Download App

Chapter 7: Si Kodok Jadi Tampan?

"Oke, sudah selesai. Jangan dipakai dulu kacamatanya! Mas Bekti mau foto dulu sama kamu." Dia segera mengambil handphonenya. Mas Bekti berfoto bersama Galang tepat di depan cermin.

Galang segera menggunakan kacamatanya kembali. Dia melihat lurus ke arah cermin besar di depannya. Pantulan dirinya dengan model rambut yang baru terlihat sangat jelas. Dia merasa seperti rambutnya tidak banyak berubah, seperti tidak bertambah pendek atau lebih tertata. Galang hanya melihat rambutnya cuma di bentuk ulang dan dirapikan agar terlihat bergaya.

"Mas, ini tidak dipotong pendek?" Galang memutar kepalanya ke kiri dan kanan. Dia ingin melihat hasil potongan rambut sisi samping.

"Kalau di potong pendek, kamu seperti tuyul pencari cuan, tidak cocok sama sekali." Mas Bekti melepaskan kain pelindung yang digunakan Galang agar tidak terkena rambut yang berjatuhan.

Mas Bekti merapikan sweater hoodie dan memberikan parfum maskulin miliknya untuk menambah pesona Galang.

"Beres semuanya," ungkap Mas Bekti.

"Lumayan, Galang suka." Dia masih saja berkaca di depan cermin kaca besar.

"Ya pasti suka! Siapa dulu yang potong, Mas Bekti gitu loh …." Mas Bekti mengedipkan sebelah matanya. 

"Jangan terlalu percaya diri, Mba Bunga." Galang menepuk bahu Mas Bekti berkali-kali.

"Ish!" Mas Bekti kesal.

Galang berjalan menuju ke ruang tunggu di depan pintu masuk. Beberapa pelayan salon dan petugas potong rambut melihat ke arah Galang penuh dengan rasa takjub. Mereka tidak mengira bila Galang bisa berubah sejauh itu. Bahkan beberapa wanita yang sedang memotong rambut juga terus melotot ke arah Galang.

"Gue sudah selesai, cepat bayar dan kita bisa langsung pulang." Galang berdiri di depan Dena. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam kantong sweater hoodie miliknya.

Dena yang sedang membaca majalah fashion tentang model rambut yang tren di tahun ini langsung menoleh ke atas. Dia melihat wajah Galang beserta model rambut baru miliknya.

"Woy? Kenapa diam?" Galang melihat Dena memandangnya terus tanpa berkedip.

Dena bangun dari tempat duduknya, tatapan matanya lurus tertuju ke wajah Galang, "Lo benar Galang?"

"Hah? Maksud lo?" Galang bingung.

"Buka kacamata lo!" Dena langsung mengambil kacamata Galang. 

"What-woy!" Galang tidak bisa menghentikan kelakuan Dena.

Dena sangat terkejut. Dia seperti melihat orang yang berbeda. Wajah Galang terlihat lebih bersinar dan terlihat lebih cerah. Model rambut barunya pun lebih bergaya dan terlihat rapi. Penilaian Dena mengenai prediksi penampilan Galang yang tampan tanpa memakai kacamata dan model rambut yang lebih stylish ternyata benar.

"Gue suka, akhirnya si kodok buruk rupa berubah jadi seorang pangeran." Dena tersenyum.

"Sebentar, memang muka gue menonjol ke luar seperti kodok?" pikir Galang.

Dena menghampiri Mas Bekti dan beberapa staf salon lainnya. Dia mengucapkan terima kasih dan segera membayar jasa potong rambutnya.

Setelah itu, Dena segera menarik Galang keluar dari salon tanpa memberikan kacamata miliknya.

"Dena, kacamata gue! Ini buram semua!" Galang tidak bisa melihat jelas semua benda di depannya.

"Sebentar! Tunggu sampai lima belas menit." Dena menuntun Galang dengan menggenggam erat tangan kanannya.

Beberapa pengunjung mall yang melihat Galang lewat langsung tertegun takjub. Mata mereka terbelalak tidak percaya. 

"Entah kenapa, tapi gue merasa mata mereka pada melihat ke arah gue," bisik Galang.

"Mereka terpesona oleh wajah lo," balas Dena.

Galang merasa bingung. Kenapa mereka semua terpesona dengan wajahnya?

Dena terus memandu Galang dan berhenti di sebuah restoran ramen dan sushi. Dena mengajak Galang masuk dan menyuruhnya duduk di tempat kosong. 

"Kacamata, mana?" Galang terus meminta kacamata miliknya.

Dena langsung memberikan kacamatanya. Dia segera memesan beberapa menu makanan tanpa persetujuan Galang.

"Kenapa kita ke sini? Bukannya pulang?" tanya Galang.

"Kita butuh makan siang. Gue lapar." Dena memesan satu set sushi dan dua ramen yang sudah menjadi satu set paket dengan bonus tambahan minuman ice lemon tea.

"Gue bisa makan di rumah," jawab Galang.

