Download App

Chapter 2: Chapter 2 : Festival, Pertemuan Kedua dan Pertemuan Pertama

Hari berikutnya..

Dyvette pergi untuk ikut merayakan festival musim panen dengan Alma, teman satu-satunya.

Di sepanjang jalan, bertabur dekorasi-dekorasi khas petani dan sayur-sayuran, banyak sekali pedagang yang menjajakan dagangan mereka, banyak juga orang-orang yang berdandan dan memakai kostum.

Para pedagang makanan berjejer di kanan dan kiri jalan, ada juga beberapa kios yang menjual pakaian, kostum, topeng, dan mahkota-mahkota dari bunga.

Dyvette berjalan-jalan santai dan ceria sambil bergandengan tangan dengan Alma, yah, ibunya itu, katanya tiba-tiba merasa tidak enak badan dan tidak bisa ikut ke festival musim panen tahun ini.

Dyvette mengenakan pakaian sederhana khas petani agar tidak mencolok, memakai bandana kain bermotif bunga, dia dan Alma mengenakan pakaian kembar beda warna. Dyvette warna cokelat muda, sedangkan Alma berwarna cokelat tua. Rambutnya dibiarkan tergerai, memakai anting kain berbentuk pita, membuat ia terlihat semakin manis khas gadis-gadis petani desa.

Ini pertama kalinya Yve pergi ke festival setelah lima tahun mengurung diri dan menjauhi acara-acara yang akan membuatnya bertemu banyak orang.

Dia mengurung diri saja banyak yang datang ke rumah untuk meminang, apalagi jika dia sering terlihat seperti ini...

Beberapa saat kemudian Dyvette tersadar kalau dia sudah menjadi pusat perhatian, dia jadi menyesal, harusnya tadi dia mendengarkan saran Laila untuk memakai penutup wajah.

Bisik-bisik pelan mulai terdengar bersahutan.

"Bukankah itu si putri Salem?"

"Kurasa iya, ternyata kabar itu benar, dia sangat cantik."

"Sudah lama sekali dia tidak pernah terlihat di depan publik, wajahnya sangat mahal dan berharga, pantas saja."

Mereka menatap kagum pada Dyvette.

"Hati-hati, pengawalnya berada di mana-mana, jangan sampai kita mengusiknya."

"Ya Tuhan... Mataku terberkati oleh kecantikannya."

"Kurasa orang buta juga bisa merasakan kalau dia sangat cantik."

"Hanya orang gila yang mengatakan dia jelek!"

"Benar! Dia pantasnya mendapatkan seorang pangeran, wajar kalau dia tidak mau menerima lamaran lelaki biasa walaupun kaya. Mereka memang tidak layak!"

"Kau lupa? Dia bahkan menolak lamaran dari putera Walikota."

Masih berlanjut..

Bisik-bisik itu... Terlalu... Membuatnya.... Mual.

Sial, bahkan lima tahun saja tidak berhasil membuatnya tidak dikenali lagi. Dyvette memang tidak banyak berubah dari lima tahun yang lalu. Ini tidak nyaman...

 Apa benar aku secantik itu di mata mereka? Ya Tuhan.. Aku rasa banyak sekali wanita yang lebih cantik dariku! Mereka sangat berlebihan....

Sementara itu banyak juga gadis-gadis yang melihatnya dengan wajah ketus, mereka adalah anak-anak orang kaya jika dilihat dari pakaiannya yang mewah.

Dyvette benar-benar merasa tidak nyaman.

Suara riuh penduduk berhasil mendapatkan perhatiannya, ada apa mereka ribut-ribut? Pada jalan yang hanya beberapa langkah di depannya, banyak orang yang berebut tempat di pinggiran, mereka terlihat seolah sedang menyaksikan malaikat wahyu turun.

"Terberkatilah yang Mulia Ankhamun!"

"Pangeran Ankhamun!"

"Yang Mulia, semoga Tuhan memberkahimu umur yang panjang!"

"Pangeran Ankhamun!"

"Yang Mulia Ankhamun!"

