Download App

Chapter 14: Terbunuh atau Diculik?

Aura gelap yang suram menguar dengan hebat saat Rayland memasuki ruang utama mansion Adiptara. Rautnya yang tegas semakin mengerikan saat rahang kokohnya menegang, sebab menahan gejolak amarah yang sudah diambang batasnya. Lantas Antonio di belakangnya berjalan dengan cepat mengikuti langkah Rayland yang tidak kalah cepat. Pria itu sangat marah. Dia marah kepada semua orang di mansion itu terlebih kepada Rendi, adiknya.

Dan ketika Rayland yang telah selimuti kabut amarah, menemukan sosok Rendi yang baru saja bangkit dari posisi duduknya di sofa; mencoba menyambut kedatangan Rayland dengan raut bersalah, kemudian segera ditonjok tepat di rahang.

Rendi yang tidak siap langsung saja terjungkal, terduduk kembali di sofa sembari tangannya memegangi wajah bagian rahangnya yang baru saja di hadiahi bogem mentah. Tetapi pemuda itu tidak melakukan perlawanan, sebab tahu ini memang salahnya dan ia pantas mendapatkan pukulan itu.

Semua penghuni mansion terdiam, menyaksikan bagaimana Rayland untuk pertama kalinya menyentuh adiknya dengan kekerasan fisik. Senakal apapun Rendi, Rayland hanya akan memberinya ancaman pun dengan tatapan ganas miliknya. Nyatanya Rayland tidak pernah memukul adiknya.

Tetapi hari ini, pria itu tidak akan berpikir dua kali untuk melakukannya. Rendi benar-benar sudah keterlaluan. Bagaimana bisa dia mengabaikan sosok Anya yang jelas-jelas diculik, lantas meninggalkannya begitu saja hanya karena dia merasa kesal pada gadis malang itu, dan mengira Anya hanya sedang bermain-main.

Rendi sialan!

Waktu itu, tepat ketika mobil Rendi melewati Anya yang sudah diseret menuju lorong gelap, nyatanya pemuda itu masih sempat melihat, meski sekilas. Karena terlalu kesal Anya membiarkannya menunggu seorang diri di depan halte, Rendi ingin Anya mendapat balasan sontak meninggalkan gadis itu begitu saja, mengabaikan fakta apa yang sebenarnya terjadi. Fakta bahwa Anya hendak di culik oleh seorang pria berhoodie.

Hingga untuk beberapa waktu disela Rendi melajukan mobil membelah jalan, pemuda itu; entah kenapa mulai merasa tidak tenang sendiri. Sebab itulah ia putuskan untuk kembali ke sana. Sayangnya, sosok Anya beserta Si Pria Berhoodie tidak lagi dia temukan.

Pemuda itu pun jadi panik!

Dengan perasaan kalut, Rendi mengelilingi dan menyusuri semua lorong serta daerah sekitar, berharap mungkin saja Anya masih bisa ia temukan. Tetapi berapa kali pun pemuda itu menyisiri lokasi paling dekat dengan tempat terakhir kali dia melihat Anya, ia tetap tidak menemukannya. Rendi kian panik dan perasaan khawatir menghampirinya begitu saja. Keringat sudah membasahi kaos putih yang ia kenakan menjadi bukti bagaimana dia berusaha menemukan gadis itu dengan keras.

Namun, siapa sangka dia akan menemukan sesuatu, tepat ketika Rendi melewati lorong paling gelap lalu di apit oleh dua pagar seng yang tidak terlalu panjang bahkan sebagiannya telah rusak pun berlubang, dia menemukan sesosok mayat wanita mengerikan yang tidak bisa lagi dikenali rupanya.

Sontak, Rendi muntah di tempat.

Meski Rendi merasa takut, tetapi keterkejutannya jauh lebih menguasainya. Jadi ketika perasaannya mulai stabil dia pun menghubungi para pengawal keluarganya. Lalu saat orang-orangnya datang mereka dengan cepat menghubungi polisi setempat. Keadaan sontak menjadi begitu ramai. Orang lain ikut berdatangan berharap bisa mendapatkan informasi mengenai peristiwa pembunuhan yang terjadi di daerah mereka.

