Download App
69.49% Lady Renee

Chapter 82: Senjata Makan Tuan 4

GRAK … GRAK ….

Celia mendongak ke atas dan ia melihat cahaya jingga yang menyelinap masuk ke bawah, sangat terang bahkan sampai-sampai ia rasanya buta selama sesaat.

"Apa-apaan ini?" Wanita itu langsung mundur ke tempat teraman dari reruntuhan yang terus berjatuhan dari atas, ia mengerutkan keningnya. "Ti ... tidak mungkin!"

Dari atas, di antara cahaya jingga yang bersinar terang, di antara reruntuhan yang terus berjatuhan ke bawah, Celia melihat Renee.

Bagaimana wanita itu bisa memiliki kekuatan sebesar ini?

Menghancurkan lantai yang ada di atas sana adalah sesuatu hal yang tidak mungkin ia lakukan tanpa bantuan para monster dan ular-ularnya.

Apakah efek dari cahaya jingga sekuat itu?

Celia merasakan perasaan yang tidak nyaman di hatinya, seperti ia merasakan perasaan terancam daripada saat ia pertama kali bertemu Renee, aura yang dimiliki oleh wanita itu berbeda sekarang.

"Leo!" Dylan yang jatuh dari atas dengan jeli melihat keberadaan sahabatnya, ia langsung melirik Renee. "Be … Bella, di sana juga ada Bella!"

Meski ia tidak terlalu menyukai Bella karena mulutnya yang sedikit kasar, ia tidak bisa membiarkan wanita itu begitu saja.

Renee menggerakkan cahaya jingga yang ada di sekitar, menyapu apa yang ada di sekitar Leo, laki-laki itu mendongak dengan gerakan pelan, tubuhnya tertindih reruntuhan dan tidak jauh darinya Bella juga dalam keadaan yang tidak jauh berbeda.

Renee akhirnya bertemu dengan Leo!

SRATS!

"Leo!" Renee memanfaatkan cahaya jingga agar ia tidak jatuh dengan rasa sakit, ia langsung berlari menghampiri laki-laki itu. "Kau baik-baik saja?"

Leo menatap Renee dengan kosong, di sisi lain Dylan menghampiri Bella yang tertindih reruntuhan, mencoba menyelamatkannya dan sesekali melirik Leo dengan khawatir.

"Leo, kau baik-baik saja?"

Renee menyentuh wajah Leo, menepuknya dengan pelan. Sangat dingin, seperti bongkahan es yang ia temukan di musim salju.

Mata hitam yang selalu menatap Renee dengan tajam itu sudah menghilang, jantung wanita itu berdebar lebih kencang dan ia mulai merasa gelisah.

"Leo, kau … katakan sesuatu …." Renee tergagap, tidak bisa mengatakan hal selanjutnya, ia takut.

Arthur jatuh tanpa bantuan cahaya jingga dari Renee, sehingga ia harus merasakan rasa sakit menghantam punggungnya, laki-laki itu terpersosok di antara bebatuan dan tidak bisa bergerak, mata birunya melirik ke sekitar.

Ia ingin mengumpat karena Renee pilih kasih, tapi tidak berani karena takut situasi akan semakin buruk nantinya. Mata biru laki-laki itu melirik ke sekitar, tubuhnya langsung menegang.

Ada sosok yang berdiri tak jauh dari mereka, memegang tongkat dan wajahnya tidak terlihat dengan jelas, seperti ditutupi oleh kabut berwarna hitam di tengah terangnya cahaya jingga milik Renee.

"Tuan?" Arthur bergumam pelan, ia tidak pernah melihat sosok ini secara langsung dan merasa dirinya harus hormat, tapi apa yang ia lihat, tidak sesuai ekspektasinya.

Tuannya adalah seorang wanita yang memiliki tubuh langsing?

Bukankah ini terlihat mirip seseorang yang ia kenal?

Renee langsung mengalihkan pandangan, ia menatap sosok yang ditutupi kabut hitam, cahaya jingga berkeliaran di sekitar seperti serbuk debu, melayang-layang kesana kemari.

"Apa yang sebenarnya telah kau lakukan pada Leo dan Bella?" tanya Renee tanpa basa-basi, ternyata sosok tuan yang digadang-gadangkan bisa mengendalikan semua monster yang ada di kota Dorthive tidak sejelek yang ia kira.

