Download App

Chapter 3: Bab 3

Hening ... !

Sultan Iskandar terlihat berpikir. Sementara Panglima Zubair menenggelamkan wajahnya dalam kesedihan. Baru kali ini lelaki terkuat itu terlihat terpukul sekali.

"Pemberontak itu sama sekali tidak menyembunyikan Ratu Salma dan Mayang. Bahkan kami sudah mengobrak abrik tempat persembunyian mereka. Namun Ratu Salma dan Mayang sama sekali tidak ada di sana," jelas seorang Senopati pada Sultan Iskandar.

"Lalu siapa penyusup itu?" ucap Sultan Iskandar dengan wajah berfikir. Rahangnya mengeras, dengan wajah kesal.

"Oh iya, di mana Cik Yusniar? Bukankah dia yang bertugas untuk menjaga Ratu Salma dan Mayang," cetus Panglima Zubair dengan tatapan menyelidik pada Sultan Iskandar.

"Benar juga, apakah Cik Yusniar juga mati terbunuh, atau jangan-jangan dia juga ikut diculik oleh para penyusup itu!" ucap Sultan Iskandar.

Beberapa saat Sultan Iskandar dan Panglima Zubair saling terdiam. Mereka tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Menerka apa yang sebenarnya telah terjadi di istana Sultan Iskandar.

"Padukan Sultan Iskandar, saya ingin menyampaikan sebuah berita!" ucap seorang pengawal kerajaan yang muncul di ambang pintu.

"Masuklah!" sahut Sultan Iskandar menoleh ke arah pintu.

Lelaki berbaju pengawal itu berjalan menghampiri Sultan Iskandar, kemudian memberikan penghormatan untuk sesaat.

"Saya mau melaporkan sebuah kabar berita tentang penculikan Ratu Salma. Saudagar dari tahan seberang itu, mengatakan bahwa dia sudah membeli beberapa perhiasan yang telah penyusup itu ambil dari kerajaan kita."

"Apa? Apakah kamu yakin jika perhiasan-perhiasan itu adalah milik kita?" sergah Panglima Zubair mengeratkan rahangnya menatap tajam pada pengawal itu.

"Menurut informasi yang saya dapatkan, perhiasan itu adalah milik kerajaan pesisir. Karena perhiasan dari tahan pesisir berbeda dengan yang lainnya."

"Panglima, biarlah saya yang mencari tahu kebenaran itu!" Senopati Ganjar bangkit dari bangku.

"Tidak Senopati, biarlah aku sendiri yang menemukan penculik itu!" sela Panglima Zubair.

"Pengawal, antarkan saya kepada saudagar itu!" ucap Panglima Zubair bangkit dari bangku.

*****

Panglima Zubair dan pengawal itu menunggu di sebuah dermaga. Tempat biasa saudagar kaya itu akan menunggu kapal yang akan membawanya pulang ke pulau seberang.

"Apakah kamu yakin, jika saudagar yang kamu maksud itu akan melewati jalan ini?" tanya Panglima Zubair dengan wajah cemas, sekilas ia menatap pada pengawal yang berada di sampingnya.

"Iya Panglima, saya yakin saudagar itu akan melewati jalan ini. Karena dermaga ini biasanya digunakan untuk tempat jual beli oleh penduduk lokal hingga pedagang asing yang singgah di tahan pesisir."

Panglima Zubair mengedarkan pandangannya kesekeliling. Telinganya senantiasa mendengar ucapan pengawal yang berada di sampingnya. Sorot matanya melihat lalu lalang para pengunjung yang berada di dermaga.

Dermaga ini menjadi pusat perdagangan yang terjadi diantara negara dan juga antar pulau di Indonesia. Mereka yang datang tidak hanya membawa aneka bahan dagangan. Mereka juga menyebar luaskan agama yang mereka anut pada penduduk sekitar.

"Panglima, itu saudagar yang saya maksud!" seru pengawal yang membersamai Panglima Zubair mengarahkan jari telunjuknya kepada lelaki yang membawa sebuah kotak peti di tangannya.

Panglima Zubair bergegas turun dari kuda begitu juga dengan pengawal yang mengikuti langkah kakinya.

"Tuan!" Panglima Zubair menghentikan langkah lelaki yang terlihat terkejut melihatnya.

Lelaki yang hendak naik ke atas kapal itu memundurkan langkah kakinya. Kemudian meletakkan kotak peti yang ia bawa.

"Ada perlu apa Tuan menghalangi langkah kaki saya?" Lelaki itu menatap pada Panglima Zubair.

