Download App

Chapter 72: Jalani Bagai Air Mengalir

"Telefon dari Andini ya? Kayaknya dia sudah menerima tuh kalau kita dekat."

Mayang langsung melayangkan cubitan di pinggang Daud. Cubitan kecil yang dipelintir khas emak-emak. Daud seketika menjerit. Menarik perhatian semua orang di restoran.

"Mbak, Mas, kalau pacaran jangan di restoran." Seorang wisatawan lokal menceletuk. Wajah Mayang terlihat memerah sedangkan Daud hanya terkekeh.

"Tuh kan orang lain saja menganggap kita pacaran lho." Daud berkata. Mayang tidak menanggapi. Dia hanya diam menyantap makannya, tanpa memperdulikan Daud.

Namun sebenernya, ada yang mendesir di dada Mayang pada saat itu. Tertawanya Daud yang renyah itu lho yang membuat Mayang kelepek-kelepek. Terlihat sekali Daud begitu bahagia kalau bersama dengan dia, tapi Mayang-nya sendiri malah sok pura-pura tidak butuh dan lebih memperdulikan perasaan teman.

"Habis ini kita berenang di kolam renang hotel yuk."

"Enggak mau." Mayang membalas sekenanya.

"Harus mau."

"Jangan maksa begitu dong." Mayang agak ketus.

"Iya, kalau kamu tidak mau aku ganggu kamu lagi. Maka kamu harus mau menemaniku kemanapun aku pergi. Di hari-hari terakhir kita di Bali."

Mayang tertegun. Kata yang terlontar dari mulut Daud itu seperti keluar begitu saja tapi sangat mengena sekali. Pria ini seolah ingin melakukan sebuah perpisahan terbaik sebelum akhirnya (mungkin) akan menjauh selamanya. Mendadak Mayang merasa seperti ada yang hilang.

"Ok kalau kamu maksa."

"Nah gitu dong. Bukankah sebaiknya kita tetap menjalin hubungan baik sekalipun kamu tidak mau denganku." Daud berucap lagi, serasa menusuk jantung Mayang. Duh, Daud, seandainya kamu bisa baca pikiran Mayang sekarang. Kamu akan tahu betapa dilemanya hati seorang wanita ini.

Setelah menyelesaikan sarapan, mereka pun kembali ke kamar untuk bersiap-siap.

Tidak berapa lama, Mayang dan Daud keluar dengan menggunakan sandal jepit. Kamera saku tidak lupa Daud selalu bawa ke mana-mana.

Udara dingin menyergap tubuh karena cuaca di luaran sana masih hujan. Bahkn, matahari saja belum menampakkan wujudnya yang nyata setelah hujan tadi.

Seperti yang sudah dikatakan Daud tadi, mereka pun bergerak menuju belakang menuju kolam, di mana kolam renang itu berada.

Sesampainya di sana, tanpa basa-basi lagi Daud langsung melepas baju kaus yang sedang dia pakai. Tubuhnya yang besar dan dada yang bidang itu terlihat sangat menggoda di mata Mayang. Membuat Mata Mayang lekat memandangnya.

Namun, Mayang langsung menjaga sikapnya. Beberapa kali dia menahan nafas. Mengatur nafasnya sedemikian rupa supaya terlihat biasa di depan Daud. Pria itu tahu kalau Mayang menyukai tubuhnya. Pria itu juga tahu kalau Mayang selalu mencuri pandang. Bahkan, Pria itu tahu kalau Mayang menyimpan hasrat hanya saja Mayang berusaha menahannya. Iya, Memang harus Mayang akui sulit untuk mengenyahkan rasa ini. Daud memang terlalu amazing.

"Ayo ikut berenang sini, ngapain diam saja di situ?"

Mayang terkesiap. Dia sebenernya sudah siap-siap dengan pakaian renangnya yang serba tertutup. Mengingat tujuan mereka memang untuk berenang.

Mayang masuk ke dalam kolam dengan pelan. Air kolam terasa dingin dan menyejukkan. Mayang memang belum mandi pagi tadi, sehingga tubuhnya perlu penyesuaian ketika masuk ke dalam air.