Sebagai orang pertama yang menemukan Sang Mayat, Rendi di interogasi untuk dimintai keterangan oleh pihak berwajib. Kemudian segera di lepaskan saat dinyatakan tidak bersalah sebab Rendi hanya sebagai penemu. Selain itu, dia memiliki alibi yang cukup kuat untuk menghindari salah tangkap. Oh! Yang benar saja, bagaimana bisa dia menjadi seorang pembunuh yang menghabisi korbannya dengan cara sadis seperti itu. Kenyataannya, dia akan langsung memuntahkan isi perutnya hanya dengan melihat mayat.

Jadi, tidak mungkin.

Rendi tidak lantas bernafas lega, dia bahkan semakin panik saat pikiran bodohnya mulai menghantui. Bagaimana jika sosok berhoodie yang menculik Anya adalah orang yang sama yang membunuh Si Mayat wanita? Oh, Rendi sangat menyesal kerena telah meninggalkan Anya. Dia merutuki sikap kekanak-kanakannya.

Mengusap wajahnya dengan gusar, Rendi kembali menuju mobil saat merasa tanda-tanda keberadaan Anya tidak lagi dia temukan. Pemuda itu merasa putus harapan. Tetapi beberapa bawahannya masih berada di lokasi, tetap mencari kemungkinan-kemungkinan yang mungkin saja masih tersisa.

Dan__

Sejujurnya, kemarahan Rayland bukan yang pertama menjumpai Rendi. Tepat ketika dia sampai di mansion, ayahnya memaki dengan wajah memerah. Ramlan jelas sangat marah sebab dialah yang meminta pemuda itu menggantikan supir yang ditugaskan Rayland, untuk menjemput menantu kecilnya. Itu terjadi karena Sang Supir tiba-tiba saja drop sampai harus dilarikan ke rumah sakit.

Nyatanya, dia sangat salah mempercayakan Anya kepada Rendi. Ramlan sudah hampir jantungan saat mendengar kabar dari Rendi, bahwa pemuda itu kehilangan Anya sebab telah diculik seorang pembunuh berantai. Beruntung, Rangga yang tepat berada di samping ayahnya dengan sigap menenangkan pria baya itu. Anya mungkin adalah menantu paling pembangkang, susah diatur, dan jangan lupakan keusilannya, tetapi bagi Ramlan Ady Adiptara--Anya tetaplah keluarganya.

Dan prioritas utamanya adalah melindungi keluarganya dari bahaya.

Tetapi lihat sekarang, Anya justru dalam bahaya dan karena kesalahannya sendiri. Tidak sanggup membayangkan kemungkinan terburuk yang akan menimpa Anya, Ramlan hanya bisa terduduk di sofa sembari Rangga mengusap punggungnya mencoba memberinya ketenangan.

Tania bahkan sudah menangis di dalam pelukan Ryan. Sementara Ui, wanita psycho yang biasanya bersikap tenang kini terlihat sama kalutnya dengan Ramlan. Jadi ketika Rayland mendengar kabar tidak mengenakkan tentang Anya, pria itu sangat marah. Auranya menggelap dan wajahnya mengeras sepanjang jalan menuju mansion. Sontak memukul adiknya dengan kemarahan tiada dua saat maniknya menangkap sosok Rendi.

"Sialan!!" Rayland memaki tepat di hadapan Rendi, yang hanya bisa menunduk sembari menahan ringisan sakit akibat memar di wajahnya.

"Ray__"

"DIAM!" Sorot kemarahan pria itu tertuju pada Ryan yang baru saja bersuara. Rayland tidak peduli jika dia adalah kakaknya atau bukan, yang dia tahu, Rendi pantas ia hukum karena kesalahan besar yang sudah pemuda itu perbuat, dan siapapun tidak bisa menghalanginya bahkan jika itu kakak atau ayahnya sekalipun. Rayland tidak peduli, sebab api amarah tengah membakar jiwanya.

Akhirnya, Ryan memilih diam setelahnya. Selama Rendi tidak dibunuh, Ryan hanya akan memantau saja.

Tatapan Rayland yang sudah menggelap kembali menyorot Rendi yang hanya diam, tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima hukuman yang akan diberikan kakaknya. Pun, Rendi tidak berani mengangkat wajah sebab terlalu takut maniknya bersibobrok dengan manik gelap milik Rayland. Dia tidak berani, akan menemukan bagaimana tatapan marah Rayland kepadanya. kakaknya itu memang sering marah, tetapi ini sangat jauh dari kata marah sebelum-sebelumnya.

