Download App

Chapter 3: Ternyata Dukun

Sebagai puteri pemilik kost, otomatis Clarice menjadi salah satu penanggungjawab pengelolaan. Contohnya hari ini ketika kedua orangtuanya tidak di tempat maka keputusan mengenai penambahan orang di unit yang ditempati Viona bisa ia putuskan sendiri. Menyenangkan memang jika ia mendapat penghuni seperti Viona yang cepat akrab dan bahkan bisa diajak menari bersama.

Tapi ada juga penghuni yang menyebalkan.

Ia langsung terbawa pada peristiwa yang terjadi belum lama ini. Sekitar 1-2 hari sebelum Viona masuk, ada satu unit lain yang diminati untuk ditempati orang itu. Sebetulnya menurut Clarice orang itu ditolak saja. Tapi entahlah. Mungkin ada sesuatu bermain di sini. Mama yang menyambut kedatangan orang itu setuju saja dan menerimanya untuk tinggal padahal orang itu sudah nyatakan bahwa ia akan kost tidak lama. Hanya seminggu.

Penghuni baru itu adalah Dobleh dan minta disematkan Mbah di depan namanya sebagai panggilannya. Mbah Dobleh berusia 50an tahun dan entah kerja apa dan dimana. Penampilannya kumal, berkulit hitam keling namun gemuk dan cenderung tambun. Ada pula luka bakar di sebagian wajah. Pokoknya orang itu sangat sangat tidak menarik penampilannya. Namun yang paling Clarice tidak suka adalah caranya om Doddy menatap dirinya atau ibunya. Ia merasa ada sesuatu yang mistis, aneh dan menakutkan pada diri orang itu. Ada sesuatu yang ia tidak suka tapi ia tidak bisa gambarkan apakah itu. Ia hanya berharap bahwa itu hanya halusinasi sesaat saja.

Karena Mama yang menyambut orang itu lebih dulu, Clarice jadi agak terlambat untuk menolak. Ia menemani, bergabung dalam pembicaraan kedua orang itu setelah Mama meladeni sepuluhan menit. Clarice sempat mengajak bicara empat mata pada Mama yang sudah terlanjur mengiyakan. Ia meminta Mama agar menolak permintaan orang itu. Ia minta Mama membatalkan.

“Mama, cempat kost kica ini kan occupied 100% Kenapa kica harus cerima orang icu?”

“Buktinya hari ini ada 2 kamar yang kosong.”

“Soon it will be over capacity. Cunggu saja seminggu lagi, Ma.”

Mama Clarice tetap bersikukuh. “Kamu yakin seminggu lagi penuh semua? Inget, kamar itu udah satu bulan lebih kosong lho. Inget gak? Mama nggak bisa nunggu seminggu lebih lama. Ada kebutuhan yang Mama butuh sekarang. Udah deh, tenang aja. Jangan negative thingking gitu dong, Sayang. Jangan curigaan. Mama nggak suka.”

Clarice pun menyerah dan membiarkan saja Mama menerima orang yang dinilainya misterius itu.

Dan sebetulnya Mbah Dobleh memang merasa perlu menyembunyikan identitasnya karena kalau saja ClaricE atau mamanya tahu kemungkinan besar keinginan untuk kost di Anyelir Arcade akan ditolak. Ia adalah seseorang dengan profesi paranormal, cenayang, dukun, dan sejenisnya. Datang ke Jakarta karena ada klien yang memintanya untuk mengerjakan sesuatu yang diperkirakan akan tuntas dalam beberapa hari saja. Ia tidak suka menginap di hotel dan merasa tinggal di kost harian kondisinya akan lebih baik.

Ia merasa keputusannya tepat karena telah mendapat tempat menginap yang nyaman dan dekat dengan lokasi sang klien. Hanya ada satu masalah kecil. Puteri pemilik kost seperti tidak suka padanya. Ia sempat terpergok diam-diam meludah di belakang punggungnya. Bagi Mbah Dobleh ini penghinaan. Ia adalah tokoh yang ditakuti di kampungnya di kaki gunung Merbabu. Ia tidak bisa menerima hinaan itu. Tapi ia masih berusaha menahan diri. Jangan sampai saja gadis bule itu memancing kemarahannya lebih jauh karena kalau tidak…wah. Ia tidak tahu dengan siapa ia berhadapan karena ia bisa membalas dengan cara menyakitkan.

*

Clarice benar-benar tidak suka pada Dobleh. Lebih tepatnya mungkin malah jijik. Orang itu memang tidak berulah yang membuat properti rusak atau kotor. Ia juga tidak menimbulkan keonaran yang mengganggu penghuni lain. Tapi bagi Clarice ia tetap tidak suka. Ada sesuatu dalam diri orang itu yang membuatnya antipati.

Setelah dua minggu, toh akhirnya Clarice pun mulai luluh. Ia tidak lagi segalak biasa. Nasihat dari beberapa penghuni kost membuatnya mulai mengubah cara pandang. Lambat laun ia mulai melunak.

“Yang namanya penghuni kost harus dihargai.”

“Jangan galak. Takutnya dia sebarin info kemana-mana dan akhirnya tempat kost ini jadi sepi, nggak ada peminat.”

“Dia udah tua. Sabar dikit lah.”

Itu saran-saran yang masuk dan Clarice mau dengarkan. Tapi ada juga yang memberi masukan lain.

“Hati-hati lho, dia itu juga dukun.”

Ahhh, saran dari orang lain itu tidak menggoyahkan Clarice. Ia gadis kota dan sama-sekali tidak percaya hal yang di luar nalar. Hal mistis itu hanya ada di film dan dikonsumsi orang penakut atau suka ditakut-takuti – itu yang ada di pikirannya.

Apapun itu, Clarice jelas mau berubah.

