Download App

Chapter 9: Phobia Ruang Sempit

Lina berkali-kali melirik pintu kelas, temannya itu sudah berjam-jam tidak kembali. Bahkan dua mata pelajaran telah ia lewati, Lina khawatir terjadi sesuatu dengan gadis itu. Akan tetapi niat Lina ingin mencari Adel terurungkan karena gadis itu sering menyendiri saat mendapat masalah.

Bahkan ponsel Adel, ia tinggal bersama atasnya di sini. Terakhir kali ia hanya berpamitan ke kamar mandi. Akan tetapi Adel sering melakukan hal itu, pergi tanpa membawa ponselnya membuat Lina geram sendiri karena tidak bisa mengetahui keberadaan maupun tidak bisa mengirimkan pesan.

Ia tidak ingin mengganggu waktu sendiri untuk Adel. Para guru menanyakan Adel dan hanya di jawab Lina sedang berada di UKS karena tidak enak badan. Akhirnya gadis itu berencana mencari Adel nanti setelah pulang sekolah.

DING DONGG

Suara bel pulang sekolah terdengar menggema di setiap sudut sekolah membuat para siswa bersorak karena telah waktunya pulang sekolah.

"Kemana sih tu anak, ngerepotin aja deh," ucap Lina membereskan bukunya sendiri dan juga buku milik Adel, sampai saat ini gadis itu belum kembali ke kelas.

Dan Lina kesal karena harus mencari temannya itu.

"Lin," langkah gadis itu yang baru saja keluar dari ruang kelas terhenti saat mendengar namanya dipanggil.

"Ehh, Revan ada apa?" jawab gadis itu saat mendapati Revan yang tengah memanggil namanya.

"Adel mana?"" tanya Revan karena ia tidak bisa menemukan Adel dari sekian banyak siswa yang baru saja keluar dari kelas.

"Nggak tahu tuh anak, suka ngilang kalo lagi bad mood," jawab Lina.

"Kira-kira di mana dia?" tanya lagi Revan.

"Aku gak tahu, ini aku baru mau nyari,"

"Gue ikut!" tiba-tiba saja perasaan tidak enak dan khawatir muncul di hati laki-laki itu.

Akhirnya Lina dan Revan berjalan mencari keberadaan Adel, mereka berdua berjalan ke perpustakaan yang menjadi tempat pertama yang Adel tuju saat moodnya buruk. Namun nihil, Adel tidak ada di sana.

Mereka berdua kembali berjalan menuju taman yang juga kosong, Adel tidak berada di sana. Tujuan ketiga mereka adalah Rooftop sekolah, jika Adel tidak ada di sana Lina sudah tidak tahu lagi harus mencari sahabatnya itu kemana.

"Dia juga gak ada di sini?" ucap Lina kesal.

"Ke mana dih dia?" Lina hampir kehilangan kesabaran, berbeda dengan Revan yang semakin merasa khawatir, takut jika terjadi sesuatu terhadap gadis itu.

"Dia pamit nggak mau pergi ke mana?" tanya Revan yang sudah kehilangan ide ingin mencari Adel ke mana.

"Tadi dia cuma pamit ke kamar mandi," jawab Lina yang langsung membuat Revan pergi mencari ke kamar mandi di seluruh gedung sekolah.

Sedangkan seorang gadis telah dibanjiri air mata di pipinya, telah berjam-jam ia berada di sini, gadis itu memiliki trauma ruangan sempit. Entah bagaimana awal mula Adel mendapat phobia itu ia tidak ingat.

Yang dapat Adel rasakan saat ini adalah ketakutan yang luar biasa saat pintu kamar mandi tidak bisa dibuka, ruangan yang hanya berukuran dua kali dua meter itu terasa menghimpitnya. Adel memegangi dadanya yang terasa sesak, kepalanya mulai berkunang-kunang. Tangannya masih saja terus mendobrak pintu.

"Tolong!" suara Adel lirih karena tak lagi memiliki kekuatan untuk berteriak.

Tubuh gadis itu jatuh terduduk di atas lantai, kepalanya sangat berat tubuhnya menggigil. Sebelah tangan Adel menyeka keringat dingin yang membasahi pelipisnya dan juga air matanya yang telah membasahi pipi.

"ADEL!" sayup terdengar suara seorang laki-laki yang memanggil namanya membuat Adel memaksakan diri untuk berdiri.

