Download App

Chapter 2: Chapter 1

Bandung, Juli 2002.....

Masa orientasi dunia kampus teknologi, suatu program kampus yang harus dijalani oleh seluruh mahasiswa dan mahasiswi kampus teknologi. Suatu program yang berisi tentang pengenalan dunia kamus yang akan kami jalani dalam beberapa hari ke depan sebagai Mahasiswa kampus Teknologi.

Hari itu, Sang Surya begitu bersemangat memancarkan cahayanya di atas langit biru. Semangat membaranya begitu kami rasakan di dataran bumi ini, tempat kaki kami berpijak. Di bawah sinarnya, aku berdiri bersama rekan-rekan baruku di tengah lapangan kampus teknologi. Kami berdiri, bukan karena bagian dari suatu agenda kegiatan keakraban ataupun masa pengenalan dunia kampus teknologi. Kami berdiri di sana, karena kami harus menerima konsekuensi dari segala kesalahan yang telah kami lakukan.

"Kalian semua!!! Berdiri yang tegak!!!" perintah seorang Kakak panitia dari divisi keamanan dan kedisiplinan kepada kami.

Dia berjalan kesana kemari tepat di hadapan kami, seperti seterikaan tradisional yang baru saja diisi serpihan arang panas. Sangat selaras dengan kepalanya yang pelontos dan warna kulitnya yang gelap.

Raut wajahnya yang menyeramkan, sangatlah sesuai dengan peran yang dia mainkan sebagai seorang panitia yang berada di divisi keamanan dan kedisiplinan. Ekspresinya pun sangat menjiwai, Aku rasa dia cukup berbakat untuk bermain di pentas seni drama.

"Apakah kalian sudah tahu apa kesalahan kalian?!" Dia bertanya kepada kami dengan nada yang tinggi.

"....." Tak ada satupun dari kami yang berani menjawab.

"Ditanya kok diam saja? Kalau ada orang bertanya, dijawab dong dek....!" teriak seorang panitia bertubuh cungkring yang tengah berdiri di belakang panitia berkulit gelap berwajah menyeramkan. "Kalian punya mulutkan?" sambungnya.

"Bacot bener sih nih orang." gumamku dalam hati.

"Jawab woiiiii!!!" teriak panitia berkulit gelap. Suara teriakannya terdengar cukup memekikkan telingaku.

"Ah berengsek!!!" gumamku dalam hati.

"Kami paham dan siap menerima konsekuensi atas segala kesalahan kami." jawabku dengan suara lantang.

Tepat di malam hari, sebelum hari di mana aku berdiri di lapangan yang panas ini. Aku dan kawan-kawanku berkumpul bersama dengan Kakak-kakak senior dari Unit Kegiatan Mahasiswa Band di kantin kampus yang telah sepi. Kami nongkrong bersama, menikmati beberapa batang rokok kretek yang mampu menghangatkan nafasku.

Ah~ betapa bodohnya aku pada saat itu, karena lebih memilih menghangatkan nafas dengan cara menghisap rokok, dibandingkan dengan cara sehat meneguk segelas wedang jahe hangat, atau bajigur yang terasa lebih nikmat.

Ada beberapa temanku yang nongkrong di sana tak hanya sekedar merokok. Ada beberapa dari mereka yang meneguk minuman beralkohol. Entah apa yang ada di pikiran mereka, padahal mereka sudah mengerti bahwa pengaruh alkohol tidak terjadi sesaat saja.

Sebelum fajar tiba, kami sudah harus berkumpul di lapangan kampus. Tentu saja pengaruh alkohol masih aktif pada jam-jam tersebut.

Ah! Sungguh gila aku dibuatnya.

Tepat di waktu fajar, seorang panitia menginspeksi kami. Pada saat panitia tersebut berada di dekat temanku, dia mencium aroma alkohol yang masih melekat di tubuh temanku yang bodoh bukan kepalang. Sejak saat itulah bencana ini dimulai.

"Good! Good! Good!" kata panitia berkulit gelap. "Kira-kira hukuman apa yang pantas untuk kalian?" sambungnya.

"Makan siang." jawab temanku yang usai mabuk di malam hari.

Dari jawaban yang dia berikan, sudah tampak jelas bahwa dirinya masih belum sadar sepenuhnya.

Kakak-kakak panitia yang berdiri berbaris menyamping tersenyum sinis mendengarnya. Bahkan ada beberapa dari mereka yang menunjuk-nunjukkan jarinya ke arah temanku yang satu ini.

"Kampret! Bikin masalah baru lagi nih sitolol!" gumamku dalam hati.

"Suruh aja mereka lari keliling lapangan 10 putaran!" saran dari seorang panitia bertubuh tinggi berkulit cerah.

"Kagak faedah cuy!" kata seorang panitia berkaca mata yang tampak seperti seorang mahasiswa teladan. "Mending suruh mereka bersihin sampah-sampah di sekitar kampus." sambungnya memberi saran.

"Nah bener tuh, gua setuju!" kata pantia bertubuh cungkring.

"Hahahaha gila lu! Mereka gak bakalan sanggup woiii!!!" kata panitia berkulit gelap legam.

"Ya udah, suruh mereka bersihin sampah-sampah di sekitaran sini aja gimana?" saran panitia berkaca mata.

"Oke, gua setuju!" jawab panitia bertubuh tinggi.

"Gua juga setuju! Setuju! Setuju! Setuju!" jawab beberapa panitia yang lain secara serempak.

"Oke, kalian sudah denger sendirikan apa tugas kalian sekarang? Mulai sekarang, kalian pungutin sampah-sampah yang ada di area lapangan, sampai area pelataran gedung aula kampus! Kalian bersihin sampah-sampah sampai ke akar-akarnya!" perintah panitia berkulit gelap kepada kami.

