Download App

Chapter 2: KEHIDUPAN BARU

"Saya terima nikah dan kawinnya Anggi bin Dodi dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai,"

"Bagaimana para saksi, sah?"

"Sah,"

Rasa haru mewarnai prosesi ijab kabul sepasang insan tersebut. Anggi berhasil mendapatkan restu setelah kejadian nyaris bunuh diri empat hari lalu. Anggi dan Jaka menikah di kantor urusan agama. Dodi dan Dida tidak mengizinkan adanya pesta di rumah mereka. Bahkan kalau bisa tidak usah ada orang yang tahu jika Anggi menikah dengan Jaka.

Setelah akad selesai, Dodi menemui anak serta menantunya.

"Puas kalian, kan? Jaka, lebih baik Anggi tinggal sama bersama kami," kata Dodi.

"Loh, kenapa begitu, Om?" Jaka tidak berani memanggil Dodi dengan sebutan Papa.

"Kami khawatir Anggi gak bisa makan kalau hidup sama kamu,"

Jaka tersenyum mendengar ucapan mertuanya. Entah sampai kapan mereka akan membenci dirinya. Untungnya Tuhan telah menitipkan hati yang besar untuk Jaka. Kalau tidak, mungkin sejak dahulu ia sudah kabur akibat hinaan keluarga Anggi.

"Gak bisa begitu, Pa. Kan, aku sudah resmi jadi istri Mas Jaka," bantah Anggi. Untuk apa mereka menikah kalau pada akhirnya beda rumah.

"Mama gak bisa bayangin gimana hidup kamu nanti," keluh Dida.

Dodi dan Dida tidak segan-segan menghina Jaka secara langsung. Keduanya terlalu sepele dengan Jaka akibat perbandingan status sosial.

"InsyaAllah aku bisa mencukupi kebutuhan Anggi, Tante," balas Jaka seraya menundukkan tubuh.

"Hahaha. Jangan mimpi kamu! Untuk makan sehari-hari aja susah." Tawa Dodi terdengar nyaring.

"Pa, Ma! Jangan seperti itu. Aku sudah resmi menjadi istri Mas Jaka dan akan tinggal bersamanya,"

"Ah, terserah. Lihat saja nanti,"

Dodi tak ingin memperpanjang perdebatan. Lagi pula, Anggi dan Jaka sudah resmi menikah. Namun, Dodi berjanji akan selalu memantau kehidupan putrinya. Dodi akan membawa Anggi pulang ke rumah apabila ia menderita.

***

Setelah melakukan ijab kabul, malamnya Anggi langsung dibawa oleh Jaka ke rumahnya. Dodi dan Dida tak dapat menghalau karena Anggi bersikeras untuk mengikut. Akhirnya, Dodi serta istrinya melepas kepergian Anggi dpenuh was-was.

"Ingat ya, Jaka! Aku bakal menjemput putriku kalau terjadi sesuatu di sana," ancam Dida. Dia menunjuk wajah Jaka penuh kebencian.

Jaka mengangguk mantap. Ia memberikan peluang bagi Anggi untuk memeluk serta mencium kedua orang tuanya. Saat Jaka hendak menjabat tangan Dodi, tiba-tiba saja pria itu memundurkan diri.

"Jangan sentuh aku maupun istriku," perintahnya.

Lagi-lagi Jaka tersenyum getir akibat perkataan sang mertua. Sejujurnya hati Jaka sangat sakit, tapi dia tidak boleh lemah. Jaka bertekad untuk bekerja lebih giat agar dapat mengubah ekonomi mereka.

Sesampainya di kediaman Jaka.

Cklek…

Jaka mendorong pintu rumah sederhana tersebut. Ia meletakkan dua buah koper di sebelah kursi kayu.

"Duduk dulu. Sebentar, ya," pungkas Jaka.

Anggi memerhatikan bangunan yang mulai sekarang akan menjadi rumahnya. Tempat ini begitu kecil dan kumuh. Banyak sawang bergelantungan di atapnya. Jika Dodi dan Dida melihat keadaan rumah Jaka, pasti mereka akan membawa Anggi kembali saat ini juga.

"Anggi." Suara serak mengagetkan Anggi.

"Eh, Ibu?"

Anggi gegas mencium punggung tangan wanita tua yang dipapah oleh Jaka. Sosok itu adalah Jamilah alias mertuanya sendiri. Setahun belakangan ini Jamilah kerap sakit-sakitan. Alasan yang membuat ia tak dapat menghadiri akad nikah Jaka di kantor urusan agama tadi.

