Download App

Chapter 2: Malam Pertama Bersama Suami Polos

Sudah terdengar Adzan subuh, Istrinya masih memeluknya dengan Erat. "Sayang, Sholat dulu yuk. Udah Adzan nih." Kata Agam mencoba membangunkan Istri tercintanya.

Lagi-lagi Ara sangat sulit di bangunkan, "Istriku, Yuk nanti kesiangan." Ucap Agam mengusap Kepala Istrinya.

Agam mencoba melepaskan pelukan erat istrinya dan bersiap mengambil Wudhu lagi, dengan langkah pelan ia menuju kamar mandi Agam takut Istrinya terganggu dengan suara langkah kakinya. "Gufronaka" Lirih Agam.

Istrinya ternyata sudah bangun dan duduk di ujung kasur, "Alhamdulillah sudah bangun." Sapa Agam.

Ara tersenyum malu dan berdiri menuju kamar mandi, "Aduh." Ucap Ara.

Agam tersenyum malu dan memalingkan wajahnya dari istrinya, "Maaf in Mas ya." Ucap Agam dengan nada bicara rendah.

"Jangan di bahas mas, Aku malu." Balas Ara.

"Baiklah Mas gak akan membahasnya lagi." Kata Agam.

Mereka saling membuang muka karena Malu mengingat kejadian semalam, Agam segera menunaikan Shalat.

Istrinya masih belum keluar dari kamar mandi, Agam sedikit khawatir terjadi apa-apa pada istri tercintanya Akhirnya ia memutuskan menunggu di depan pintu kamar mandi. "Istriku? Lagi apa kok belum keluar? Kenapa? Masih sakit?." Tanya Agam Khawatir.

Sementara Itu Ara yang dikamar mandi terlihat geram mendengar Agam kembali membahas itu, "Gapapa kok Mas." Balas Ara dari kamar Mandi.

"Yakin? Mau mas tanyain gak ke Mama takutnya kamu kenapa-kenapa." Sahut Agam.

Mendengar Agam mengatakan Itu Ara langsung Syok dan keluar dari kamar manfi dengan cepat, " Jangan Mas Aku malu banget bahas begituan sama Mama." Kata Ara.

"Tapi kan Biar Mama kasih solusi harus gimana-gimana nya, kan Aku gak tau." Balas Agam Khawatir.

"Gapapa Mas serius, nanti biar Aku cari tau sendiri di Google." Balas Ara menenangkan Agam yang terlihat Khawatir.

"Coba Mau aku periksa Dulu gak? Takutnya kenapa-kenapa loh." Ucap nya.

Ara terdiam membisu, pipinya memerah ia menahan Rasa malu dan mencoba mengendalikan dirinya. "Mas Aku Sholat Dulu ya." Tegas Ara meninggalkan Agam di depan pintu Toilet.

Agam memang masih polos, ia tak tau akan begini jadinya.

Ia juga sangat Khawatir dengan keadaan Ara yang terlihat kesakitan, Agam ingin sekali menanyakan nya Kepada Mama nya namun Ara sangat melarangnya.

...

Keduanya tidak berkutik lagi, Ara yang sedang memegang telepon genggam nya sedang serius membaca Artikel hingga tidak sadar suaminya masih memandanginya dengan wajah Khawatir.

Lagi, Agam kembali mencoba membujuk Ara untuk diperiksa Olehnya atau Mama nya. "Sayang?" Tanya Agam.

Ara yang masih malu tidak memberi jawaban apa pun kepada Agam, ia hanya terdiam mendengarkan.

"Boleh gak mas Liat?" Tanya Agam.

Ara sudah mulai tidak bisa sabar lagi kali ini, ia benar-benar ingin membuat Agam berhenti membahas itu. "Mas Jangan dibahas, Malu mas." Tegas Ara.

"Tapi mas cuman pengen liat HP sama Sayang Barengan, Emang Sayang nonton Apa kok Malu?" tanya Agam.

"Hah?" Ara terdiam.

"Oh HP, Boleh Mas." Balasnya sembari menghela nafas panjang.

Agam segera memasukan kakinya ke selimut dan duduk di samping istrinya, "Boleh gak Mas minta sayang Bobo lagi di Pelukan mas." Ucap Agam.

Ara terdiam, walaupun malu mau tidak mau permintaan suaminya harus ia penuhi agar tidak mengundang kebencian di hati suaminya. "Boleh Mas." Balas Ara

Ara akhirnya tidur di pangkuan suaminya itu, "Lagi Liat apa kaya serius banget?"tanya Agam.

"Ini loh penyebab kenapa sakit yang tadi." Balas Ara.

Agam mencoba memfokuskan matanya pada artikel itu, "Hah Robek? Apanya?" Ucap Agam dengan terkejut.

Ara segera menutup dirinya dengan selimut dan menutup telinganya dari Pertanyaan-pertanyaan yang akan Agam lontarkan setelah ini, "Hah kok Robek? Terus sekarang gimana? Mau ke dokter gak? Ayok mas anterin." Kata Agam.

