Download App

Chapter 2: DIANTARA DUA WANITA

"Loe kok selalu nolak gue mulu sih Anggara?" tanya Bella yang merasa tak terima atas penolakan cinta Anggara terhadapnya, ia berusaha menahan Anggara agar tak pergi dari ruangan kelas yang telah sepi itu.

Anggara hanya tersenyum sinis saja, baginya tak ada alasan untuk berterus-terang pada Bella yang sejak sebulan yang lalu selalu saja mengejar-ngejar dirinya padahal jelas-jelas anggara telah menolak mentah-mentah gadis itu.

"Teman loe kasihan tuh nungguin didepan kelas, mendingan pulang sana!" ucap Anggara, lalu ia berusaha menyingkirkan genggaman Bella darinya dan berjalan pergi meninggalkan kelas.

Tapi Bella tak langsung diam saja, ia masih terus menahan Anggara bahkan sampai berhenti tepat dihadapan Anggara sembari merentangkan kedua tangannya.

"Kasih gue alasan kenapa loe selalu nolak gue, apa loe beneran gak suka sama gue? gue kan cantik dan famous, kok bisa sih loe gak suka sama gue?" tanya Bella yang merasa yakin kalau sebenarnya Anggara mempunyai perasaan yang sama dengannya.

"Loe itu terlalu percaya diri banget ya Bell, padahal loe itu cuman anak baru disini!" Anggara mendekati Bella, ia mendaratkan jentikan pelan dikening gadis itu sembari tersenyum geli yang membuat lesung pipinya terlihat jelas disebelah kiri.

"Kalau gue gak percaya diri, gue gak bakal sejauh ini ngejar-ngejar cinta loe." tukasnya yang berusaha mengelus-elus dahi karena dijentik oleh Anggara.

"Loe itu cantik dan percaya diri Bell, jadi lebih baik lupain gue dan cari cowok yang lebih pantas buat loe."

"Tapi bagi gue loe pantas kok sama gue, loe itu pintar dan tampan..terus..terus loe itu cowok berkacamata yang mempunyai senyuman manis, idaman gue banget."

"Loe juga idaman gue, tapi gue gak bisa jadi pacar loe. Maaf ya." ucap Anggara yang langsung pergi dari sana saat itu juga, walaupun ia bisa mendengarkan suara teriakan Bella yang kini ada dibelakangnya.

"Kenapa? apa rumor itu benar kalau loe udah punya pacar? untuk apa loe pacar dia kalau loe cintanya sama gue?" teriak Bella, tetapi Anggara sama sekali gak teralihkan dan hanya berjalan pergi tanpa perduli teriakan Bella sama sekali ataupun sekedar mengklasifikasikan rumor tersebut kepada Bella.

Ia memang tak punya niatan sama sekali untuk menjelaskan rumor yang beredar tersebut kepada siapapun, seakan-akan ia sama sekali tidak terganggu akan rumor tersebut yang malah membuatnya kesulitan mendapatkan pacar selama beberapa tahun ini.Apalagi bagi beberapa kelas rumor tersebut semakin bertambah mengerikan saja, bahkan sampai ada yang mengira kalau sebenarnya Anggara sudah menikah muda dan membuat ia harus beberapa kali menemui ruangan BK untuk sekedar membantah rumor tersebut.

"Padahal hari ini dia bertambah cantik aja!" gumam Anggara pelan seraya mengenakan earphonenya sembari berjalan menuruni gedung sekolah, sepertinya ia tak bisa membohongi matanya untuk tidak memuji kecantikan Bella yang memang memiliki keturunan blasteran jerman.

Dengan raut wajah serius, ia menekan sebuah nomor di ponselnya dan sedikit mengecilkan volume earphonenya sambil berjalan kearah parkiran kereta.

"Halo Tante, Hari ini Anggara main kerumah ya?" tanya Anggara,dan tak lama ekspresi wajahnya terlihat senang.

"Baguslah kalau sesi terapinya berjalan lancar, Bilang sama dia kalau tunangannya hari ini mau berkunjung ya Tante." ucap Anggara setengah bersemangat, lalu ia mengantongi kembali handphonenya dan menaiki kereta .

Beruntungnya kemacetan di kota hari ini sedikit berkurang , walaupun jarak dari sekolah kerumah yang ingin ditujunya sedikit agak jauh sehingga sedikit memakan waktu banyak untuknya menempuh perjalanan disiang bolong gini. Akan tetapi, sepertinya rasa tanggungjawab Anggara yang lebih besar membuatnya tak merasa lelah untuk menghabiskan waktu bolak-balik mengelilingi kota sekalipun .