Anggi sendiri sudah mengenal Jamilah sejak tiga tahun lalu. Mereka kerap berbagi cerita bersama. Anggi sudah menganggap Jamilah sebagai ibu kandungnya sendiri.

"Selamat atas pernikahan kalian ya, Nak. Maaf, ibu tidak bisa hadir." Jamilah dibantu duduk di kursi oleh Jaka.

"Ah, iya, Bu. Gak masalah kok." Senyum Anggi menghiasi wajah.

"Ibu dan Anggi tunggu di sini dulu, ya,"

"Mau ke mana, Mas?"

"Keluar sebentar,"

Jaka meninggalkan ibu serta istrinya. Memberi waktu agar kedua wanita itu dapat mengobrol dengan leluasa.

"Anggii. Apa kamu benar-benar mencintai Jaka? Apa kamu rela tinggal di gubuk kumuh seperti ini?" tanya Jamilah seusai kepergian putranya.

Anggii mengenduskan napas panjang. Pertanyaan Jamilah tidak pernah berubah sejak dulu.

"Tidak masalah, Bu. Aku bahagia menjadi bagian dari keluarga Ibu dan Mas Jaka," balas Anggi jujur.

Jamilah tak ingin jika suatu hari nanti Anggi menyesal karena telah memilih putranya untuk dijadikan suami. Wanita 65 tahun itu berharap jika pernikahan Jaka akan langgeng sampai maut memisahkan. Tanpa Jamilah sadari, bahwa selama ini orang tua Anggi tidak merestui hubungan mereka.

Tak lama setelah itu Jaka kembali dengan membawa dua bungkus plastik di tangannya. Jaka beranjak ke dapur untuk mengambil dua piring serta tiga sendok nasi.

"Kita makan dulu, ya," ujar Jaka.

Anggi sejenak berpikir. Siapakah yang akan dikorbankan diantara mereka? Hanya ada dua bungkus nasi sementara ada tiga lambung di sini.

"Ini buatmu," ucap Jaka. Ia menyerahkan makanan tersebut pada Anggi.

Jaka membuka bungkusan yang satunya lagi, lalu meletakkan dua sendok di sana. Anggi tercekat karena nasi miliknya memiliki ayam sementara punya Jaka hanya telur ceplok.

"Mas, kenapa lauknya beda?" tanya Anggi heran.

"Sudah, gak apa-apa,"

"Terus, kenapa piring kamu sendoknya ada dua?"

"Aku kongsi sama Ibu,"

Degh!

Jantung Anggi berdebar mendengarnya. Jaka dan ibunya rela berbagi makanan asal Anggi bisa kenyang. Di sisi lain, Anggi juga sedih karena ia menduga bahwa keuangan Jaka sedang dalam masalah.

"Beli saja lagi pakai uangkut," tukas Anggi berusaha memberi solusi.

Jamilah tersenyum pahit. Inilah yang ia takutkan. Ia khawatir jika Anggi tidak tahan tinggal bersama mereka karena keterbatasan ekonomi.

"Gak usah. Ibu makannya memang sedikit," bohong Jamilah. Ia tak ingin harga diri Jaka rendah karena dibiayai makan oleh istrinya sendiri.

"Aku juga makannya sedikit kok." Kini, Anggi pula yang berbohong.

Kemudian Anggi menggabungkan dua bungkus nasi tersebut. Ia tak ingin kenyang sendiri sementara Jaka dan ibunya menahan lapar.

Jaka terharu melihat sikap bijak istrinya. Anggi mememang berbeda dengan Dodi dan Dida. Anggi tidak pernah sombong meskipun selama ini dia hidup dalam kemewahan. Bagi Jaka, Anggi memang sosok wanita pilihan terbaik.

***

Malam kian larut, tapi Anggi tetap tak bisa tidur. Sejak tadi ia merasakan dingin yang begitu menyengat tulang. Rumah yang terbuat dari anyaman bambu membuat angin dapat masuk dari celah-celahnya. Ditambah lagi nyamuk nakal yang bersarang di kamar tersebut. Membuat mata Anggi sungkan terpejam.

Anggi baru merasakan bagaimana rasanya bermalam di sebuah bangunan tanpa batu. Dia memang kerap berkunjung ke kediaman Jaka, tapi tak pernah bermalam di dalamnya. Kini, Anggi baru mengerti betapa sulitnya Jaka memperjuangkan hidupnya. Jangankan untuk makan, untuk istirahat saja ia harus kesusahan.

"Semoga aku mampu melalui hidup baruku," geming Anggi seraya memandangi seantero ruangan dengan lampu redup tersebut.

***

Bersambung


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login