Download App

Chapter 6: Rumahku Adalah Warung Bebek

Ingatan yang membekas bagaikan luka yang berdarah terus menyakiti hati. Seakan merindukan sebuah ketenangan, Najwa ingin sekali melarikan diri dari masalahnya. Ia teringat satu kenangan buruk saat masa sekolah dasar. Seluruh mata tertuju padanya, tawa licik dan mengejek keluar dari mulut mereka yang ia pikir sebagai seorang teman. Telunjuk yang menunjuk ke arahnya dengan penuh rasa jijik terhadap dirinya yang berpenampilan buruk rupa.

Memandang ke arah luar jendela mobil dengan tatapan kosong, Najwa memendam semua keresahan di hatinya seorang diri. Rasanya ingin berteriak di tepi kanal yang diakhiri tawa lega, namun dirinya bukanlah putri dalam negeri dongeng. Ia tahu bila ini adalah kenyataan. Pahit dan perihnya hidup tidaklah selalu berbuah manis di akhirnya.

Mobil hitam milik Revanza parkir di depan ruko berlantai 3. Mereka berempat turun dari mobil. Najwa merasa takut saat ingin menemui orang tuanya. Ia melihat ke arah Revanza yang ada di depannya. Betapa beraninya sang pangeran saat beradu mulut dengan guru BK (bimbingan konseling) tadi. Ia menunjukkan taringnya sebagai penyumbang donasi terbesar untuk yayasan yang mengatur sekolahnya. Tanpa berkutik dan berkata banyak, guru BK mengizinkan mereka berempat pergi.

"Lo duluan." Revanza menarik tangan Najwa.

Ia membiarkan Najwa berjalan di depannya. Revanza mengikuti Najwa dari belakang. Namun ia sadar, langkah Najwa seperti sangat berat. Ia mengetahui ketakutan Najwa.

"Ha-halo, Ma?" Najwa menyapa Mamanya yang sedang melayani seorang pengunjung.

"Najwa? Kok, kamu pulang?" Mama menghampiri. Ia merasa heran saat melihat teman-teman Najwa.

"Halo, Tante." Guntur meringis santai.

"Ratih dan Najwa mau mengerjakan tugas. Kita mau riset ke …." Ratih menoleh ke arah Revanza. Ia lupa menanyakan tempat yang ingin mereka tuju.

"Kebun raya Bogor." Revanza menambahkan perkataan Ratih.

"Iya, itu Tante. Kita mau riset mengenai tumbuhan di kebun raya Bogor. Kami juga sudah izin dengan guru di sekolah." Ratih memegang kedua pundak Najwa.

Ia tahu bila Najwa sedang ketakutan. Rasa khawatir yang teramat besar terus menghantui Najwa. Ia hanya tertunduk tanpa tahu harus bicara apa. Bukan kemarahan orang tuanya yang ia pikirkan, melainkan rasa kecewa saat mereka tahu tentang bolos dirinya.

"Najwa, apa benar?" Mama tahu apa yang dirasakan oleh putrinya.

"I-iya, Ma." Najwa mengangkat kepalanya, Ia menatap Mamanya.

"Ya, sudah. Oh, iya? Apa kalian sudah pada sarapan? Atau Tante bungkusan makanan untuk di kebun raya Bogor, bagaimana?" Mama langsung mengambil kertas nasi.

Ia menyiapkan 4 porsi nasi bebek khas warung mereka. Najwa melirik sebentar Revanza, namun dengan segera ia melangkah pergi menaiki tangga menuju ke kamarnya. Revanza terus menatap Najwa dari jauh, hingga ia menghilang dari tangga.

"Waduh, Tante, jangan repot-repot." Guntur mencoba basa-basi.

"Gak apa-apa, kalian harus coba nasi bebek ini. Dijamin pasti mau nambah lagi." Mama melirik ke arah Revanza yang sedang melihat sekumpulan foto yang terpajang di meja kasir.

"Tante, mulai buka dari jam berapa?" tanya Ratih.

"Hmmm, tidak tentu. Tapi kita selalu berjualan pagi sampai malam." Mama masih melihat Revanza.

Najwa mengunci pintu kamarnya. Ia tertunduk bingung. Sesak dan rasa seperti tertusuk jarum dirasakan olehnya. Dadanya berdebar cepat, ia tidak bisa menghilangkan ketakutannya.

"Yang ganteng di sana, siapa namanya?" Mama berbisik ke Ratih.

"Oh, dia itu pangeran sekolah kita, namanya Revanza. Dia itu kaya banget, Tante." Ratih berbisik balik.

Mama cuma mengangguk, ia mempercayai perkataan Ratih saat melihat mobil hitam mewah dan driver yang terparkir di depan ruko.

"Yap, ini dia 4 bungkus nasi bebek dan 4 bungkus es teh manisnya." Mama memberikan semua itu kepada Ratih.

Ratih segera menerimanya. Guntur yang ada di sampingnya mulai tergiur dengan harum dari bebek goreng bumbu Madura itu. Mama tidak melihat Najwa, ia berpikir bila Najwa pasti pergi ke kamarnya.