"Kamu udah makan siang, nak?" tanya seorang wanita paruh baya yang terlihat tenang menyambut kedatangan Anggara saat itu juga, Anggara hanya tersenyum saja sembari memarkirkan keretanya kedalam halaman rumah dan menyalam tangan Wanita itu.

"Uda kok tante , jadi Tante amel gak usah khawatir." ucap Anggara kepada wanita yang ternyata bernama tante amel itu.

"Tapi nanti kalau kamu lapar, bilang aja ya sama tante biar tante siapin." Anggara hanya mengangguk saja dan meletakkan tasnya disofa ruang tamu.

"Oh iya Anggara, Mama kamu tadi pesan sama tante kalau kamu itu hari ini pulangnya jangan kemalaman ya soalnya ada acara makan malam keluarga dirumah kalian." ucapan Tante Amel barusan membuat senyuman Anggara mulai memudar, seakan ia teringat sesuatu hal yang membuatnya merasa tak nyaman.

"Lebih tepatnya acara yang gak penting kok tante, malah bagi Anggara sekarang yang terpenting kesembuhannya."

"Maafin para orang tua seperti kami ya nak, gara-gara kami malah kamu yang harus menanggung segalanya."

"Gak apa-apa kok tante, lagian tante dan keluarga harusnya gak pantas menanggung malu seperti ini karena kesalahan yang diperbuat oleh dia." ucap Anggara.

"Kalau gitu, Anggara masuk kedalam kamarnya ya tante." ucap Anggara yang langsung meminta ijin tante Amel dan berjalan memasuki sebuah kamar yang berada tak jauh dari ruang tamu.

Kamar itu berhiaskan aksesoris dan pernak-pernik bewarna pink dengan tumpukan boneka yang semakin menambah elok kamar tersebut, tepat diatas ranjang tengah meringkuk seorang wanita yang memiliki wajah pucat dengan dress biru yang dikenakannya.

Begitu melihat kedatangan Anggara, wanita itu menyembunyikan tubuhnya dengan selimut.

"Kenapa kamu harus selalu datang kesini?" tanyanya yang merasa terganggu akan kedatangan Anggara selama beberapa bulan belakangan ini.

"Harusnya yang bertanggungjawab itu dia bukan kamu!" teriak Gadis itu setengah menangis, tetapi Anggara sama sekali enggan meresponnya dan hanya terduduk dipinggir ranjang sembari melepaskan selimut yang menutupi tubuh gadis tersebut.

"Memangnya gak capek bersembunyi terus dari Aku?" tanya Anggara, ia kini bisa melihat jelas wajah cantik yang tampak sembab dari tunangannya itu.

Dengan cekatan Anggara menghapus air mata yang membanjiri wajah gadis itu dengan tangannya, ia juga menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian wajah gadis itu.

"Kalau kamu nangis terus, aku gak bakal bisa lihat wajah cantik dari seorang Sarah Angelica putri." tuturnya lagi pada sang tunangan yang bernama Sarah.

"Harusnya bukan kamu yang bertanggungjawab dek, harusnya kamu nolak permintaan itu dan bisa dapat cewek yang lebih sempurna daripada cewek freak kaya aku." ucapnya lagi yang tak pernah berhenti menyesali keputusan Anggara, ia merasa kalau dirinya hanyalah penghalang akan masa depan Anggara.

"Tadi gimana terapinya? kata Tante kalau tadi berjalan lancar, emangnya dokternya asyik ya?" tanya Anggara berusaha mengalihkan percakapan , ia berusaha memperlihatkan wajah cerianya dihadapan Sarah.

"Kapan dia kembali ke kota ini?" tanya Sarah balik.

"Padahal kita sudah hampir seminggu gak ketemu, tapi kak sarah hanya terus-menerus membahas tentangnya." Anggara hanya menghela nafas panjang saja sambil membaringkan diri diranjang Sarah dan menatap langit-langit kamar itu.

"Kakak gak harus hidup dalam perasaan bersalah seperti ini terus, kakak harus bangkit dan buktikan kepadanya kalau kakak itu wanita yang kuat." ucap Anggara yang langsung memejamkan kedua matanya, mencoba menerima semua ini dengan lapang dada walaupun ia tahu kalau dirinya juga menjadi korban atas perbuatan sang kakak laki-laki dimasa lalu.

