Download App

Chapter 4: Kisah Lama

"Bayi ibu Airani Djayaksa dan bapak Wira Djayaksa dari desa Kedung, lahir tanggal 27 Agustus dua puluh lima tahun yang lalu. Hari yang sama dengan hari lahir Nona Dinara, hanya selisih satu jam lebihdulu bayi itu. Golongan darah A dengan panjang 50 cm dan berat 3,6 KG. Itu data yang saya dapat dari berkas lama Rumah Sakit Medika Kasih, Pak." Seorang perawat wanita sedang berbincang dengan Om Satrio di kantin perusahaan Adhitama Group.

Perawat senior itu bernama Dessy, sudah bekerja selama hampir tiga puluh tahun di rumah sakit terbesar di kota itu. Dia dan om Satrio saling mengenal baik sejak sepuluh tahun lalu, lebih tepatnya sejak perawat Dessy merawat Pak Harry Adhitama, ayah Dinara.

Perawat Dessy juga rutin memberikan obat untuk ayah dari Om Satrio yang juga mulai sakit-sakitan dan dirawat dirumah.

"Apakah hanya bayi ini? Tidak ada lagi yang lain?" Om Satrio sedang membaca file digital yang dibagikan perawat Dessy pada ponselnya.

"Hari itu ada sepuluh bayi, Pak. Namun yang lainnya adalah bayi laki-laki," jawabnya. "Apa anda juga tertarik untuk merayakan hari ulang tahun mereka?" tanyanya lagi.

"Haha. Tidak. Satu ini saja aku tidak yakin dapat menemukannya hanya dari data ini. Kurasa aku akan mengubah konsep ulang tahun keponakanku," ujar Om Satrio.

Perawat Dessy tersenyum. "Nona Dinara pasti beruntung memiliki Om seperti anda, Pak. Anda sangat perhatian dan bertanggungjawab pada anak dari kakak anda sendiri. Saya ikut senang melihatnya."

Om Satrio tersenyum simpul. "Aku hanya melakukan tugasku sebagai seorang adik juga Om yang baik. Bukankah kita hidup harus saling membantu dan membahagiakan?" ucapnya ramah.

Hanya beberapa menit berbincang, perawat Dessy lalu berpamitan untuk kembali ke rumah sakit. Om Satrio tidak lupa untuk selalu mengingatkan perawat Dessy untuk melakukan yang terbaik untuk kakak laki-lakinya yang sedang diambang kehidupan, berjuang untuk bertahan dari koma akibat kecelakaan mengerikan sepuluh tahun lalu.

Om Satrio menyeruput kopinya, lalu ia menelepon seseorang.

"Halo, kamu sudah mengurusnya?" ujarnya segera tanpa basa basi pada lawan bicaranya.

"Baguslah, lebih cepat maka lebih baik. Bisakah kamu menemukan seseorang untukku? Di desa Kedung, temukan keluarga Djayaksa dan beritahu padaku mengenai kabar terkini mengenai keluarga mereka, terlebih putri mereka yang berusia dua puluh lima. Oke."

Om Satrio mehela napas panjang. Dia lalu berdiri dan memandangi jam tangannya. Saatnya untuk melakukan pertemuan dengan perusahaan rekanan untuk membahas bisnis.

Detik berikutnya pria paruh baya itu sempat merasa gugup sekaligus antusias karena sesuatu, namun dia kembali mengendalikan diri dan pergi menemui tamunya.

Di Rumah Sakit Medika Kasih.

Di sebuah ruangan yang dilengkapi dengan berbagai alat medis khusus, seorang pasien terbaring tidak sadarkan diri dengan terhubung pada berbagai peralatan medis melalui selang atau kabel.

Sudah sepuluh tahun lamanya, namun pasien itu belum menunjukkan tanda-tanda akan segera membaik.

'Bpk. Harry Adhitama' tulisan yang selalu diperbaharui tiap kali mulai terlihat samar berada di sebuah papan di dekat pintu.

Sebuah vas berukuran sedang dengan bunga lavender yang indah berada diatas meja di sudut ruangan, membuat suasana di dalam ruangan tidak hampa.