"Sampai Anya ditemukan," Rayland mulai mengatakan titahnya, "jangan pernah memanggilku Kakak, dan aku tidak akan lagi melihatmu sebagai Adik," Rayland tidak berpikir dua kali saat bibirnya mengeluarkan perintah itu. Tidak! Dia tidak akan memberi Rendi keringanan.

"Ray, bukankah itu terl__" Ryan yang hendak mengutarakan ketidaksetujuannya akan keputusan tersebut, nyatanya, Rayland sudah memotong dengan perkataan datar yang sarat akan keangkuhan, sekalipun itu pada keluarganya.

"Tidak ada yang bisa mengubah keputusanku, termasuk kalian." Dan Rayland meninggalkan ruang utama mansion Adiptara, dengan aura gelap yang masih saja menguar dari tubuhnya. Amarahnya tidak bisa di redakan sebelum Anya di temukan. Maka pencarian akan segera di lakukan.

Dan ketika sosok Rayland tidak lagi terlihat,

.

.

.

Ryan mendekati Rendi, lantas memeluk adik bungsunya itu.

Seminggu sudah berlalu, dan sudah selama itu sosok Anya Hadi yang ceria dan rusuh masih tidak ditemukan. Gadis itu benar-benar menghilang bagai di telan bumi. Tidak ada tanda-tanda yang jelas bahwa Anya akan segera ditemukan sekalipun keluarga Adiptara yang tersohor, telah bergerak dengan kekuasaan mereka. Nyatanya, sosok yang menculik Anya jauh lebih cerdas, itu dibuktikan dengan hasil kosong yang Adiptara dapatkan mengenai keberadaan Anya.

Sempat pikiran bodoh terlintas dibenak keluarga itu, kalau mungkin saja Anya sudah tewas mengingat yang menculiknya adalah orang yang sama, yang membunuh mayat wanita yang ditemukan Rendi. Tetapi tidak ada yang bisa membantah Rayland yang bersikeras menemukan Anya dalam keadaan hidup dan baik-baik saja.

Sebab Rayland sangat yakin, Anya masih hidup.

Antonio hanya bisa terdiam menyaksikan Rayland yang akhir-akhir ini sangat pemarah. Emosi pria itu sungguh tidak stabil. Rayland jadi sangat sensitif dan sikap temperamennya mulai muncul terlalu sering, itu terjadi karena dia sangat mengkhawatirkan sosok Anya, tetapi tidak tahu harus mengatasinya dengan seperti cara apa.

Lantas meluapkannya dengan cara seperti ini. Membiarkan emosinya menguasai dan menjunjung tinggi amarahnya sebab yang dia inginkan adalah Anya segera ditemukan dalam keadaan hidup. Nyatanya, istri kecilnya masih tidak ditemukan bahkan hingga sampai seminggu.

"Apa saja yang kalian kerjakan!!" Rayland melempar dokumen yang baru saja dibawakan salah seorang karyawan kantornya, sontak membuat karyawan bernasib buruk itu terlonjak saking kagetnya, "kalau pekerjaanmu masih saja seperti ini, aku tidak ragu untuk menendangmu keluar." Bentaknya.

Karyawan itu menggigil di tempat lantas berkata dengan suara gemetar, "baik Pak, akan saya revisi kembali," Rayland tidak mengatakan apa-apa, pria itu hanya terlihat mengusap wajah dengan kasar lantas menunjukkan gestur mengusir pada Si Karyawan. Dengan perasaan takut luar biasa, karyawan berbadan pendek itu bergerak keluar dengan cepat.

Menghembuskan nafas dengan berat, tatapan Rayland beralih pada Antonio yang berdiri mematung seperti biasa di samping kanan tempat duduk Rayland--Si Pria dengan emosi mengerikan, "apa sudah ada info dari para Detektif?"

Antonio segera menatap tab ditangannya, lalu berkata. "Mereka masih tidak mendapatkan keterangan yang berarti, ini cukup sulit sebab tidak ada saksi mata ataupun barang bukti yang ditinggalkan Pelaku, baik saat membunuh ataupun ketika menculik Nona," tatapan Rayland semakin keruh pun suram, namun dia memilih diam.