Sementara, Daud langsung membenamkan setengah badannya yang telanjang ke dalam air. Tubuhnya begitu lihai meluncur ke dalam air seperti katak.

Dan benar saja, Tidak berapa lama, Terlihat Daud berenang. Seperti katak yang lama tidak pernah melihat kolam, pria itu terlihat bersemangat sekali.

Gaya berenangnya Mayang suka. Tubuhnya yang besar dan gempal itu terlihat bergerak dengan lincah di dalam air. Gaya yang dipakai adalah gaya katak, namun kadang berganti dengan gaya bebas dan punggung. Whatever lah. Apapun gaya Daud, semuanya Mayang suka. Macho sekali.

Kalau diperhatikan, Mayang semakin tahu bagaimana karakter Daud. Kehidupannya dulu di pulau seberang memang selain identik dengan laut, juga dengan sungai dan pegunungan. Kehidupan Daud memang penuh akan petualangan. Dibesarkan dengan alam makanya tubuhnya bisa begitu bagus dan kekar alami. Tenaganya juga ok. Bahkan bisa dibilang Daud ini ketika menaiki gunung, tenaganya pasti tidak akan habis-habis.

Bisa dilihat dari caranya berenang di kolam renang ini. Begitu mudahnya Daud meluncur. Mengelilingi kolam renang. Sedangkan mungkin dulu di desanya, dia sering berenang di sungai yang dipenuhi dengan arus, sehingga dia harus melawan arus juga.

Mayang beberapa kali memperhatikan Daud. Berkali-kali Daud memutari kolam renang yang cukup besar ini.

Mayang sendri belum tahu harus bagaimana bersikap.

Sebenarnya Mayang sudah berani bicara dengan Daud, tetap saja dia tidak bisa menyembunyikan kegugupannya.

Mayang hanya berenang kecil. Selebihnya dia hanya melihat Daud yang terus berenang.

Kuat sekali nafasnya. Terlihat tubuhnya yang besar dan berotot gempal itu terus dengan bersemangat memutari kolam yang luas ini beberapa kali lagi.

Tidak sampai tiga puluh menit, Daud berhenti di pinggiran kolam, dekat jaraknya dengan Mayang. Tubuh mereka masih tenggelam sebatas dada di dalam airnya yang bening biru.

Daud mengusap hidungnya. Rambut di dadanya yang gempal itu basah, puting dadanya yang menghitam terlihat berkilat di tembus cahaya dari kolam yang terpantul oleh sinar matahari yang masih juga redup sehabis hujan tadi malam.

Dia menoleh ke arah Mayang. Mayang bisa merasakannya dari ekor matanya.

"Setelah ini kita mau kemana?" Daud bertanya. Mengejutkan Mayang.

Mayang menoleh. Melihat lekat ke tubuh Daud yang coklat eksotis itu. Sangat indah sekali pemandangan yang terpampang jelas di mata Mayang.

"Terserah kamu. Bukannya kamu bilang aku tinggal ikut saja." Mayang berucap. Mengingatkan Daud akan perkataannya tadi.

Daud diam. Berpikir sebentar.

"Kamu suka makanan seafood enggak?" tanya Daud kemudian.

'Aku mau makan apa saja, asalkan sama kamu, Daud.' Mayang membatin. Bahkan, Mayang mau saja diculik seperti kemaren, ketika pria itu membawanya ke kuta, pantai biru, tanah lot. Momen berdua mereka yang seperti orang bulan madu.

"Boleh, juga. Sudah lama aku tidak makan seafood." Mayang berkata datar, padahal dalam hati sangat antusias.

"Ok kalau begitu, kita nanti ke Jimbaran aja." Daud berkata. Lantas, dia mengajak Mayang keluar dari kolam itu. Hendak meneruskan jalan sebentar ke pantai Seminyak.

Keluar dari kolam tadi, baru terasa udara sangat dingin. Mayang sampai mengginggil kedinginan. Namun secara tidak terduga, sebuah lengan besar merakup tubuhnya. Siapa lagi kalau bukan lengan Daud.

Namun, Mayang menolak lengan besar Daud secara halus. Sebagai gantinya dia mengambil handuk tebal yang sudah disediakan oleh pihak hotel. Lumayan untuk mengeringkan tubuhnya serta membalut tubuhnya dengan penuh kehangatan.