"Aku juga udah nerima segalanya kok kak, jadi kakak gak harus selalu menyesal setiapkali kita bertemu apalagi sampai sedih kayak gini." sambung Anggara lagi mencoba menenangkan dirinya , sebab ia tahu kalau jauh didasar hatinya terdapat berjuta kemarahan kepada sang kakak laki-laki.

"Keperawananku rusak karena dia, dan karena dia juga aku harus mengaborsi bayi itu dan malah membuatmu bertanggungjawab atas perbuatannya." ucapnya yang diiringi oleh suara isak tangis, " Aku membencinya, Aku sangat membencinya..."

Kini suara tangisnya mulai pecah dan tak terkendali, ia menangis sejadi-jadinya dihadapan Anggara seperti biasa yang membuat Anggara sudah terbiasa menghadapi kerapuhan Sarah.

Anggara langsung bangkit dan memeluk erat tubuh Rapuh sarah yang telah kehilangan banyak berat badan, dan menenangkan gadis itu dalam pelukannya.

Untuk beberapa saat ia terbuai didalam kehangatan pelukan Anggara, hingga kondisi mentalnya mulai perlahan tenang barulah Anggara melepaskan pelukan itu tanpa berkata apa-apa, baginya sebuah pelukan sudah cukup menenangkan tunangannya itu dan lagian ia juga tak punya kata-kata yang tepat untuk meredakan kesedihan Sarah .

"Sudah baikan?" tanyanya , Sarah hanya mengangguk saja tanpa tahu ingin mengatakan apapun lagi selain memastikan kalau kesedihannya tidak merepotkan Anggara lebih jauh lagi.

"Kalau gitu aku bakal kembali berbaring lagi ya, badanku rasanya pegal sehabis jam olahraga hari ini." tukasnya lalu meraih bantal untuk diletakkan diatas kepala dan berbaring diranjang gadis itu , Sarah hanya sedikit menjauh dari Anggara dan terduduk meringkuk menatap Anggara yang tengah berbaring didepannya .

"Kacamatmu bisa rusak kalau dibawa tidur." keluh Sarah yang langsung melepaskan kacamata Anggara dan meletakkannya diatas meja yang ada disebelah ranjang, sikap perhatiannya pada Anggara sama sekali tidak pernah berubah sejak dulu bahkan sewaktu ia masih berstatus sebagai pacar Anggi dibangku kelas 3 SMP pun sarah sudah menganggap Anggara sebagai adiknya sendiri.

"Anggara, boleh aku nanyak sesuatu?" tanya Anggara.

"Boleh kok." jawabnya yang masih tetap memejamkan mata.

"Bagaimana perasaanmu padaku?" tanya Sarah, tetapi pertanyaan itu sama sekali tak membuat Anggara panik dan hanya tersenyum geli saja mendengarkannya karena rasanya ini adalah kali kedua ia mendengarkan dua orang gadis yang menanyakan perasaannya hari ini dan rasanya pertanyaan Sarah barusan membuat Anggara merasa cukup bingung untuk berterus-terang kepada tunangannya itu.

"Aku mengantuk, boleh aku tidur dulu?" tanya Anggara berusaha mengalihkan pembicaraan karena ia gak mau kejujurannya malah akan memberikan luka yang lebih dihati Sarah.

"Tidur aja , nanti sore aku bakal bangunin kok." ucap Sarah yang tak ingin memaksa Anggara untuk segera menjawab pertanyaannya, lagipula ia tahu kalau Anggara tidak pernah mencintainya sama sekali hanya saja akan jauh lebih bila ia bisa mendengarkan hal tersebut dari mulut Anggara secara langsung.

"Makasih ya Sarah." ucap Anggara seraya mencari-cari tangan Sarah dan menggenggam erat jemari gadis itu sambil tertidur pulas.

"Jangan kemana-mana ya selama aku tidur, aku gak bisa meneruskan hidup tanpa kamu disisiku." ucap Anggara sebelum akhirnya ia tertidur lelap, setidaknya hanya kalimat itu saja yang kerap selalu dikatakan Anggara selama beberapa bulan ini seakan-akan ia ingin mempertegas kalau Sarah adalah satu-satunya harta berharga yang saat ini dimilikinya dan Sarahlah satu-satunya masa lalu yang harus dijaganya dari rasa penyesalan kejadian waktu itu.

Walau sekalipun ada gadis lain yang dicintainya , tetapi tetap saja ia akan memilih sarah untuk menjadi pendamping hidupnya kelak dibandingkan gadis lain tersebut seakan-akan Anggara sudah memiliki obsesi besar untuk bertanggungjawab atas kehidupan Sarah akibat trauma beberapa bulan silam.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login