"Sekarang kalian nunggu apalagi? Buruan jalan!" perintah panitia bertubuh tinggi berkulit cerah.

"....." Kami berjalan membubarkan barisan menuruti perintah mereka tanpa mengucapkan sepatah kata.

"Nih! Sampah di sini nih! Kalian pungutin nih!" perintah seorang panitia yang aku lupa wujudnya secara fisik.

"Bangsat! Kalau bukan karena panitia ospek, udah pada gua tampolin dah tuh!" ketus temanku yang bernama Bagus dengan nada berbisik.

Bagus, itulah nama temanku yang satu ini. Nama yang dimilikinya, mungkin hanya sekedar nama. Sifat dan perilakunya, tidaklah sesuai dengan nama dimilikinya.

"Sabar Gus, sabar... gak ada gunanya juga kita nampol dia Gus, yang ada kita malah bakalan kena sanksi dari kampus." bisikku pada Bagus.

"Peraturan taekkkk!!!" teriaknya geram.

"Hussst!! Jaga mulut lu Gus! Kedengeran mereka bisa makin gawat urusannya." tegurku padanya.

Sementara temanku yang masih belum juga sadar sepenuhnya, hanya duduk di dekat kami dengan pandangan hampa.

"Ah, rasanya aku sudah salah dalam memilih teman di kampus ini." gumamku dalam hati.

Sudah satu jam berlalu sejak kami memulai membersihkan seluruh sampah di area lapangan hingga gedung aula, tempat mahasiswa baru berkumpul mengikuti agenda orientasi mahasiswa baru kampus teknologi. Seluruh area lapangan dan gedung aula, sudah terbebas dari keberadaan sampah walau sehelai saja. Namun sayang, kami masih belum juga terbebas dari hukuman ini. Kami bagai budak sahaya yang untuk makan siang pun diperintahkan untuk menyantap makan siang di tepi lapangan, di bawah teriknya sang surya yang mampu membuat sakit kepala.

Berbeda dengan teman-teman mahasiswa baru yang menikmati hidangan makan siang di dalam gedung aula, mereka menyantap makan siang dengan diselimuti hawa dingin dari tiupan kipas angin yang berderu sepoi-sepoi.

Haaahhh~

Mimpi apa aku semalam hingga nasibku bisa jadi seperti ini.

Panitia pelaksana baru membebaskan kami tepat di sore hari, di saat langit telah menampakkan warna jingganya.

Mereka mempersilakan kami untuk memasuki gedung aula dan bergabung dengan teman-teman mahasiswa baru yang ada di sana.

"Haahhh~, akhirnya bisa masuk juga kita." ucapku merasa lega.

"Badan gua sakit semua cuk!" kata Bagus.

"Sekarang yang penting kita udah bebaslah bro!" kataku.

"Eh coy, ntar malem kita nge cs (counter strike) yok!" kata temanku yang membuat masalah dan sudah kembali ke alam sadar.

Temanku yang membuat masalah ini bernama Jeff, dengan nama asli Jefriadi.

Dia memiliki postur tubuh tinggi, berkulit cerah, dan ada sedikit luka di lengan kanannya. Walau terlihat bodoh, dia termasuk anak manusia yang terlahir dengan otak cerdas dengan IQ 130. Namun sayang, ia jarang menggunakan kecerdasan yang dimilikinya, dan membiarkan kecerdasannya itu tenggelam begitu saja.

"Semua gara-gara lu nih! Ah kampret emang lu! Udah gua bilangin jangan minum, masih aja nekat lu!!!" keluhku kepada Jeff sambil ku tepuk pundaknya.

"Sorry coy sor..ry. Gua khilaf coy, gua khilaf."

"Karena lu udah bikin kami menderita, gimana kalo ntar malem lu traktir kita makan? Iya gak Zul?" saran Bagus.

Zul adalah sapaanku, kata sapaan dari nama lengkapku, Zulkarnaen.

"Setuju tuh, ide bagus."

"Yoi, deal yak?"

"Deal dong, deal dong, deeeal! Hahaha."

"Oke dahhh!! Ntar malem kalian bakalan gua traktir makan mie instan!" jawab Jeff. "Gimana? Setuju kan lu pada? Makan mie sambil nge cs coy, nge ce...ess!!" sambungnya.

"Taaaaeeeeekkkk!" jawab kami serempak sambil mementung kepalanya dengan selembar gulungan kertas.

....

Di dalam aula, kami duduk dibawah deru kipas angin yang kencang. Menarik nafas panjang, merilekskan badan.

"Haaaa... nikmatnya." ujarku dalam menikmati hembusan kipas angin yang bertiup di atas wajahku.

Di atas panggung, seorang panitia dari divisi acara berdiri menyampaikan informasi penting untuk kami.

"Oke, mohon perhatian semuanya!" pintanya kepada kami.

Kedua mata kami tertuju padanya, memasang telinga bersiap mendengarkan informasi yang hendak disampaikan olehnya.

"Baik, untuk tugas selanjutnya....."

"Yaaaaaahhh, jangan dong Kak..." keluh mahasiswa baru, termasuk aku, kepada Kakak panitia sebelum beliau menyampaikan informasi secara lengkap.

"Tenang, tenang, tugas selanjutnya cukup sederhana kok. Tugas kalian selanjutnya cukup mengumpulkan tanda tangan dari Kakak-kakak angkatan kalian hingga mencapai 100 point, dan harus dikumpul pada saat inspeksi fajar esok hari."

"Whaaaaaat?!"

.....


Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login