"Adel, kamu di mana?" suara itu, suara yang Adel kenali. Kedua tangan gadis itu mencoba kembali memutar knop pintu yang tetap tidak bisa dibuka.

"Revan," tariak Adel walau tetap terdengar lirih.

Suara laki-laki yang memanggilnya adalah Revan, gadis itu tidak mungkin salah mengenali suara itu.

"Tolong," walaupun Adel telah berusaha berteriak namun suaranya tetap lirih karena ia telah kehabisan tenaga.

Phobia ruangan sempit yang ia derita sangat membuat gadis itu merasa ketakutan.

"Adel!" suara itu masih terus memanggil namanya, namun apa daya Adel tidak bisa balik berteriak memanggil laki-laki itu.

"Re-van, a-aku di sini." ucap Adel lemah.

BRAKKK

Mata sayu Adel menatap pintu di hadapannya yang bergetar karena didobrak dari luar.

BRAKKK

Pintu itu langsung terbuka lebar saat dobrakan kedua menampilkan wajah khawatir seorang laki-laki yang langsung memeluk tubuh gadis itu.

"Adel, kamu gak papa?" tanya Revan, namun hanya isak tangis yang dapat gadis itu keluarkan. Ia sudah tidak bisa berkata-kata lagi.

Tubuhnya sangat dingin, mungkin saja jika Revan tidak segera menemukannya gadis itu telah pingsan di dalam kamar mandi.

"Del, lo gak papa?" suara Lina yang berlari ke arah gadis itu.

"Gue gak papa," jawab Adel setelah ia menarik tubuhnya dari pelukan Revan.

"Gimana bisa lo kekunci di kamar mandi?" Adel menggeleng tidak tahu, tiba-tiba saja ia telah terkunci tanpa tahu siapa yang menguncinya.

"Lo beneran gak papa, muka lo pucet banget, Del," ucap Lina.

"Kamu mau ke UKS? Atau aku antar pulang?" tanya Revan.

"A-aku—"

Tubuh gadis itu limbung, Revan terburu-buru menangkap tubuh Adel. Gadis itu pingsan membuat Lina panik melihat sahabatnya itu.

"Kita harus ke rumah sakit!" ucap Revan yang langsung diangguki Lina

Revan menggendong tubuh Adel ala bridal style dengan tubuh gadis itu yang terkulai lemah segera menuju taksi yang telah dipesan oleh Lina.

"Lo kenapa sih, Del? Jangan bikin gue khawatir gini!" ucap Lina saat mereka bertiga telah berada di alam taksi.

"Dia phobia ruang sempit," jawab Revan.

"Bagaimana kamu tahu?" Tanya Lina, karena selama ini Adel tidak pernah bercerita tentang apapun kepadanya, ia hanya tahu jika Adel takut ruangan gelap.

"Ada kejadian di masa lalu yang membuat Adel mengalami phobia, ini salahku jadi wajar jika sampai saat ini gadis itu membenciku," ucap Revan.

Lina diam, sepertinya kejadian masa lalu itu sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan Adel hingga membuat sahabatnya setakut itu dengan ruangan sempit.

Manik hazel gadis itu mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya.

"Adel, lo gak papa?" Lina orang pertama yang menyadari gadis itu telah sadar.

"Ini di mana?" ucap Adel.

"Kita di taksi menuju rumah sakit, kamu harus diperiksa," jawab Revan namun gadis itu menggeleng.

"Aku mau pulang!" ucap Adel, Revan dan Lina saling tatap sejenak sebelum berkata kepada supir taksi untuk berbalik arah dan menuju rumah Adel.

Tak lama taksi telah menepi ke sebuah rumah dengan halaman yang tidak terlalu luas, mereka telah sampai ke rumah Adel. Lina segera membantu Adel keluar dari taksi dengan Revan yang telah membukakan pintu taksi untuk kedua gadis itu.

Kondisi tubuh Adel telah lebih baik, wajahnya tidak sepucat tadi dan tangannya sudah kembali menghangat.

"Ehh, ada apa ini?" ucap Arka saat melihat Lina dan Revan memapah Adel berjalan masuk ke rumah.

"Phobia Adel kambuh, Kak?" jawab Revan membuat Arka terbelalak. Laki-laki itu segera membantu Lina membawa tubuh Adel masuk ke dalam kamarnya.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C9
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login