"Revanza?" sapa Mama.

"Iya?" Revanza menoleh ke arah Mama.

"Bisa kamu panggilkan Najwa di lantai 3. Kamarnya ada di samping tangga. Sepertinya dia sedang ganti baju." Mama memohon sambil tersenyum kecil.

"Ok, baik, Tante." Revanza menaiki satu per satu anak tangga.

"Om lagi pergi, Tante?" Guntur tidak melihat ayahnya Najwa.

"Iya, dua lagi ke pasar membeli bahan baku untuk jualan besok." Mama duduk di dekat Guntur.

Ratih merasa harus bicara mengenai hari kemarin saat Najwa bolos. Tapi, saat melihat raut wajah Tante, Ratih merasa enggan untuk membuka obrolan.

"Kemarin Revanza dan Najwa bolos sekolah dan pergi ke taman burung, Tante." Dengan santainya Guntur mengungkapkan rahasia bolosnya Najwa dan Revanza.

"Bolos?" Mama merasa bingung.

"Tapi tenang, Tante. Mereka bolos ke sana bukan untuk kencan, tapi justru mengerjakan tugas laporan biologi." Guntur kembali menjelaskannya.

"Apa Najwa di bully lagi?" Mama merasa khawatir.

Ratih dan Guntur seketika diam, mereka berdua saling pandang dan tidak tahu harus berkata apa. Sulit rasanya untuk mulut berbicara.

"Jadi benar, yah? Tante merasa kasihan dengan Najwa." Mama menundukkan kepalanya seraya termenung.

Guntur dan Ratih merasa bersalah, tapi mereka juga bingung harus menanggapinya seperti apa.

Tok … tok … tok …

"Lo tidur?" Revanza mengetuk pintu kamar Najwa.

Klek …

"Gue gak ikut, boleh?" Najwa merasa ingin tetap di dalam kamar.

"Gak boleh! Lo harus ikut! Gue gak mau catat semua tanaman di kebun raya." Revanza memukul pelan kepala Najwa.

"Ta-tapi …." Najwa masih ingin menyendiri.

Revanza merangsek masuk ke kamar Najwa. Tanpa sadar, Najwa reflek dan menghalangi Revanza yang sedang memantau kamarnya.

"Lo mau apa! Cepat keluar!" Tangan Najwa terbentang lebar. Ia berusaha menutupi sebuah bingkai foto di samping ranjang.

"Lo sembunyikan apa? Kenapa harus berdiri dan bertingkah konyol begitu?" Revanza melirik ke arah bingkai foto.

Najwa sadar bila Revanza sedang menatap bingkai foto yang sedang ia halangi dengan tubuhnya.

"Itu foto ap-"

Revanza belum selesai bicara, Najwa langsung mengambil bingkai foto itu dan segera memasukkannya ke dalam lemari pakaian.

"Kenapa dimasukkan?" tanya Revanza.

"Hah! Nggak! Cuma itu memalukan." Najwa meringis.

"Terserah, yang penting cepat ganti baju. Gue tunggu di bawah." Revanza keluar dari kamar Najwa.

"Astaga! Jantung gue hampir copot! Kenapa bodoh banget, gue lupa tentang foto editan gue dan Revanza lagi pelukan!" pipi Najwa merona merah. Degup jantungnya begitu cepat.

Revanza melihat Tante dan kedua temannya sedang mengobrol. Ia sempat berhenti sejenak, Revanza merasa tidak tahu harus membicarakan apa bila ia menghampiri mereka. Sangat jarang bagi Revanza saling berbincang satu sama lain begitu dekat dengan kedua orang tuanya.

"Kenapa berhenti di tangga?" Tiba-tiba Najwa berdiri di belakang Revanza.

"Hah?" Revanza menoleh ke belakang.

Ratih yang sadar dengan suara Najwa langsung menoleh ke arah tangga. Guntur dan Mama pun juga ikut menoleh.

"Revanza, sini duduk." Mama memanggil dengan nada lembut.

Ia merasa seperti diperhatikan. Tanpa disadari, kakinya melangkah menghampiri mereka bertiga.

"Bos, kita mau jalan kapan?" tanya Guntur.

"Sudah siap semua? Revanza melihat ada kantong plastik hitam dengan bau harum.

"Ya, sudah, cus! Takutnya pulangnya sore banget." Ratih mengambil kantong plastik itu. Ia segera bangun dari kursinya.

"Kamu mau bawa karpet?" tanya Mama.

"Gak perlu, Ma. Di sana kita mau riset, bukan wisata." Najwa masih merasa canggung dengan rasa bersalahnya.

"Tante, kami semua pamit. Saya pinjam sebentar anaknya." Revanza menarik tangan Najwa.

Mereka berempat kembali masuk ke mobil. Mama merasa heran dengan perkataan Revanza, tapi ia merasa bila Revanza sedikit berbeda dengan cowok yang mendekati Najwa.


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C6
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login