Download App
70% SMT DKK

Chapter 14: Satu Yang Penting

Kepala securiti membuka pintu seketika Nathan menghentikan langkah kakinya dia menoleh ke arah belakang di mana Olga berdiri.

"See you soon, my love!" ucap Nathan lantang, ia mengedipkan sebelah matanya seraya melayangkan ciuman dari mulutnya dengan tangannya ke arah Olga.

Olga hanya terdiam dengan raut wajah yang datar dan pangkal alis yang beradu hingga punggung Nathan hilang di balik pintu.

Dia pun langsung menjatuhkan kembali bokongnya di sofa, "Huwwaaa ... Hampir copot jantung gue lihat dia begitu pas mau keluar, edan dong dia keren sekali tadi so cool! Mana besok gue harus penuhi syarat yang dia ajukan lagi di mana gue harus kencan sehari sama dia, gue bingung gue harus seneng apa sedih nih dengan sikon ini? Can u help me, anybody? Saya pikir, tidak ada yang bisa membantu saya untuk situasi ini! Kok gini amat jadi Manager, gue pikir enak-enak aja ternyata harus jadi korban dan harus berkorban juga, tapi buat kebaikan bersama gue ikhlas deh lakuin semua ini." gumamnya, ia bermonolog dengan dirinya sendiri dan menarik nafas dalam-dalam.

Huft! Hela nafasnya berat.

Kring ... Kring ... Kring ...

Olga melirik ke arah telepon yang ada di meja kantornya dia langsung beranjak dari sofa, angkat telepon dan duduk di kursi.

"Ya, halo." sapa Olga dengan santai.

"Halo mih ini saya Zoel, sebelum dibayar lunas katanya dia minta nomer telepon mamih kalo gak kasih ya tahu sendiri katanya, bagaimana ini apa boleh saya kasih nomer mamih?" Nathan tersenyum simpul.

Olga tepok jidat, "Yassalam .... Tuh orang masih aja ya, ampun dah! Ya udah bapak kasih saja nomer telepon saya, ada lagi yang mau dia sampaikan?" tanya Olga geram.

Zoel melirik ke arah Nathan, "Ada lagi yang mau disampaikan, pak?" Nathan langsung merampas gagang teleponnya dari tangannya, Zoel sontak kaget dan menatap sinis ke arah Nathan.

"Sini, biar saya ngomong sendiri!" Nathan meletakkan teleponnya di telinga kanannya. "Halo sayang, nanti aku hubungi kamu ya kalo kamu sudah di mess kabarin aku oke sayang. Love you, muah!" Nathan tersenyum manis tanpa memperdulikan Zoel dan kepala securiti yang ada di dekatnya.

"Love you sayang, sayang-sayang pala elo peyang! Dia malah ngomongin cinta depan gue sama Si Mamih Olga, pengen rasanya gue pites nih orang biar mati kaya kutu yang gue pites berulang kali sampe modyar tak berbentuk! Sabar-sabar ya tuhan, beri hamba kesabaran yang tiada batas." batin Zoel, ia pun panas hatinya karena cemburu dengan Nathan.

Zoel mengepalkan kedua tangannya sekuat tenaga.

"Oh oke nanti saya akan kabarin, terima kasih." Olga langsung menutup teleponnya.

"Lah, kenapa ditutup teleponnya? Halo, halo ... Ah, dia bersikap seperti itu malah bikin aku tambah cinta saja!" gumamnya, ia memberikan kembali gagang teleponnya pada Zoel.

"Mana sini cepat bagi nomer telepon mamih, saya mau cepat bayar dan mau langsung balik kamar lah saya juga capek mau istirahat." celoteh Nathan sembari merebahkan badannya di sofa panjang.

Zoel meletakkan gagang teleponnya pada tempatnya dan mengerluarkan kartu nama mamih Olga dari dalam dompetnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia sudah begitu kesal dan gak tahan lagi dengan Nathan.

"Pak, tolong kasih kartu nama mamih dan silahkan bapak saja yang urus tamu ini untuk pembayaran ganti ruginya. Saya udah geram banget sama dia, takut khilaf aja saya!" ucapnya pada kepala securiti, Yadi.

