Download App

Chapter 36: Menonton Berdua

"Becanda, Bel. Aku enggak pernah bawa cewek manapun." Langsung mendapatkan cibiran dari Bella.

"Trus yang gue lihat di depan lift waktu itu apa mas?" Gadis yang sempat nyaris Neo bawa ke apartemennya tapi dia suruh pulang ketika pria itu tidak sengaja terciduk Bella. Padahal hubungan mereka sudah usai saat itu. Tapi Neo masih suka bertindak seolah mereka pasangan. Seolah pria itu belum menceraikan isterinya sedikitpun.

Cih!

Neo tersenyum kecil. "Masih ingat aja. itukan masanya aku mencoba mencari yang lain. aku kira kamu enggak bakal bisa nerima aku lagi. ngikutin saran Toro juga sebenarnya. Eh, ternyata aku enggak bisa lagi pindah ke lain hati."

Bella mencibir. Tidak percaya dengan kata-kata yang dikeluarkan oleh pria yang dianggapnya cukup kuat menyandang predikat buaya tersebut. Tapi Neo tetap melanjutkan kalimatnya tanpa tergubris. "Aku serius. Aku pernah ya hampir tergoda sama Cladia trus tiba-tiba terlintas bayangan kamu. Enggak jadi. Padahal udah lumayan tegang tu!"

"Jadi salah gue gitu!" Bella menyerngitkan keningnya.

Neo menyeringai. "kali aja kamu bisa berubah pikiran dengar cerita itu."

Bella berdecak. "Tapi gue serius, Neo. Ibu tu udah kepengen bangat punya cucu keliatannya. Kita kan kelamaan ngulur di masa lalu. takut gue enggak bisa jaga, takut gue repotin lo." Bella berhenti dulu untuk menyuap makan malam buatannya sendiri. Hanya pasta. Toh mereka memasak apa yang ada. "Maksud gue kalau lo sekarang punya calon segera gitu dinikahin."

Neo yang menyuapkan makanan itu terhenti sebentar menatap mantan isterinya itu. Dia pasti peduli jika ada sesuatu yang kaitannya dengan ibu. Ibu dan Bella, dua wanita yang paling Neo prioritaskan diatas segalanya.

"Ibu bilang gitu sama kamu?" tanyanya cukup tercenung.

"Enggak sih, Cuma keliatan pas gue ngabisin waktu sama ibu kemarin itu kami enggak sengaja ketemu anak kecil. Ibu emang enggak ngomong sih, tapi cara dia gemas, cara dia menatapnya. Lo kan anaknya satu-satunya." Bella bersuara apa adanya. Kendatipun sudah bercerai, Bella masih peduli dengan beberapa hal yang menjadi keinginan mertuanya.

Neo menggaruk belakang kepalanya. "Habisnya gimana. Kamu enggak bisa."

Bella spontan memutar bola matanya. "Maksud gue itu bukan gue! Gue cuma bilangin aja."

"Aku cuma bilangin doang kok!" ujarnya.

Bella memejamkan matanya. "Sumpah deh! Lo benaran ngeselin."

Setelahnya mereka makan dalam diam. Sampai mereka selesai makan malam. "Biar aku aja yang nyuci. Kan tadi kamu yang masak!"

"Gue aja. kan gue udah bisa sekarang!" ujar Bella.

Neo berdecak pada akhirnya mereka berdua yang membereskannya. Satu membereskan meja makan satu lagi cuci piring. "Kunci mobil gue mana?" ujar Bella kemudian setelah selesai.

"Tidur disini aja. seriusan. Enggak ngapa-ngapain lagi aku. benaran deh! Paling meluk doang," ujar Neo pada mantan isterinya itu. "Di rumah kamu juga sendirian gitu. Katanya kamu mau nonton berdua sama aku dulu."

"Itukan dulu sebelum kita pisah. Sebelum gue tahu kalau Galas itu lo."

Neo memajukan bibirnya. "Please, malam ini aja. biar bau kamu lama ketinggalan disini!" memandang Bella dengan tatapan yang paling memelas yang bisa Neo lakukan.

Bella mendengus. "Enggak aneh-anehkan?"

Neo nyengir membuat Bella melayangkan tatapan malasnya pada laki-laki itu. "Neo gue serius …"

"Iya enggak aneh-aneh. Dikiiit aja."

Bella berdecak duduk di sofa lantas menyalakan televisi. "Ya udah sukanya apa?" tanya Bella.