"Ini gue yang traktir, anggap sebagai bayaran untuk lo karena sudah mau jadi teman panggilan buat gue." Dena tersenyum menatap Galang. Setelah selesai memesan, dia segera memberikan kembali buku menunya ke pelayan.

"Teman panggilan? Terdengar seperti …." Galang berpikir yang tidak-tidak.

"Eh, banyak yang melirik lo dari tadi. Ternyata si kodok buruk rupa bisa juga punya fans," sindir Dena.

"Ha! Ha! Ha! Saya tertawa geli," balas Galang.

"Permisi, ini satu set sushinya dan ramennya. Dan ini mumannya." Pelayan meletakkan makanan pesanan Dena di atas meja.

"Oke, kita makan siang dulu, habis itu kita keliling mall lagi sekalian menuju pintu keluar." Dena mengambil satu biji sushi dan memakannya.

"Wah, agenda lo sangat simpel tapi melelahkan," sindir Galang.

Dena memberikan satu biji sushi di piring kosong Galang. Dia ingin Galang mencicipinya.

"Terima kasih, ini pertama kalinya gue makan sushi." Galang segera memasukkan sushi itu ke mulutnya.

"Enak?" tanya Dena.

"Terasa seperti lontong." Mulut Galang terasa penuh. Dia berusaha sangat keras untuk mengunyahnya.

"Coba mie ramennya, ini super duper enak!" Dena menyeruput mie ramen di depannya.

"Si bocil Rafa bagaimana? Lo tidak menghubungi dia?" tanya Galang.

Dena menghentikan tangannya untuk menyeruput mie. Pandangannya terlihat lesu dan bingung.

"Dia tadi kirim pesan, tapi belum gue jawab. Gue bingung mau jawab apa?" Dena melanjutkan makannya.

"Bilang saja, sorry kita tidak jodoh, titik." Galang menatap Dena. Di mulutnya banyak bekas kuah ramen.

Dena tersenyum, dia mengambil tisu dan mengelap mulut Galang.

"Ke-kenapa?" Galang terkejut. Dia hanya bisa bergumam di hatinya. Sentuhan tangan Dena sangat luar biasa, Galang sampai merasakan denyut jantungnya berdetak kencang.

"Cepat makan, habis itu kita segera pergi dari mall ini. Gue takut kita bisa bertemu dengan Rafa lagi." Dena menghabiskan dua biji sushi lagi.

"Aneh, gue suka dengannya hanya sebatas pengagum. Lalu, saat tadi dia melakukan itu, gue merasa ada yang tumbuh. Tapi apa?" Pikiran Galang mulai menerawang jauh.

Setelah film selesai, Rafa keluar dari studio bioskop dengan membawa dua popcorn milik Dena dan Galang. Dia duduk di tempat kosong di ruang tunggu dekat pintu masuk. Sambil melepas lelah, Rafa mengecek handphonenya, tapi sayangnya tidak ada satu pun pesan yang masuk. Rafa merasa kecewa saat Dena memutuskan untuk pulang, namun dirinya tidak bisa melarangnya untuk pergi.

"Apa mungkin gue telepon saja?" Rafa merasa ragu untuk menelepon.

Setelah selesai makan, Dena dan Galang mengelilingi lantai dasar dan melihat-lihat beberapa stand restoran dan toko yang menjual berbagai produk makanan hingga pakaian. 

"Eh, coba sini! Itu apa?" Dena menunjuk ke pameran hewan pengerat di tengah hall mall.

Galang melihat beberapa hewan pengerat mungil nan lucu. Ada tikus, hamster, kelinci, tupai, lemur dan macam lainnya.

"Oh, itu namanya hamster," jawab Galang.

Mereka berdua mendekat. Dena tertarik pada satu jenis hamster yang sedang bermain dengan treadmill mini miliknya. Dena terus saja tertawa melihat tingkah lucu si hamster berwarna coklat keemasan itu.

Sedangkan Galang lebih memilih melihat seekor marmut. Dia tersenyum saat mengelus bulu halus salah satu marmut berwarna coklat kemerahan seperti warna batu bata.

"Mas, apa bedanya hamster dan marmut?" tanya Galang.

"Oh, perbedaan utama dari marmut maupun hamster adalah ukuran tubuhnya, Mas. Marmut itu, memiliki tubuh sekitar 42-54 cm, sedangkan hamster hanya tumbuh sepanjang 5-7 cm. Lalu, marmut lebih menyukai rumput-rumputan dan buah-buahan berukuran kecil. Sedangkan hamster lebih menyukai biji-bijan." Seorang petugas memperlihatkan kepada Galang saat marmut dan hamster diberi makanan.

"Mereka lucu, pipinya gembul saat mengunyah biji bunga matahari." Dena tersenyum saat mengelus satu marmut gembul berwarna abu-abu.

"Maksud lo kuaci?" pikir Galang.

"Iya, kuaci." Dena merasakan handphone miliknya bergetar. Dia melihat adanya panggilan masuk.

"Siapa? Rafa?" Galang penasaran.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C7
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login