Download App

Chapter 2: KARIN'S FAMILY

"Tantikan punatu atau Alu, Mommy?"

Seorang bocah wanita berpipi gembil menatap Karin penuh keseriusan. Netranya berpijar, berharap bahwa yang dipandang memberikan jawaban iya.

"Nda! Punatu lebih bagus," ucap unyil lelaki yang wajahnya begitu identik dengan perempuan di sebelahnya.

Putri kecil yang kerap disapa dengan Isha itu memanjangkan bibir. Beberapa kali ia merobek kertas bergambar setiap kali merasa bahwa milik kakaknya Aru, jauh lebih bagus. Mulai dari gambar kucing, kuda, kecoa, monyet hingga yang terakhir adalah kupu-kupu. Seekor hewan yang dianggapnya paling menarik.

Kedua anak tersebut bernama Alisha dan Arusha. Balita kembar yang dilahirkan oleh Karin empat tahun lalu. Perpisahannya dengan Setyo mengantarkan ia pada pria yang saat ini menjadi ayah bagi Alisha dan Arusha.

"Dua-duanya cantik, Sayang," Karin melirik ke arah gambar binatang yang berwarna gelap tersebut. Jika dibandingkan dengan milik Isha, gambar Aru memang jauh lebih menawan. Bocah berambut lebat itu kelihatannya memiliki skill melukis.

Brak!

Seluruh cat beserta bukunya berserakan di permukaan lantai. Berguling lalu terselip di bawah kaki sofa. Baik Karin dan Aru sama-sama terkesiap. Keduanya mendapati Isha yang baru melakukan tindak tidak terpuji.

"Isha. Kenapa kamu buang, Nak?"

Karin melihat wajah merah putrinya. Isha memang kerap mengamuk apabila ada sesuatu yang tidak pas di hatinya. Berbeda dengan Aru, bocah itu sudah tertempah menjadi pribadi yang lebih legowo. Mungkin karena statusnya yang terlahir sebagai abang.

"Punatu bagus! Puna Alu jelek," Isha memanjangkan bibir.

Rupanya dia marah karena Karin juga mengakui bahwa gambar Aru sama indah dengan miliknya. Gadis berbadan bulat itu mengepalkan kedua tangan. Dadanya naik turun menaham amarah.

"Punya Isha lebih cantik. Puna abang jelek,"

Berbeda dengan sang adik yang memiliki tingkat emosi lebih tinggi. Aru malah berusaha agar Isha tak lagi merasa tersaingi. Dia tahu keadaan ini tidak baik, karenanya mengalah menjadi solusi terbaik.

Aru beranjak mengutip cat kayu serta buku gambar yang sudah berserakan tersebut. Ditemani Karin, keduanya tampak begitu kompak.

"Iya, gambar Isha jauh lebih bagus. Ayo, lanjut lagi mengecatnya,"

Karin memerintahkan agar kedua bocah berusia empat tahun itu untuk kembali melanjutkan aktivitas. Sedangkan ia ikut bahagia karena Tuhan telah berbaik hati dengan memberikan buah hati selucu Alisha dan Arusha.

Isha kembali membubuhkan warna di atas kertas. Binatang berbuku-buku yang menjadi korban coretnya kali ini, begitu tampak menyeramkan. Seluruh sayapnya diberi kelir hitam, persis seperti kelelawar. Tak lupa Isha mempertebal kumis kupu-kupunya dengan tinta pulpen cair. Andaikata hewan terbang itu nyata, pasti lah ia sudah keberatan membawa kepalanya. Jemari gembul Isha semakin lihai memberi warna. Nyaris saja kertas itu robek karena cat kayu yang terus ditekan tanpa jeda. Karin mengulum senyum. Entah apa jadinya bentuk hewan pencinta madu buah tersebut.

"Mommy tayang cama Isha, tan? Soalnya gambal Isha lebih tantik daripada Alu," Isha kembali berceloteh dengan nada cedalnya.

Karin tak menjawab, sebagai gantinya ia hanya melempar senyum sumringah. Mana mungkin Karin bisa memilih satu diantara dua. Ibu beranak kembar itu menyapu pandangan ke arah kertas yang terdapat di sebelah kanan tangan Isha. Tampak Aru sedang memberi warna pada sebuah gambar bus.

"Besar sekali busnya, Nak," ucap Karin pada putranya.

Aru menoleh, sejurus kemudian ia tersenyum. Membayangkan bagaimana jika dia lah yang menjadi supir bus tersebut.

"Nanti atu mau bawa Mommy, Papi dan Isha naik bus ini," Aru mulai berimajinasi.

Bocah yang sama bulatnya dengan Isha itu membubuhkan cat berwarna biru pada badan bus. Persis seperti benda beroda enam yang kerap mengangkut anak-anak sekolah di kota mereka. Selain itu, Aru juga menghapus warna yang menurutnya terlalu mencolok lalu mengganti dengan yang lebih soft. Jendela-jendela berjajar, memperlihatkan bayangan manusia di dalamnya. Bus melaju dengan kencang, membawa penumpang ke tempat tujuan.