Mata Dyvette menyipit mengamati seorang pria muda yang sedang menunggang kuda hitam, wajahnya menampilkan tatapan yang tidak ramah, namun walau begitu itu tidak menghentikan sorakan para penduduk yang kelihatannya begitu sangat menyanjungnya.

Jadi dia adalah Pangeran Mahkota, Ankhamun?

Dyvette menatapnya geli, ternyata memang masih ada pangeran yang menunggang kuda, jika ibunya ada, pasti dia akan terus meledeknya sekarang.

Aduhai sudah takdirnya... Pandangan mereka bertemu, pangeran itu masih dengan wajah ketusnya memandang Dyvette.

Namun Dyvette juga tidak kalah pedas.

Kau pikir hanya kau saja yang bisa membuat wajah seperti ini, ha? Aku juga bisa!

Ankhamun mengalihkan pandangan setelah melihat Dyvette melemparkan tatapan siap perang padanya.

"Hei, pangeran Ankhamun melihat ke arah kita barusan." Senggol Alma pelan. "Wajahnya ketus sekali." 

"Aku tidak peduli, ayo pergi lihat-lihat lagi." balas Yve acuh, Alma kembali melirik sebentar sebelum pergi mengikutinya.

Sekarang Dyvette sudah tahu seperti apa pangeran Ankhamun, pria itu jauh berbeda dari bayangannya. Dan dia tidak peduli.

Ankhamun menoleh lagi, dia melihat Dyvette sedang tersenyum pada wanita yang sedang digandengnya lalu berlari dari sana.

Pangeran semakin menautkan alisnya dan membatin. (Entah apa yang sedang dia katakan dalam hatinya)

Ankhamun kembali menatap lurus ke depan, tidak ada senyum yang menghiasi wajahnya, kecuali saat dia sedang bersama ibu dan saudari perempuannya.

Kaisar Jamal mendidik Ankhamun dengan keras, membangun karakter yang dingin, tegas, dan menyeramkan agar puteranya kelak menjadi Kaisar yang dihormati.

Festival berlangsung dengan sangat meriah, masyarakat sangat bersuka cita, menari dan mempertunjukkan atraksi-atraksi sulap.

Dyvette menatap dengan kagum semua pertunjukkan-pertunjukkan itu, dia tidak menyesal datang ke sini. Banyak hal menarik yang memanjakan matanya..

Saat menjelang sore, mereka menarikan tarian sesuai tradisi dengan pasangan masing-masing, sampai hari sudah hampir petang, semangatnl mereka tidak berkurang sedikitpun.

"Begini ya ternyata rasanya jadi jomblo di antara lautan manusia yang berpasangan. Menyedihkan." Keluh Alma, Dyvette terkekeh pelan menanggapinya.

Dyvette, santai : "Kamu masih bernapas sampai hari ini. Itu bukan hal yang mengkhawatirkan.."

"Ya ya.. Kamu memang putri Salem yang acuh, aku mengerti. Ayo menari, mari kita tunjukkan pada dunia kalau kita bahagia menjadi jomblo!" Alma menarik tangan Dyvette dan membawanya berlari menuju kerumunan orang tanpa melihat sekeliling.

"Minggir, mataku sakit melihat wajah jelek kalian." ketus Alma sambil berjalan memisahkan dua orang yang sedang menempel erat.

Dyvette hanya menggeleng melihat kelakuan Alma, sepertinya Alma terlalu banyak minum, untunglah dia hanya minum sedikit tadi.

******

Ankhamun duduk di kursi tahta yang telah disiapkan, menyaksikan setiap orang menari di depannya dengan tampang tidak tertarik. Kalau saja ayahnya tidak ada urusan mendadak untuk pergi ke Zabbana, pasti ayahnya yang sedang duduk di sini sekarang.

"Anda tidak ingin menari, Yang Mulia?" Tahtah, pengawal kepercayaan pangeran bertanya

"Apakah aku terlihat seperti orang yang pandai melakukan kegiatan bodoh itu?" 

Tahtah mengulum senyum mendengar jawaban Ankhamun.