Kecelakaan maut yang terjadi sepuluh tahun lalu merenggut nyawa sang istri, Rachel, lalu membuat Harry Adhitama mengalami cidera otak traumatis parah yang bahkan sempat disebutkan oleh dokter kalau dia juga mengalami kematian otak sehingga tidak dapat sama sekali menerima perintah dan menjadi 'tidak hidup' walau detak jantung masih terdeteksi dan lemah.

Waktu itu musim penghujan. Jalanan selalu basah karena hujan yang tidak pernah jeda untuk membasahi bumi. Di malam hari saat pulang dari perjalanan bisnis, Harry dan Rachel ditemani oleh seorang supir yang telah bekerja dengan keluarga mereka sejak masih lajang hingga saat itu memiliki seorang anak yang telah berusia delapan tahun. Putri dari supir itupun mendapatkan biaya sekolah dari Adhitama Group sebagai bentuk terimakasih karena pengabdian sang ayah menjadi supir kepercayaan.

Namun kenaasan terjadi malam itu dan mengubah nasib semua orang, termasuk keluarga supir itu.

Keadaan malam yang sangat gelap ditambah jalanan yang licin cukup menjadi perhatian oleh mereka. Namun hal yang cukup membuat resah adalah supir yang tidak biasa melaju kencang, pada malam itu melaju dengan kecepatan diatas rata-rata.

Harry dan istri yang saat itu sangat lelah tidak mempermasalahkan hal itu karena mereka juga menginginkan untuk segera pulang.

Pandangan yang perlahan kabur akibat hujan yang kembali mengguyur dan memperpendek jarak pandang, membuat supir memicingkan kedua matanya. Kepala yang mendadak pusing menambah ketidaknyamanannya saat mengemudi.

Harry yang merasa ada yang aneh dengan supirnya memerintahkan untuk mengurangi kecepatan karena itu akan sangat bahaya. Walau sedang di Tol yang bebas hambatan, namun melaju kencang di tengah hujan bukanlah sebuah pilihan yang bagus.

Supir meyakinkan tuannya untuk tenang dan semuanya akan baik-baik saja, namun di KM 9+500 mobil tersebut menerobos pembatas jalan dan menabrak mobil dari arah yang berlawanan di jalur sebelahnya hingga berguling ke jarak yang sangat jauh.

Kabar buruk itu segera sampai di telinga Dinara juga pihak keluarga lain. Pengguna jalan lain dan polisi yang berada di lokasi membantu untuk proses evakuasi dan mengamankan lokasi kejadian.

Sejak saat itulah Dinara hidup sendiri, Om Satrio dan Kakek (ayah dari Om Satrio) adalah keluarga yang tersisa bagi perempuan itu.

Pada dasarnya, Harry dan Satrio adalah sepupu. Kedua ayah mereka adalah dua saudara kandung.

Satrio yang masih memilih untuk melajang, memiliki waktu banyak untuk membantu perusahaan sepupunya itu juga untuk merawat keponakannya.

Dia juga yang menjadi satu-satunya family yang bertanggungjawab untuk pengobatan dan perawatan Harry selama koma. Dinara yang masih muda hanya sesekali menjenguk dengan didampingi pelayan ataupun Om Satrio saat senggang.

Setelah kejadian itu juga Dinara menjadi sosok yang sangat pendiam. Namun beruntung Om Satrio sangat pandai untuk menghibur keadaan hati sang keponakan. Dia selalu dapat membuat Dinara kembali tertawa dengan hadiah kecilnya, ataupun hanya dari sekedar mengirimkan video lucu.

Sebagai ayah sekaligus ibu bagi Dinara, Om Satrio memberikan kasih sayangnya sangat banyak walau dia tidak dapat setiap waktu berada di dekat keponakannya karena dia juga masih harus merawat sang ayah dan bekerja.

Semakin Dinara tumbuh besar, dia sudah mampu menjaga dirinya sendiri dan mulai mengikuti jejak ayahnya mengurus perusahaan dengan dibimbing oleh Om Satrio.

Jiwa muda Dinara yang sangat menggebu dan menyukai tantangan cukup membuat Satrio merasa kwalahan, keponakannya itu ingin mengurus perusahaan namun dia juga ingin menjadi seorang pengajar di perguruan tinggi.

Dua hal yang berbeda, namun Satrio tidak melarangnya hanya memberitahu kalau terlalu banyak kegiatan juga akan menguras banyak energi dan membuat tubuh mudah lelah.

Bersambung.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login