"Tetapi," Antonio melanjutkan, segera, Rayland menatap Antonio dengan tatapan penasaran, "mereka menduga, kalau Nona menjadi target penculikan karena dia adalah saksi saat pembunuhan itu terjadi," Kening Rayland mengerut mendengar perkataan Antonio namun lagi-lagi dia hanya diam, dan hanya mendengarkan saat Antonio melanjutkan, "penculik atau pembunuh itu mencoba menghilangkan bukti dengan cara menculik Nona Anya."

Memejamkan mata sejenak, Rayland merasai bagaimana pikirannya yang sedang kacau merajai isi kepalanya. Disatu sisi, pria itu memikirkan keadaan Amora di Paris, dan di sisi lain, sosok Anya yang diculik dan mungkin saja terbunuh pun dalam bahaya jauh lebih menguasai pikirannya.

Sejatinya, dia sendiri tidak menduga bahwa efek yang ditimbulkan Anya padanya sebesar ini. Ini adalah kali pertama Rayland merasa sedikit takut. Dia mungkin akan kalang kabut saat mendengar Amora, kekasihnya, kecelakaan. Tetapi siapa yang akan menduga dia jauh lebih merasa gila saat memikirkan Anya tidak lagi berada di sampingnya, serta dalam bahaya yang jelas nyata adanya.

Rayland cukup takut saat pikiran mengenai Anya telah terbunuh melintas di kepalanya. Maka cara terbaiknya untuk melawan pikiran itu adalah percaya, Anya tidak akan mati semudah itu. Sejatinya, Anya punya sesuatu yang unik dan Rayland berharap Anya bisa memanfaatkannya dengan baik.

Melirik Antonio, dia berkata. "Antonio, terus awasi pergerakan para Detektif juga Polisi," manik Rayland berkilat marah saat melanjutkan, "jangan sampai mereka hanya makan gaji buta." Dan Antonio mengangguk di tempatnya.

Tepat di jam sembilan malam, Rayland pulang ke mansion. Suasana rumah yang sunyi menyambutnya ketika pria itu memasuki mansion Adiptara yang megah. Pada jam-jam seperti ini, mansion memang terlihat sepi dimatanya sekalipun para pekerja masih ada yang berlalu lalang. Tetapi entah kenapa, suasana mansion saat ini jauh lebih sunyi dan senyap. Apakah ini karena Anya? Oh, seberapa besar pengaruh gadis kecil pemberontak itu terhadap keluarganya, pikir Rayland.

Tanpa diduga, ketika kakinya yang panjang nyaris menggapai anak tangga pertama menuju lantai dua, Rayland berbalik saat merasakan langkah lain dari arah ruang makan. Sontak, tatapannya berubah semakin datar juga dingin saat maniknya mendapati Rendi yang sampai saat ini masih tidak berani menatapnya, sedang menunduk menatap lantai di bawahnya. Cukup lama mereka hanya diam, sampai Rayland memutuskan untuk melanjutkan langkahnya kembali. Meninggalkan sosok Rendi yang masih diam mematung, memikirkan kesalahan terbesarnya.

Membuang nafas lelah Rendi ikut berlalu,

.

.

.

Meninggalkan tempatnya dengan perasaan hampa.

Manik segelap malam itu menatap datar sarat akan kebosanan tidak terhingga, saat menangkap sesosok makhluk ajaib sedang makan dengan tingkah paling bar-bar pun sangat rakus. Menghela nafas kesal maniknya beralih pada tumpukan makanan box yang hanya tersisa boxnya saja. Isinya sudah berpindah ke dalam perut karet Si Gadis yang tepat berada di hadapannya, di seberang meja tempatnya duduk.

Lantas tatapannya berpindah pada box makannya sendiri. Lalu menggeleng dengan gerakan berlebihan saat melihat perbandingan porsi makan mereka berdua. Dia hanya menghabiskan separuh dari makanannya sementara gadis itu, bahkan sudah makan sebanyak enam box.

Apa itu masih masuk kategori rakus?

Ketika box makanannya kosong, Si Gadis yang tidak lain adalah Anya, menyengir dengan gaya khasnya yang terkesan menjengkelkan alih-alih terlihat imut. Rain di hadapannya sontak bergidik saat gadis itu sudah mulai bertingkah. Biasanya, Anya akan meminta hal-hal yang tidak terduga dan Rain harus menurutinya, selain keinginan meninggalkan tempat ini tentunya. Misalnya, menyuruh pria itu bermain petak umpet, mengajarinya memanjat pohon, berenang disungai, dan tidak pernah lupa saat gadis itu memintanya meniru gerak-gerik monyet di hutan.