Pada hari itu, sore menjelang malam, ia bertemu lagi dengan Dobleh saat sepulang dari mini market untuk membeli aneka keperluan. Melihat Dobleh terduduk di kursi di depan kamar dengan nafas tersengal-sengal, ia jadi kasihan. Pikirnya ini kesempatan yang bagus untuk membuktikan bahwa ia adalah tuan rumah yang baik.

“Dobleh lagi shakit?”

Orang itu menoleh dengan nafas tetap tersengal. “Panggil…hhh… aku Mbah….”

“Iya deh. Mbah Dobleh lagi shakit?”

“Shesha….nafas hhhh….”

“Wah, kebeculan Clarice habis beli macham-macham. Ada minyak angin, mau?”

Orang itu menggeleng. “Obatnyahh…. Hhh…. Bukan itu….”

“Oh, emang obatnya apa?”

“Mbah…harus…hirup…”

“Inhaler?”

“Hhhh…. Yang dihirup….bukhan ituhh….”

“Apa?"

Mbah Dobleh meminta Clarice mendekat. Saat Clarice mendekat dan mendengar bisikannya, matanya terbelalak. Rasa respek yang mulai terbangun lenyap seketika. Orang itu ternyata maunya adalah menghirup aroma varginnanya!

Dalam kemarahan yang meluap Clarice menampar kakek itu sampai jatuh terjengkang.

*

Ketidaksukaan Clarice pada Dobleh makin meningkat. Tapi kejadian kekerasan yang ia lakukan tak berhenti sampai di situ walau orang itu tidak melaporkan Clarice ke kepolisian. Bagi Mbah Dobleh, ia merasa dirinya bukan pencari atau pencipta masalah. Tapi ketika kepada dirinya sesuatu yang tidak enak atau buruk terjadi, ia takkan tinggal diam.

Clarice, si ABG bule itu menurut Mbah Dobleh benar-benar keterlaluan. Sudah hampir sebulan ia tinggal di tempat kost itu. Tapi yang terjadi ialah ABG itu sudah mendatanginya dan memintanya untuk pergi tepat waktu. Alasannya unit yang ditempati akan dihuni orang lain.

Betapa tersinggungnya Mbah Dobleh. Urusannya dengan klien memang kenyataannya berjalan lebih lama dari seharusnya. Ia tidak bisa menyelesaikan dalam seminggu. Ia butuh lebih lama lagi karena urusannya ternyata lebih rumit. Mbah Dobleh meminta perpanjangan waktu tapi ditolak oleh Clarice.

“Di sekicar sini kan masih banyak hocel atau losmen. Kost di sana saja,” bujuknya.

Itu bujukan yang normal. Biasa. Tapi ucapan Clarice berikutnya menjadi semakin ketus dan tidak pantas sehingga memancing emosi Mbah Dobleh. Ia malah menilai Clarice sudah berani menghina. Pertama karena tindak kekerasa, kedua kakrena menghina fisik dan terakhir karena menghina ekonominya.

“Besok Mbah Dobleh sudah hari cerakhir di sini ya. Itu last day. Cidak bisa extend. Cidak bisa diperpanjang.”

“Orang pengganti saya emangnya sudah mau datang?”

“Icu bukan urusanmu. Kamu sudah harus pergi. hus, hus…”

Gerak tangan mengusir dari Clarice benar-benar membuat Mbah Dobleh naik pitam.

“Dasar gadis sombong! Beginikah sikapmu mentang-mentang bule, kaya dan cantik?”

Diperingatkan begitu membuat Clarice semakin marah. Tak cuma menegur ia pun kini memaki, menghina, melecehkan orang itu. Gadis itu memang memiliki satu kebiasaan buruk. Saat dirinya dicap negative – seperti dikatai sombong dan semacamnya – ia akan langsung melakukan pembalasan. Perbendaharaan kata-kata pedasnya sangat banyak. Ini membuat telinga Mbah Dobleh panas.

Clarice masih menghina-hina ketika Mbah Dobleh mulai bertingkahlaku aneh. Pria gemuk, keling, botak, dengan cacat wajah ini tiba-tiba menangkup tangan di dada. Mulutnya bergerak-gerak merapal sebuah mantera kuno.

Clarice yang berbahasa Indonesia saja masih kacau, jelas tidak mengerti dengan bahasa yang keluar dari mulutnya. Orang itu tak peduli dan terus merapal dengan suara keras. Tak ayal ini membuat Clarice tertawa.

Sayang, tawanya tak bertahan lama. Di akhir mantera, Mbah Dobleh mengulur tangan ke udara dan kemudian mengarahkan ke dada Clarice.

Clarice baru saja mau mengucapkan kata pelecehan berikut ketika tiba-tiba saja ia merasa ada awan panas datang dari atas dan menyusup ke dalam tubuhnya. Clarice langsung tersadar bahwa ia sedang berhadapan bukan dengan orang sembarangan. Pengalaman misterius nan magis yang dilami menunjukkan bahwa orang itu tak lain daripada seorang dukun.

Peristiwa itu hanya berlangsung tak lebih dari satu menit. Clarice yang mulanya hendak menertawai, kini terdiam. tak lama kemudian kakinya melangkah masuk ke dalam rumah. Pikirannya terasa penuh karena pengalaman misterius yang ia alami. Belum lagi dengan rasa mual yang mendadak muncul yang ia harap tidak berkaitan dengan awan panas tadi. Ada rasa sesal muncul dalam dirinya. Tapi ia tahu, itu sudah terlambat. Ia bingung, entah apa yang akan terjadi di depannya kelak.

Clarice masuk ke dalam rumah meninggalkan Mbah Dobleh yang melihati dengan senyum culas sampai tubuhnya hilang di balik pintu.

*


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login