"Brrrrm brrrrm brrrrm," khayalan Aru semakin tinggi.

"Papi pulang,"

Tak ada yang tahu ketika pria bertubuh tegap nan menjulang itu membuka pintu. Semua orang melongo, untung bukan maling yang masuk.

Alisha dan Arusha yang tadinya tengah fokus melukis, kini berlari mengejar Papinya. Kaki pendek mereka berlomba, siapa duluan yang berhasil dipeluk oleh sosok berwajah menawan tersebut.

Hap!

Rupanya Aru jauh lebih kencang.

"Sedang apa anak Papi?" lelaki 38 tahun itu merengkuh erat tubuh putranya.

Anehnya, Isha yang melihat pemandangan seperti itu lantas saja menghentikan langkah. Mengurungkan niat untuk menyambut kedatangan Papinya. Isha bertindak seperti orang yang sedang cemburu buta. Lagi-lagi ia tidak suka jika Aru berada satu tingkat di atasnya.

"Eh, anak manis Papi. Sedang apa, Sayang?"

Pria yang menyadari bahwa ia memiliki seorang putri perajuk, lantas saja ikut serta memeluk tubuh Isha. Ia menggendong keduanya, membuat Isha dan Aru terkekeh geli.

"Papi gendong Isha aja. Nanti Papi jatuh," seru Isha yang tak ingin Papinya kenapa-kenapa.

Semua yang berada di sana tergelak. Isha memang sosok yang selalu ingin diistimewakan. Karin yang gemas dengan kelakukan suami dan anaknya, lantas saja bangkit dari duduk lalu berjalan mendekati ketiga manusia tersebut. Ia meraih tubuh Aru dan membawanya dalam gendongan.

"Mas membawakanmu omelet keju, Sayang,"

Hal yang tak pernah dilupakan oleh lelaki bertubuh tinggi itu saat ia pulang dari bekerja. Telur dada setengah matang dengan keju di tengahnya memang kerap menjadi santapan favorit bagi Karin. Ia jadi teringat dengan kepala jurusan yang dulu selalu membelikannya omelet keju.

Cepat-cepat Karin menepis nostalgia itu dari kepalanya, lalu menyambar plastik berisi styrofoam dari tangan pria tersebut. Jangan sampai keharmonisan rumah tangganya terusik hanya karena Setyo yang kembali ia temukan. Karin tak boleh egois. Ia harus membuang Setyo sekalipun rasa itu masih ada. Suaminya adalah pria baik, yang tak akan mencampakkan ia seperti Setyo membuangnya dengan kejam kala itu.

"Eum, enak sekali," Karin melumat makanan setengah matang tersebut hingga habis tak bersisa. Kejunya terasa begitu lumer saat menyentuh lidah. Belum lagi suiran ayam yang bersisian dengan permukaan omelet.

"Bagaimana keadaan café?"

Karin membantu suaminya melepas dasi sesaat setelah makanan hangat itu tenggelam dalam perut. Alisha dan Arusha kembali fokus mencoret-coret kertas. Nantinya, gembar-gambar tersebut akan mereka tunjukan pada Opa dan Omanya saat berlibur ke desa.

"Semakin lancar. Selalu ada pengunjung baru dan berakhir menjadi langganan di café-café kita,"

Pria itu memandang wajah istrinya yang tampak serupa dengan Alisha. Mengelola beberapa café dalam satu kota sekaligus bukan lah hal yang mudah. Namun bersama Karin dan semangat yang kerap ia berikan, membuat lelaki 38 tahun itu tak pernah mengenal kata lelah.

Namanya Ronald. Sosok pria berwajah rupawan yang Karin kenal setelah resmi menjadi janda kembang. Setahun perpisahannya dengan Setyo, Karin dinikahi oleh Ronald yang kala itu tidak mempermasalahkan status jandanya. Ronald merupakan sosok baik lagi bertanggung jawab. Tak pernah barang sedikit pun ia melukai hati sang istri. Terlebih saat si kembar sudah lahir ke dunia, Karin semakin dimanja.

"Mommy, gambal tu udah ciap," seru Isha yang langsung menyodorkan kertas berwarna tersebut pada Karin untuk disimpan.

"Atu uga," lalu disusul oleh Aru.

"Kalau begitu anak-anak Papi harus tidur sekarang, ya," Ronald gegas menggiring kedua buah hatinya untuk memasuki kamar. Sejenak ia melirik sang istri lalu berbisik, "Jangan lupa setelah ini giliran kita yang bermain,"

Wajah Karin merah padam setelah mendengar penuturan suaminya barusan. Segera ia mengganti piama tidurnya dengan sebuah lingerie.

***

Bersambung


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login