Dengan wajah datar yang sudah memperlihatkan kebosanan dengan jelas, Ankhamun menghentikan gelas yang hampir menyentuh bibirnya. 

Beberapa meter dari sana dia melihat gadis tadi, gadis itu sedang tertawa ceria menari dengan teman wanitanya. Dari pengamatannya sebagai orang yang cukup paham, gadis itu sudah agak mabuk.

"Tahtah, aku ingin mendapatkan informasi tentang dia secepatnya." Ankhamun menunjuk ke arah Dyvette, Tahtah mengikuti arah pandangnya lalu mengangguk paham.

"Baik, yang Mulia."

Ankhamun meminum anggurnya dengan tersenyum tipis. Matanya tidak teralihkan sedikitpun, sedangkan Dyvette sama sekali tidak melihat ke arahnya, entah kenapa dia jadi merasa agak kesal.

Kau memang sangat cantik. Selamat, kau berhasil mendapatkan perhatianku, Nona... Ankhamun bergumam dalam hatinya.

Waktu terus berputar...

Setelah lelah menari, Dyvette pergi untuk mencari makan karena perutnya sudah lumayan lapar. Dia berjalan santai memilih makanan yang berjejer di pinggir jalan, mereka menawarkan dagangan masing-masing dengan antusias saat Dyvette lewat.

"Cantik... Cobalah bebek bakarku, rasanya dijamin membuat ketagihan!"

"Gadis manis, ayamku sangat empuk, tulangnya saja bahkan terasa seperti roti. Tidak ada duanya di Salem!"

"Nona... Cobalah gurita asam manis pedas saya. Ini adalah resep rahasia yang sudah diturunkan selama tujuh generasi!"

Dyvette menelan saliva melihat semua makanan lezat di depannya, dia mengedarkan pandangan terus mencari.

Kemudian pandangannya terkunci pada sosok lelaki yang sedang duduk melamun dengan wajah meringis, seperti sedang kesakitan.

Itu adalah lelaki yang dia temui kemarin di hutan, apa yang terjadi? Apakah dia benar-benar disiksa oleh majikannya karena menghilangkan seekor domba betina yang sedang hamil itu? Tangan lelaki itu bergetar, apakah dia kelaparan?

Tentang kemarin, Dyvette membantunya mencari domba itu sebentar, tapi si Ester tidak ditemukan.

Dyvette bergegas untuk membeli gurita asam manis pedas, dia membeli sepuluh tusuk, lalu membeli dua potong roti besar, dua porsi sup jagung, dan dua gelas minuman berisi daun hijau.

Lelaki itu berjalan dengan gontai, menuju sebuah kursi di taman.

Alma tadi pergi ke kamar mandi karena dia benar-benar mabuk dan muntah, akhirnya mereka berpisah setelah selesai menari. Dyvette meminta pengawalnya mengawasi dari jauh, dia tidak ingin terlalu menarik perhatian jika kemana-mana diikuti oleh mereka.

Dyvette mengikuti lelaki itu dari belakang. Setelah lelaki itu sampai dan duduk dia menyapa dengan ramah. "Hai.." 

Lelaki itu menoleh, ia tampak terkejut melihat Dyvette.

"Hai.... Anda...." ia menebak

"Ya, kita bertemu kemarin di hutan." Dyvette tersenyum. Lelaki itu hanya mengangguk setelah mengingatnya

"Kamu sedang apa disini?"

"Saya sedang mengantar tuan saya, tuan masih melakukan urusannya. Jadi saya akan menunggu di sini." jawabnya pelan. Kemudian dia melamun memandang lurus ke depan.

Dyvette merasa kasihan padanya, entah mengapa, dia juga tidak tahu mengapa dia jadi peduli..

Lelaki ini berbeda dari semua lelaki yang pernah dia temui, mungkin karena itu Yve merasa nyaman dan tidak merasa risih dengan tatapan memuja yang biasanya dia dapatkan dari lelaki lain.