Neo menggelengkan kepalanya. Merebahkan kepalanya di paha perempuan itu. "Aku tu sebenarnya khawatir bangat ninggalin ibu sendirian. Iya sih ditemanin mbak, tapikan tetap aja. Coba aja kalau ibu mau tinggal barang aku. aku langsung beli rumah deh."

"Ibukan enggak mau jauh dari bapak. Kayak lo enggak tahu aja." Bella menanggapi ucapan mantan suaminya tersebut.

Neo memajukan bibirnya bermanja pada Bella. "itulah! Kalau gue tinggal barang ibu kerjaan disini juga masalahnya. Apa gue resign trus bertani aja ya?"

"Kayak lo paham aja."

Neo memainkan bibirnya. "Iya juga sih!" ujar laki-laki itu. Dia bukan lulusan pertanian, bukan juga seseorang yang memiliki banyak pengalaman di bidang itu. Setiap orang memiliki keahliannya sendiri. "Tapi ibu udah makin tua. Benaran deh! Aku khawatir."

"Sama," ujar Bella. "Gue juga udah coba juga bujuk ibu. Kalau ibu malas lo tinggal …" mengingat kadangkala Neo harus keluar kota untuk urusan pekerjaan. "kan bisa gitu tinggal gue sama mama. Mumpung mereka berdua juga klop sesama besan. Tapi …" Bella menggelengkan kepalanya.

Perempuan itu menarik nafasnya. "Makanya gue bilang lo buat nikah. Mana tahu ntar kalau udah ada cucu ibu jadi betah."

"Ya tapi balik lagi ke awal dong. Aku enggak buaya Bel. Aku udah ngaku aku coba dengan cewek lain, tapi langsung bayangan kamu aja terlintas. Enggak bisa. Aku enggak pernah merasa cocok lagi. Bukan maksud maksa kamu. Aku cuma bilang aja."

Bella memainkan bibirnya. "Coba aja gue beraniin punya babi waktu itu ya?"

"Selain ibu, mama dan papa juga harus dikhawatirin tahu. Maksud aku kamu kurang-kuranginlah berantam sama mama. Enggak baik tahu."

"Iya mas …" ujar Bella mencibir.

Neo gemas menyentil hidung mantan isterinya itu. "Giliran kamu aja."

"Kerjaan lo gimana?" tanya Bella beralih pada hal lainnya.

"Gitu. Selalu musingin. Ada aja yang nyaris enggak sinkron. Ada aja yang berulah. Enggak boleh lengah aja kesannya. Sama klienlah, koordinasi sama mandorlah," ujar Neo.

Bella berdecak. "Trus mimpi lo buat bangun perusahaan kontraktor sendiri itu?" tanya Bella.

Neo menggelengkan kepalanya. "Aku enggak tahu nanti ngasihnya ke siapa. Ibu tiap dikasih selalu banyak penolakan. Itu aja kalung ultah doang udah protes ibu. Kamu …" Neo terhenti.

"Kenapa harus ada orang lain saat itu mimpi lo sih?"

Neo tersenyum kecil. "Senang aja saat aku dapatinnya trus aku kasih ke orang tersayang. Kamu enggak tahu sih rasanya kayak apa."

"Kasih ke Claudia aja gitu?" goda Bella.

Neo menggelengkan kepala. "Ngapain. Mending aku kasih ke kamu."

"Sayang sekali aku tahu gaji kamu dan uang saku yang papa mama kasih lebih dari itu. Walaupun aku masih fotograpeher amatiran, tapi mama papa masih ada."

Neo menghembuskan nafasnya. "iya deh, kamu terpaksa harus hidup susah tiga tahun bareng aku."

"Gue enggak pernah bilang gitu ya!" ujar Bella galak.

"Kan mirip-mirip."

Bella melayangkan cubitan pada pinggang suaminya itu. "gue bilang nolak harta lo yang sekarang. Bukan yang dulu," geram Bella.

"Kalau sekarang kamu ngomong gitu, pasti kamu dulu pernah rasainkan."

Bella menarik nafasnya. "Enggak munafik sih. Kita sama-sama tahu kalau kita harus banyak berhemat. Minimal setiap gajian atau lo akan gajian kita akan hitung anggaran. Tapi gue enggak pernah merasa masa itu masa susah gue. Jalaninnya bareng lo gue terima-terima aja. kayak cerita dari hidup aja."

Neo tersenyum mengamit tangan Bella kemudian mengusapnya. "Makasi ya Bel udah pernah terima aku apa adanya."

Bella menoyor kepala laki-laki itu. "Apaan sih? Melo bangat lo!" dengus Bella.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C36
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login