Entah kenapa makin kesal saja saat Agam lagi-lagi membahas tentang periksa, Ara semakin tidak tahan. "Ya Allah pagi-pagi mood ku sudah dirusak." Lirihnya.

Agam sedari tadi menggaruk kepala nya kebingungan dengan tingkah Ara yang seolah tidak suka kalau Agam memperhatikannya, "Sayang gak suka diperhati in Aku?" tanya nya.

"Ngak Gitu, tapi Mas nya bahas itu terus kan Aku nya Malu." Jawab Ara dari bawah selimut.

Sementara Itu Ibu Ara di rumah sudah Khawatir, di malam pertama pernikahan mereka Ara sudah diajak pergi ke rumah barunya.

Padahal Ara adalah Anak yang sedikit manja, ia kadang tidak bisa jauh dari Ibunya, "Pak, Aku Khawatir Sama Anak kita takut dia gak betah." Tanya Ibu khawatir.

"Gapapa Buk, tidak usah dipikirkan mereka akan baik-baik saja kok Bapak yakin Agam anak yang baik." Balas Bapak dengan tenang.

Ibu terlihat gelisah, pagi ini mereka sudah berada di meja makan terlihat sangat hampabdan sepi kini anak gadis satu-satunya sudah tidak tinggal bersama mereka.

Ibu pun harus menyesuaikan diri mengurangi porsi lauk dan Nasi yang ia masak.

"Kalau Anak kita ada, pasti makan banyak hari ini" Lirih Ibu sembari menghela nafas panjang.

"Sudahlah Buk, Anak kita cuman di Kecamatan sebelah saja kok Ibu tidak Usah khawatir." Balas Bapak berusaha menenangkan istrinya.

Ibu sangat merasa kehilangan setelah puterinya menikah, tatapannya kosong melihat meja ke kursi di hadapannya.

Kursi yang biasanya di duduki puteri tunggalnya, telinga yang biasa mendengar kebisingan dari puterinya itu kini tengah merindukan seorang gadis yang ribut berebut suapan dari Ibu dengan Bapak cinta pertama bagi puterinya itu.

"Pak? Menurut Bapak, Apa Puteri kita bersedia menemani masa tua kita? Rasanya berat sekali terbiasa dengan kehilangan ini." Lirih Ibu. Air matanya perlahan menetes membasahi pipi dan jilbab yang ia kenakan.

Sementara Bapak hanya tertunduk diam meratapi perkataan pasangan tercintanya, "Baiklah Kita main sore ini kesana ya." Jelas Bapak.

Ibu menatap ke arah bapak dengan senyum yang merekah di bibir nya, "Serius?, Alhamdulillah kalau begitu Ibu mau masak dulu buat Anak kita sama mantu kita ya Pak." Ucap Ibu tergesa-gesa tidak sabar.

Bapak menggenggam tangan Ibu menghentikan Ibu yang akan beranjak dari tempat duduknya disamping laki-laki umur 30 an itu. "Tunggu Ibu bidadarinya Bapak yang Cantik, Masa Bapak sarapan sendirian sih." Kata Bapak dengan nada memelas .

Ibu tertawa kecil dan segera menyendok Nasi dan membaginya ke piring Lelaki Di sampingnya itu, "Tidak akan Ibu biarkan Bapak sarapan sendirian, Terima kasih Sudah berusaha menghibur Ibu dari kesepian ditinggal Anak kita satu-satunya." Balas Ibu.

"Ah Ibu tidak Usah berlebihan, Setiap Anak pasti akan menikah dan meninggalkan rumah orang tuanya. Itu sudah hukum Alam dan kita hanya manusia yang harus menaati Aturan Allah dan harus tetap kuat menjalaninya seberat apa pun." Balas Ayah menghela Nafas panjang.

sepertinya yang merasa kehilangan bukan hanya Ibu saja, hanya saja Bapak mampu menyembunyikan kesedihannya di depan Wanita yang ia cintai itu.

sebenarnya hatinya juga terasa sesak, Rumah yang hangat dengan seorang puteri yang Aktif berlari-lari di ruang tamu, mengotori dapur dengan Ibunya belajar masak-masak itu kini sudah benar-benar tidak ada di hadapannya lagi.

"Ayah Ternyata Juga Rindu Nak." Lirih Ayah yang sedang duduk di ujung kasur puterinya.

banyak kenangan di kamar itu, Photo-photo keluarga kecil itu juga ada di meja belajar puterinya.

Banyak sekali penghargaan yang Ara capai karena bimbingan kedua orang tuanya, mereka tidak pernah memaksa puterinya untuk berprestasi dan memberi nya kelas bimble yang banyak namun berkat didikan mereka Puterinya kini sudah menjadi Anak yang mampu menjuarai di banyak bidang mulai dari bidang keagamaan hingga menjadi murid paling disegani di sekolah karena Akhlak, prestasi, harta tentu saja juga karena parasnya yang cantik.

lengkap sudah, Ara kini jadi wanita paling bahagia di hidupnya.


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login