Dengan ramah Dyvette mengatakan : "Aku membeli beberapa makanan, kurasa aku tidak akan bisa menghabiskannya seorang diri, maukah kamu membantuku menghabiskannya?"

Lelaki itu terlihat semakin gugup dan canggung, kemudian tersenyum kaku.

"Apakah tidak apa-apa?" tanyanya memastikan. Dia terlihat sangat hati-hati dan pemalu

Dyvette menjawab tanpa berpikir, "Kamu terlihat pucat, kupikir kamu sedang lapar jadi aku sengaja membeli lebih banyak."

(Blushhh, dia merona)

Dyvette merasa agak geli melihat reaksinya. Baru kali ini dia melihat seorang lelaki tersipu dengan ucapan sederhananya. Dia pasti sangat miskin, dan merasa malu...

Tunggu, Apakah dia mengucapkan kata-kata aneh barusan?

"Te... Terimakasih, Nona."

Dyvette duduk di sebelah lelaki itu, lalu meletakkan makanan-makanan yang ia beli di tengah-tengah antara mereka.

Dengan tangan bergetar, lelaki itu menggigit satu tusuk gurita, lalu mengunyahnya dengan pelan.

Dyvette sudah begitu lapar jadi dia tidak terlalu mengamatinya.

"Siapa namamu? Kemarin kita belum berkenalan." Dyvette melihat sebuah luka cambuk pada lengan lelaki itu, apakah di punggungnya juga terdapat luka cambuk? Dia baru menyadari karena sebelum ini dia hanya memperhatikan wajahnya saja.

"Nama saya Lucas. Kalau Nona?" Lucas sedang menyesap sup jagung, tanpa melihat ke arah Dyvette, sepertinya dia sangat kelaparan. Ya Tuhan..

Sungguh bajingan jahannam siapapun yang menjadi majikannya! Setidaknya beri dia makan dulu walaupun sedikit! Dyvette mengutuk orang yang menjadi majikan Lucas tanpa henti dalam hati.

"Namaku Dyvette. Jangan terlalu sungkan, pakai aku kamu saja."

Lucas mengangguk, setelah menelan makanannya ia tersenyum pada Dyvette.

"Baiklah, kalau itu keinginan Nona."

Dyvette mengangguk puas. "Berapa usiamu?"

"Dua puluh lima tahun, Nona."

Baru kali ini Dyvette bertemu seorang lelaki dewasa yang sangat lembek seperti Lucas, tidak macho sama sekali, dia juga sangat patuh pada kata-katanya, benar-benar melambangkan seorang budak.

Hening untuk beberapa saat sampai mereka selesai makan. 

"Terimakasih untuk makanannya, Nona. Aku harus membalas dengan apa padamu? Aku, aku tidak memiliki uang sekarang." Lucas terlihat sangat berhati-hati.

"Apa majikanmu yang telah mencambukmu?"

Lucas tidak menjawab, dia menunduk, ada raut ketakutan di wajahnya.

Dyvette menatapnya serius, dengan tegas dia mengatakan, "Aku ingin tahu seluruh kisah hidupmu. Anggap saja itu adalah balasan yang kuinginkan darimu atas makananku."

Lucas memberanikan diri untuk menatap Dyvette. Hari sudah mulai gelap, matahari hampir tenggelam.

🍂🍂🍂🍂

Ankhamun beristirahat di kamar penginapan, dia berniat untuk menginap di Salem, bukan karna dia lelah dan tidak sanggup kembali ke istana, dia hanya ingin menikmati masa-masa liburnya sebelum kembali pada tugasnya, dan seseorang sudah mendapatkan perhatiannya sejak tadi. Dia ingin tahu siapa gadis itu..

"Yang Mulia... Ini informasi yang anda minta." Tahtah menyerahkan sebuah gulungan yang berisi catatan tentang Dyvette.

"Bacakan untukku."

Ankhamun sedang duduk rebahan sambil menenggak anggur, dia terlihat sangat menggoda, dadanya yang bidang dan otot-otot perut yang tercetak sempurna, siapa yang tidak akan terjatuh pada pesona Ankhamun? Ankhamun saat di luar tugas lebih sering memakai pakaian santai dan selalu dihiasi banyak perhiasan.