Oh! Gadis itu benar-benar__

Bodohnya lagi, mengapa dia mau melakukannya? Dia jelas jauh lebih bodoh.

Ini sudah hari ketujuh atau sebut saja seminggu, dan sudah selama itu pulalah Anya tinggal bersama Rain, karena jelas pria itu yang membawanya ke Kalimantan, tepatnya di dalam hutan. Sehari setelah menculik dan membawanya ke tempat gelap yang Anya tidak tahu keberadaannya, lantas esok harinya Rain terbang ke Kalimantan membawa serta Anya.

Gadis itu sungguh tidak tahu bagaimana Rain melakukan penerbangan, juga mengurus ini-itu seorang diri sedangkan dia jelas adalah buronan, bukankah identitasnya harus diketahui lebih dahulu? Atau setidaknya lolos dari pengawasan? Gadis itu benar-benar tidak tahu.

Kecuali, Rain memiliki pesawat pribadi atau punya orang dalam.

Anya tidak sadarkan diri saat di bawa ke pulau Kalimantan, begitu juga ketika di bawa menuju sebuah rumah yang sebut saja gubuk mewah, meski begitu tempatnya cukup nyaman untuk ditinggali walau berada jauh di tengah hutan. Rain bilang itu merupakan tempat persembunyian daruratnya, dan karena Anya adalah bagian dari kondisi darurat maka dia memutuskan untuk membawanya ke sana.

Menunggu sampai keadaan aman.

Seminggu bukan waktu yang bisa dikata singkat, karena selama seminggu itu Anya harus belajar menghadapi Rain yang punya dua kepribadian. Sosok yang saat ini bersamanya adalah Rain asli, sedangkan sosok yang ia temui pada petang menjelang malam waktu itu adalah--Blood Rain--sisi keduanya yang Psychopath.

Entah Anya harus merasa bersyukur atau tidak, sebab Rain asli punya kepribadian yang cukup berbeda dengan sosok keduanya. Entahlah, tetapi yang jelas dia merasa lega sebab Rain asli bukanlah sosok pembunuh walau sikapnya sebelas-dua belas dengan sifat Rayland. Itu jauh lebih baik dari pada harus menemui sosok Blood Rain yang benar-benar kejam pun berdarah dingin.

Anya sudah dua kali hampir menyisakan nama. Kalau saja dia tidak menurutui perkataan Rain asli untuk mengurung diri di dalam kamar, dan tidak menampakkan rupa saat sisi keduanya muncul dan membuatnya marah. Anya mungkin benar-benar sudah hanya tinggal nama, jika itu sampai terjadi.

Jadi ketika Rain asli mengambil alih, Anya bertingkah selayaknya diri sendiri dan jangan lupakan permintaan konyolnya untuk menghilangkan bosan. Tetapi hal paling utama yang harus dia lakukan saat Rain asli muncul, adalah meminta makan sebanyak-banyaknya. Sebab Blood Rain tidak memberinya makan sama sekali. Dasar! Jangankan memberi makan, yang ada dia malah akan dibunuh kalau mengganggu sosok tersebut.

Lebih baik Anya menahan lapar sampai kepribadian Rain berganti kembali ke aslinya. Dalam seminggu, Rain akan keluar hutan pada hari Selasa, Kamis, dan Sabtu, untuk mendapatkan bahan makanan atau makanan instan sekalipun. Dan karena hari ini Rain baru saja keluar hutan membawa serta makanan box yang enak dalam jumlah banyak. Sontak Anya tidak bisa menyembunyikan kerakusannya, lantas menghabiskan enam box sekaligus.

Tetapi yang patut gadis itu syukuri adalah, sisi psycho Rain tidak muncul terlalu sering. Dalam seminggu ini, Anya telah mendapatinya sebanyak dua kali. Meski begitu, dia benar-benar ketakutan.

Beralih dari box kosong di depannya, Anya mengernyitkan alis lantas berkata, "Rain, bisakah kamu melepasku saja? Aku berjanji tidak akan mengatakan apapun?" Anya menatap Rain sembari tangannya mengancungkan dua jarinya, seolah menunjukkan keseriusannya, "bagaimana?" Tanyanya.