"Saya adalah Zubair, Panglima dari kerajaan Sultan Iskandar. Beberapa waktu yang lalu ada penyusup yang masuk ke dalam kerajaan kita dan mereka mencuri semua perhiasan milik Ratu Salma. Dan saya denger, beberapa perhiasan itu dijual pada Tuan," jelas Panglima Zubair.

Lelaki yang memiliki kumis tebal itu menoleh kepada Panglima Zubair kemudian pengawal yang berdiri di samping Panglima secara bergantian.

"Dari mana anda mengetahui tentang hal itu?" Lelaki berkumis itu mendekatkan tubuhnya kepada Panglima Zubair lalu berucap dengan nada berbisik.

"Tidak ada satupun yang dapat luput dari pencarianku, Tuan!" balas Panglima Zubair dengan nada berbisik.

"Cih!" decih saudagar itu terlihat kesal. Lalu menarik tubuhnya sedikit menjauh dari Panglima Zubair. "Dasar pembual!" desisnya.

"Aku mendapatkan semua perhiasan itu dari Tuan Fred. Jadi aku sama sekali tidak tahu menahu tentang penyusup yang menculik ratu kalian," sergah lelaki berkumis tebal itu kesal.

"Tuan Fred!" batin Panglima Zubair. Nama itu masih sangat asing sekali baginya. Wajahnya terlihat berpikir untuk sesaat.

"Jika aku tau emas itu milik kalian aku tidak akan sudi untuk membelinya dengan harga yang mahal," gerutu lelaki itu hendak berangkat meninggalkan Panglima Zubair naik ke atas kapal dan membawa kotak peti miliknya.

"Tunggu!" cegah Panglima Zubair mencengkram pergelangan tangan lelaki itu.

"Maaf! Aku tidak akan memberikan perhiasan itu pada kalian. Sekalipun kalian mengatakan bahwa perhiasan itu adalah milik kerajaan Sultan Iskandar." Lelaki itu membeliakan kedua matanya kepada Panglima Zubair.

"Tidak, saya tidak akan mengambil perhiasan itu kembali. Hanya saja, tolong katakan pada saya, di mana saya bisa menemui lelaki yang bernama Tuan Fred itu?"

Lelaki yang sudah menaikkan kotak petinya ke atas kapal itu mengernyitkan dahi melihat pada Panglima Zubair. "Apakah kamu yakin ingin bertemu dengan Tuan Freed?" Lelaki itu terlihat meragu dengan permintaan Panglima Zubair.

"Tentu saja!" tegas Panglima Zubair.

"Dia bukan orang sembarangan!" balas Saudagar itu acuh.

"Aku tidak peduli! Karena aku harus menemukan istriku secepatnya," desis Panglima Zubair. sorot matanya menggambarkan amarah yang sedang mengebu.

"Tuan Fred adalah seorang mucikari pedagang gadis-gadis di sebuah tempat hiburan. Saya akan memberikan alamatnya kepadamu." Lelaki itu berbisik pada Panglima Zubair. Lalu menyodorkan secarik kertas kepada Panglima.

"Jangan bilang jika aku yang memberikan alamat itu kepadamu!" imbuh lelaki yang sudah naik ke atas kapal.

"Bersenang-senanglah, Panglima! Sebelum dia membunuhmu," teriak lelaki itu pada Panglima Zubair yang membaca aksara yang tertulis pada kertas tanpa menghiraukan teriakan lelaki itu.

"Hari ini juga kita akan datangi tempat ini?" Panglima Zubair menyodorkan kasar secarik kertas pada pengawal yang sedikit terhenyak oleh dorongan kuat Panglima Zubair pada dadanya saat ia menyodorkan secarik kertas itu.

"Tapi ini sudah cukup larut malam, Panglima!" sahut pengawal yang mempercepat langkah kakinya mengejar Panglima Zubair yang kini sudah berada di atas kuda.

"Aku tidak peduli, malam ini juga kita akan ke sana!" seru Panglima menaikan nada suaranya.

"Tolong! Ada mayat! Ada mayat!"

Teriakan seseorang dari tepi sungai besar yang menjadi perbatasan, menghentikan gerakan tangan Panglima Zubair yang hendak memacu kuda putih kesayangannya.

Semua orang yang berada di dermaga itu berhambur untuk melihat mayat yang mengenang di aliran sungai.

Namun tidak dengan Panglima Zubair. Entah mengapa tiba-tiba rasa takut menyelimuti dirinya.

*****

Bersambung ....


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login