Setelah mengeringkan tubuh, mereka melanjutkan langkah menuju pantai seminyak yang ada di depan mata.

Daud tidak mengenakan bajunya. Dia meletakan bajunya itu di atas bahunya yang tegap. Bertelanjang dada dengan santai menuju ke arah pantai. Sangat santai dan cuek saja berjalan dengan celana pendeknya yang masih basah. Sekilas Mayang melihat bulu-bulu yang tumbuh di sekiar pusarnya. Cukup lebat turun ke bawah. Membuat Mayang sampai meneguk ludah.

Semakin dekat, mereka melihat beberapa wisatawan yang sedang bermain bola di pinggir pantai.

"Aku ikut main bola dulu ya, kamu tunggu di sini." Daud meminta izin. Belum sempat Mayang berkata, pria itu sudah ikut bergabung dengan para wisatawan itu.

Mayang membatin sebal. Masa Mayang dianggurin gini sih. Bukannya diajak jalan-jalan romantis di pinggir pantai seminyak malah bermain bola.

Mayang terpaksa jalan sendiri, tapi entah kenapa dia merasa ada yang kurang kalau tidak bersama dengan Daud. Maka dia pun memutuskan untuk duduk di pasir sambil melihat Daud yang sedang bermain bola.

Mayang berani duduk langsung di atas pasir karena ternyata pasirnya tidak lengket. Mirip sekali dengan pasir di kuta. Sehingga Mayang nyaman duduk berlama-lama di situ.

Mayang tersenyum-senyum sendiri saat melihat tubuh Daud yang besar bergerak lincah menggocek bola di pasir pantai. Beberapa kali Terlihat dia dengan keahliannya berhasil mengecoh lawan yang berusaha untuk merebut bola dari kakinya yang besar berotot padat itu,

Mayang yang tidak ingin berkhayal jauh tentang Daud pun mengalihkan pandangannya ke depan. memandang lepas pantai yang luas. Sampai dia tercenung.

Cukup lama dia tercenug sendirian, saat tiba-tiba Daud berlarian ke arahnya dan mengambil posisi duduk tepat di sebelah Mayang. Masih bertelanjang dada, dia menjatuhkantubuh besarnya di samping Mayang nafasnya ngos-ngosan. Dada nya yang menggumpal padat itu naik turun. Wajahnnya terlihat segar sekali karena habis berlarian dan berolahraga sebentar tadi.

Indra penciuman Mayang menangkap bau tubuh Daud yang masih basah oleh keringat sehabis asyik mengejar-ngejar bola tadi. Segar sekali bau itu. Pasti datang dari kelebatan bulu dada dan ketiaknya. Mayang membatin penuh hasrat.

Daud diam. Nafasnya terengah-engah. Dari kejauhan, dari tempat mereka duduk, terlihat beberapa peselancar sedang meluncur gesit di atas gelombang tinggi yang bergulung besar membentuk bukit yang terbentuk dari air laut.

Mayang dan Daud memandang dengan takjub. Mereka rasanya sudah cukup puas bermain dengan air pantai.

Sejak kedatangan mereka ke sini, sudah tiga pantai yang mereka datangi, ini kali ke empat mereka mendatangi pantai di daerah wisata Bali. Makanya untuk kali ini mereka memilih untuk menonton saja.

Cukup lama mereka duduk di sana. Mereka hanya membisu, seolah- olah menikmati pemandangan di depan. Namun sebenarnya, hati Mayang bergejolak, banyak sekali sebenarnya yang ingin diungkapkan padanya saat ini. Banyak pertanyaan yang ingin Mayang ajukan pada Daud, tapi lidahnya kelu, berhadapan dan duduk berdua saat ini saja membuat Mayang tidak karuan rasanya.

Mayang hanya menghela nafas berat dengan pelan.

Daud menoleh ke arahnya. Mungkin dia mendengar helaan nafas Mayang yang terdengar panjang.

"Kamu kenapa?"

"Enggak apa-apa kok, hanya .....sedang mengagumi pemandangan saja." Mayang beralasan.

Daud menganggguk kecil. Mungkin dia mengerti apa yang dirasakan Mayang sekarang."


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C72
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login