"Aku tidak melakukan apa-apa," kata sosok itu dengan nada sinis, merasa kehadiran Renee sangat menganggu. "Aku hanya melakukan sesuatu yang seharusnya aku lakukan, kalian penganggu."

Celia tidak suka Renee yang datang dengan segala kehebohan yang ia miliki, ia sudah membangun semua ini selama beetahun-tahun, jangan sampai wanita ini merusaknya.

"Dia … Tuan?" Dylan yang berhasil menyeret Bella keluar dari reruntuhan terperangah, bukan karena ia terpesona, melainkan karena ia merasa marah.

Orang yang ada di depan mereka ini adalah sumber dari segala masalah yang terjadi di kota Dorthive, membuat mereka sengsara.

Orang yang ada di depannya ini, lebih pantas untuk mati.

Dylan terengah-engah, kedua tangannya terkepal dengan erat, ia merasa kepalanya sakit hanya karena melihat sosok berkabut hitam di depannya ini.

"Tenanglah Dylan," kata Renee sambil mengulurkan tangannya, ia menatap Leo sekali lagi. "Daripada itu, Leo sepertinya berada dalam situasi yang buruk."

Laki-laki itu jelas tidak menunjukkan reaksi yang berarti ketika melihatnya, seakan jiwanya telah lenyap dan hanya menyisakan raga yang kosong. Mata hitam itu tidak berkedip dan setengah wajahnya menghitam seperti terbakar.

Keadaan Bella juga sama, mata mereka tidak ada lagi cahaya kehidupan.

"Dylan, Arthur, bisakah kalian mengulur waktu sebentar?"

"Apa?" Arthur yang baru saja lolos dari reruntuhan mendesis, ia menatap sang Tuan yang masih berdiri di atas batu dengan tongkatnya. "Kau ingin aku melawan Tuanku sendiri?!"

Dylan meraih pedang berkarat yang ada di tangan Bella, ia tidak banyak komentar. Renee pasti akan menyembuhkan Leo seperti dirinya beberapa saat yang lalu, wanita itu pasti punya cara.

Ia hanya perlu menghadapi sang Tuan berserta para monster, bukan hal yang sulit. Meski harus mengorbankan nyawanya, tidak apa-apa, yang penting Tuan yang ada di depan mereka ini terkalahkan.

"Gila!" Arthur meraung, ingin protes lagi tapi tidak bisa karena Dylan melemparkan pedang pendek yang ia dapat dari reruntuhan. "Apa …"

"Kau masih ingin hidup, kan?" Renee menatap Arthur dengan dingin, ia menyipitkan matanya sebelum kembali menatap Leo. "Lakukan apa yang aku katakan."

Dylan menelan ludah, ia langsung melirik Arthur.

"Sialan, aku merinding." Arthur menggertakkan gigi dan berdiri di sisi Dylan untuk menghadang sosok Tuan yang masih berdiri di depannya.

Renee mengabaikan apa yang ada di sekitarnya, ia menggenggam kedua tangan Leo dengan erat, memanggil-manggil nama laki-laki itu.

"Leo, apa kau bisa mendengarkan aku?" panggil Renee tanpa henti, yang ia dapat masihlah tatapan kosong dan tangan yang dingin.

Laki-laki itu mungkin tidak lagi melihatnya atau mendengar apa yang ia katakan.

Renee meringis, merasa hatinya sakit.

Jika ia datang lebih cepat, maka keadaan Leo tidak akan seburuk ini, kan?

Cahaya jingga menyebar di antara kedua tangan mereka yang saling bertaut, Renee mencoba menyalurkan kekuatannya pada Leo, mencoba melakukan hal yang sama dengn apa yang pernah ia lakukan pada Dylan.

Ia harus berhasil, ia harus menarik kembali kesadaran Leo.

Harus!

Ia sudah berjanji.

Tangan Leo masih terasa sedingis es seperti ia tinggalkan terakhir kali, tapi tangan inilah yang membuat Renee tidak bisa melupakan Leo.

"Leo, ayolah, dengarkan aku." Renee hampir menangis di depan Leo, Bella yang bersandar di reruntuhan juga tidak merespon, mereka seperti boneka porselen yang sudah setengah rusak.

"Aku mohon, jangan pergi." Renee meremas kedua tangannya yang saling bertaut, ia tidak ingin laki-laki yang ada di depannya ini menghilang. "Tolong, lihat aku! Dengarkan aku!"


CREATORS' THOUGHTS
Winart12 Winart12

(◍•ᴗ•◍)❤❤️❤️❤️

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C82
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login