"Tidak." Rain mengabaikan Anya yang cemberut di kursinya, lantas bergerak membereskan meja makan sembari membuang semua box bekas makan mereka.

Anya turun dari kursinya, mengikuti Rain keluar rumah menuju tempat pembakaran sampah, dia masih berusaha membujuk pria itu, "Rain ayolah, kamu tidak akan membiarkanku sampai nenek-nenek di sini kan?" Bujuknya, tetapi Rain seolah tidak peduli.

Usai membuang sampah, Rain berbalik ke dalam rumah di ikuti Anya di belakang yang masih saja mengekorinya, sontak menyeringai saat mendengar perkataan gadis itu, "heh, memangnya kamu bisa menjamin hidupmu bisa sampai diusia segitu?"

Anya kembali cemberut di belakang Rain tetapi tidak mengatakan apa-apa, yang dia lakukan hanya ikut masuk ke dalam rumah saat pria itu masuk, lalu kemudian mengunci pintu. Rain kemudian berbalik menghadap Anya sembari menatapnya dari ujung kaki sampai kepala. "Kenapa kamu tidak kabur sendiri saja dari hutan." Katanya, santai.

Anya melotot. "Bagaimana bisa? Aku tidak tahu jalan, aku bisa tersesat," Anya menatap Rain yang kembali duduk dimeja makan sembari manik pria itu menyorot Anya dengan jenaka, "lagi pula kamu selalu mengikat dan mengunciku di dalam kamar saat keluar hutan." Lanjutnya, dengan muka ditekuk jengkel.

Rain sontak tertawa. "Benar juga. Jadi, terima lah nasibmu dan tinggal saja di sini. Yah, semoga umurmu panjang sampai nenek-nenek." Ejeknya.

Andai Caca masih hidup dan berada di sana, wanita berwajah manis itu pasti akan cemburu melihat bagaimana sikap Rain yang sungguh berbeda, saat menghadapi sosok Anya yang masih labil khas remaja tujuh belas tahun, dibandingkan dengannya yang jelas-jelas menyukai pria itu dan sudah merawatnya selama kurang lebih enam bulan.

Namun lihat, hanya butuh waktu seminggu bagi Anya untuk menemukan sikap terbuka Rain walaupun tidak sepenuhnya. Tetapi dengan dirinya, Rain justru terlihat sangat membencinya. Sekalipun Caca sudah mencoba, Rain tetap pada sikap judesnya.

Mendengar apa yang baru saja Rain katakan, Anya menolak dengan keras. "Enak saja." Katanya, sembari ikut duduk di kursinya dengan gerakan kasar, menghadap ke arah Rain.

Rain kembali tertawa tetapi kali ini terdengar mengejek, lalu berkata, "kenapa? Bukankah hidup bersamaku cukup baik?" Katanya.

Anya mendelik. "Baik dari mana, setiap hari aku harus was-was kalau saja yang muncul adalah sisi pembunuhmu." Dan Rain sontak terdiam. Ia membenarkan perkataan Anya.

Cukup lama menatap Anya di depannya. Rain mulai berpikir bahwa gadis itu sedikit berantakan jika dibandingkan saat pertama kali bertemu di depan kos. Rambutnya diurai dengan rapi pun pakaiannya tampak pas ditubuhnya. Dan sekarang, dia terlihat seperti pengemis, Rambut di ikat asal dan jangan lupakan kaos kedodoran yang melampaui besar tubuhnya. Tentu saja karena itu baju Rain.

Jadi ketika Rain bangkit berdiri dari kursinya, Anya cukup waspada. Jangan sampai ini sisi keduanya, pikirnya. Tetapi matanya justru membesar saat pria dingin itu malah berjalan ke sisi belakang tubuhnya lantas meraih dan mengikat kembali rambutnya, yang terikat asal agar terlihat lebih rapi.

Rasa syok Anya tidak hanya sampai di sana, tepat ketika indra pendengarnya mendengar dengan jelas saat Rain berkata.

"Nah! Sekarang kamu terlihat cantik. Aku suka."

Anya jadi berpikir, akan seperti apa reaksinya__

.

.

.

Saat Rayland yang melakukan hal itu padanya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C14
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login