugas keamanan apartemen yang ditemuinya

Petugas keamanan apartemen yang bernama Prapto seperti apa yang tertulis di name tahe mencoba mengingat ciri-ciri wanita yang diucapkan oleh Devan.

"Iya Pak Devan. Saya melihat wanita dengan ciri-ciri yang Pak Devan ucapkan tadi berjalan ke arah sana Pak. Mungkin jika Pak Devan mengejar wanita itu belum terlalu jauh dari sini," balas petugas keamanan itu

"Baik Pak. Terima kasih," tukas Devan lalu pergi meninggalkan petugas keamanan ke arah yang diberitahukan oleh petugas keamanan yang bernama Prapto untuk mencari atau menyusul Kania

Devan tersenyum tipis saat menemukan keberadaan Kania. Tampak Kania sedang duduk di tepi jalan dengan memegang kaki yang sakit. Ya. Setelah berkeliling mencari dimana keberadaan Kania seperti apa yang ditunjukan oleh salah satu petugas keamanan apartemen kemana Kania pergi, Devan pada akhirnya dapat menemukan keberadaan Kania. Devan yang hampir putus asa akibat belum menemukan keberadaan Kania setelah berkeliling memilih untuk memutari jalanan di sekitar taman yang tidak jauh dari apartemen. Hati Devan mengatakan jika Kania sedang berada di sana karena itu Devan memilih melewati jalanan itu untuk kali ke apartemen. Apa yang ada ddalam hati Devan tidak salah, Devan menemukan keberadaan Kania yang sedang memegang kaki yang sakit. Dengan langkah perlahan, Devan menghampiri Kania yang sedang meringis kesakitan itu.

"Apa kabur itu enak?" tanya Devan yang kini telah berdiri di samping Kania

Duarrrr..

Kania tercengang saat mendengar suara bariton laki-laki yang mulai dikenali indera pendengarannya itu. Kania yang masih duduk mendongkakakn netra untuk melihat jika apa yang ada di pikirannya salah.

Kania menghela nafas pelan saya melihat lakii yang saat ini sedang berdiri di samping dirinya seperti apa yang ada dalam benak Kania. Kania kembali menundukan kepala dan memilih diam tanpa menjawab apa yang ditanyakan oleh Devan.

Devan menggendong Kania ala bridal style lalu melangkahkan kaki kembali ke apartemen dengan tatapan iri dari kaum hawa yang melihat apa yang dilakukan oleh Devan terhadap Kania. Kania yang ingin memprotes apa yang dilakukan oleh Devan saat ini terdiam kalau Devan berbicara kepada Kania.

"Tidak usah banyak bicara. Tidak usah banyak protes. Kamu itu masih tanggung jawab saya," tukas Devan sembari melangkahkan kaki menuju ke apartemen

 

 


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C4
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login