Pangeran keturunan Mesir yang memikat, belum lagi dia sangat berbakat. Keterampilan bela dirinya sangat mengerikan.

Dia pernah dikirim untuk melawan panglima di atas arena oleh Kaisar Jamal, saat itu panglima menggunakan dua pedang, sedangkan Ankhamun hanya diberikan satu pedang untuk melawannya.

Ankhamun memenangkan pertandingan itu, semua orang sudah melihat betapa hebat keahlian bela diri dan seni berpedangnya.

Tentu saja itu bukan pertandingan sungguhan, pedang mereka pun bukan pedang yang tajam, itu lebih seperti arena latihan, hanya untuk memperlihatkan keahlian masing-masing. Karena pertandingan itu diadakan saat acara ulang tahun Kaisar, jadi semua Raja-raja yang datang ikut menyaksikan mereka.

Termasuk Sultan Assad, beliau memberikan hadiah pedang Damaskus pada Ankha, Kaisar mendapat banyak pujian atas keberhasilannya mendidik Ankhamun menjadi pangeran yang tangguh dan hebat. Di usianya yang masih muda saja dia sudah hebat seperti ini, Assad bisa membayangkan di usia yang sudah matang nanti Ankhamun pasti akan menjadi pemimpin yang luar biasa.

Bersanding dengan pangeran Farish, dua calon Raja itu akan menjadi tak terkalahkan.

Tahtah membacakan isi gulungan :

"Namanya adalah Dyvette Mebraah, dia putri tunggal dari seorang konglomerat, salah satu orang terkaya di Salem. Waktu kecil Dyvette memenangkan banyak kejuaraan memanah, dibesarkan oleh ibunya sendiri, tidak memiliki ayah. Sampai saat ini belum menikah, usianya dua puluh tahun, menolak banyak lamaran pernikahan, dia pernah menolak lamaran dari putera walikota Salem yang terkenal menjadi idola gadis-gadis muda. Dan dia dijuluki putri Salem."

Ankhamun terlihat berpikir...

Wanita yang istimewa, dia lebih tua dua tahun dariku. Tapi kenapa dia berpakaian seperti seorang petani tadi? Padahal wanita-wanita anak orang kaya yang lain memakai gaun-gaun indah. Kenapa aku tidak pernah mendengar tentang dia sebelumnya? Ah iya, inikan baru pertama kali aku pergi ke Salem, itupun karna menggantikan ayah yang tidak bisa hadir. Apakah ayah tahu tentang dia?

"Apa Ayah Kaisar tahu tentang dia?"

"Setahu hamba, yang Mulia tidak terlalu peduli dengan kehidupan pribadi orang di Salem kecuali tentang bisnis-bisnis, sepertinya beliau tidak tahu tentang Nona Dyvette."

Ankha mengangguk paham.

"Siapa nama calon istriku Tahtah? Bukankah dia juga dari Salem?"

Tahtah terlihat heran, Ankhamun tidak berpikir jika Dyvette yang akan dijodohkan dengannya, kan?

"Namanya Estheria Calline, putri ke sembilan panglima, anak dari istri ke empatnya, nyonya Leah."

Ah, ternyata bukan...

"Berapa usia Nona Estheria?"

"Enam belas tahun, Yang Mulia."

Masih muda, lebih muda dua tahun darinya.

"Aku ingin melamarnya."

Perasaan Tahtah mulai tidak enak. Dengan suara sedikit lebih keras dia bertanya, "APA? SIAPA?"

Ankhamun tersenyum penuh kejahilan di mata Tahtah, dia menjawab : "Dyvette."

Tiba-tiba Tahtah merinding. Ankhamun menghisap hookah, lalu meniup asapnya dengan santai sambil tersenyum penuh arti.

"Aku ingin menikah dengannya sebelum aku kembali ke militer."

Di otaknya, terdengar banyak petir menyambar, Tahtah merasa pening. 


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login