Yadi meraih kartu nama dari tangan Zoel, "Ya sudah biar saya yang urus tamu ini, dari pada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pak Zoel boleh rehat dulu di sini, kalo udah selesai pasti saya kabari." Zoel angguk-angguk.

"Terima kasih, pak!" Zoel dan Yadi saling melemparkan senyum.

"Dia gila tingkat pulau kayanya atau dia salah minum obat, mimpi apa gue semalem kenapa harus berurusan sama nih tamu sih? Mampus gak tuh, pengen menghilang aja rasanya ke mana kek gitu yang penting bebas dari nih tamu edan! Berarti gue harus off dong besok karena harus kencan sama dia, capcay goreng deh." batin Olga, ia geleng-geleng sambil berdecak.

Yadi segera mengurus pembayaran ganti rugi atas kerugian restoran hotel yang terjadi karena ulah Nathan.

Semua berjalan sesuai dengan rencana Nathan walau pun dia harus mengorbankan dirinya sendiri serta sahabatnya David yang harus babak belur, dia juga harus mengeluarkan pundi-pundi rupiah yang lumayan cukup besar. Namun Nathan merasa puas dengan hasilnya, dia kembali ke kamar hotelnya dengan wajah yang sangat bahagia dan hati yang berbunga-bunga.

"Tidak percume dan tidak sia-sia aku buat semua kekacauan ini, walau pun aku harus bayar banyak dan badanku pada sakit tapi aku puas dan senang karena semua berjalan seperti yang aku inginkan! Akhirnya aku dapat nomer teleponnya dan aku bisa berkencan dengannya besok, jika aku tidak buat begini macem mana aku bisa dapatkan nomer telepon dia? Apa lagi dia cewek yang galak dan bermaruah pula, bisa aku yang gila kalo sampai tak bisa dapatkan dia!" batin Nathan, ia membersihkan wajahnya yang penuh dengan busa dari sabun wajahnya. "Perih juga ujung bibirku, aku belom telepon Si David lagi." gumamnya, ia mematikan kran airnya lalu berjalan ke kamar dan meraih ponselnya.

"Bro, are you oke?" sapa Nathan santai dengan mimik muka tanpa dosanya.

"Kau masih inget aku, kupikir kau mati di sana?" timpal David yang masih geram sama Nathan karena pukulannya kencang sekali.

"Damn, kau mau aku mati ya? Bukannya senang masih denger suara aku, ini malah mau aku mati!" sewot Nathan.

"Kau tuh yang mau aku mati, pukulnya gak kira-kira sekuat tenaga sampai gigiku ada yang sampai goyang bentar lagi copot, hampir ompong aku!" potong David, Nathan tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

"Ha-ha-ha bukan cuma kau saja yang hampir ompong aku jua, kau pikir aku tak babak belur? Aku babak belur segala-galanya sampai dompet pun babak belur, haiyaaa." Nathan tepok jidat, gantian sekarang David yang tertawa terbahak-bahak.

"Ha-ha-ha soal itu, mau kau babak belur segala-galanya kek mau apa kek itu bukan urusanku, toh kau yang mau buat bukan aku suruh! Satu yang penting, kapan kau mau transfer ke aku bayar untuk babak belur ini lur? Aku besok mau ke rumah sakit lah, wajah tampanku hampir sirna karena rencana gilamu itu! Macem mana kalo pacar aku nanti tak cinta lagi sama aku, sebab wajah tampanku babak belur karena bantu kau, apa kau mau tanggung jawab? Tak mungkin lah aku nikah sama kau, masa adu pedang? Pengen muntah aku, amit-amit!" celoteh David tanpa jeda membuat Nathan semakin terbahak-bahak.

"Ha-ha-ha kau kesurupan apa bro, apa yang kau merepek ini? Dah macem nenek-nenek saja kau merepek ngalor ngidul, siapa jua mau kawin dengan kau? Ogah juga aku adu pedang, besok sekalian kau ke psikiater test otakmu itu! Sakit juga bibirku kena hantam kau, ini pun aku sambil obatin pakai alcohol sama betadine." Nathan tempel pelan-pelan berulang kali kapas yang sudah diberi kedua obat itu ke bibirnya.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C14
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login