Download App

Chapter 13: 13| Malam bersama CEO

Seumur-umur di dalam hidup Lova, baru kali ini dia merasakan duduk di dalam mobil mewah yang terlihat begitu luas. Lova tidak henti-hentinya menatap jalanan kota yang mereka lalui, rasanya benar-benar nyaman. Mobil ini melaju dengan kecepatan sedang, tak terburu-buru. Sepertinya Pritam masih punya banyak waktu untuk berada di luar sebelum kembali pada sebuah pekerjaan yang membosankan.

"Aku menyukai mobil dan segala macamnya," kata Pritam secara tiba-tiba, tentu saja itu membuat Lova tercuri pandangan matanya.

Dia pria kaya, makanya suka dengan apapun yang berbau hal-hal mewah.

Lova tidak bisa menjawabnya. Dia cukup tersenyum, topik pembicaraan ini terlalu tinggi untuk dirinya sekarang.

"Kalau kamu, suka apa?" tanyanya lagi.

Benar kata Nike, dia pria yang ramah. Bahkan senyumnya saja begitu nyaman untuk dilihat. Tidak semua pria Jakarta punya kesopanan seperti Pritam.

"Apapun yang bebas," kata Lova. "Mungkin jalan-jalan," imbuhnya lagi. Gadis itu mengakhiri kalimatnya dengan senyum yang manis. "Aku suka jalan-jalan di akhir pekan, jadi sepertinya itu yang membuatku tertarik."

Lova menatap jalanan di luar sana. "Lebih-lebih kalau malam hari, Jakarta punya pesona yang bagus. Panorama yang sempurna," katanya lagi.

Pritam terus mendengarkan.

"Jujur saja, aku tidak pernah mengalami hal yang seperti sekarang ini, kamu tahu ...." Gadis itu menoleh. Ditatapnya Pritam dalam diam. "Kamu adalah orang yang beruntung."

Beruntung? Pritam harap dia benar-benar mendapatkan itu semua. Keberuntungan.

"Kenapa bisa begitu?"

Dia menyeringai tipis. "Kamu kaya dan punya segalanya, kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau, bahkan memesan makan dengan harga yang mahal. Biar aku tebak," tuturnya, memutar tubuhnya menatap Pritam.

Hal yang paling berbeda dari gadis ini adalah caranya untuk akrab, dia sederhana dan apanya. Melakukan semuanya bukan atas dasar kepura-puraan. Dia adalah perempuan yang paling asli, yang pernah ditemui oleh Pritam sejauh ini. Mondar mandir, bolak balik dari Jakarta ke kota lain, atau pergi ke negara lain sekalipun, tidak pernah dia menemukan kecocokan hanya dalam satu malam.

Kini dia percaya kalau Lova adalah yang paling tepat.

"Kamu memesan makan itu semua habis 1 juta bukan?" tanyanya, asal saja. Bagi Lova satu juta itu sudah besar, sangat besar. Gajinya memang lebih sedikit, tetapi habis dalam sekejap mata saja.

"Katakan saja begitu," ucap Pritam, manggut-manggut.

"Kenapa jawaban kamu gak pasti gitu," sahut Lova. Menyerah. Dia kembali duduk menghadap ke depan. "Pasti lebih?"

"Kira-kira, lebih sedikit." Pritam menyahut apa adanya. Tak mau membahas pasal uang dengan Lova. Derajat mereka jauh berbeda, itu hanya akan menambah rasa canggung saja.

"Ngomong-ngomong, rusunawa yang aku tempati ada di belokan sana." Lova menunjuk dengan menggunakan matanya. "Tidak perlu menghantar sampai rusunawa, cukup di perempatan yang ada di sana saja. " Ia mengimbuhkan. "Sudah syukur aku gak bayar bus kota untuk pulang."

Pritam kembali tersenyum tipis, tidak ada kalimat yang lepas dari celah bibirnya. Dia suka cara Lova mengekspresikan kesederhanaannya.

"Di mana orang tua kamu?" tanya Pritam lagi. "Kamu temannya Mr. Rex bukan? Kamu PSK juga?"

Tiba-tiba saja diberi pertanyaan seperti itu, tentu saja membuat Lova mengubah ekspresi wajahnya. Tak ada senyum, terlalu gila untuk tertawa dengan pertanyaan itu sekarang.

"Aku tidak bergabung dengan mereka. Mr. Rex yang aku maksudkan."

"Lalu gaun itu ...." Dia menunjuk gaun yang dikenakan oleh Lova. "Itu gaun milik Mr. Rex bukan? Aku pernah melihatnya saat datang di kantornya."

Lova tersenyum. "Sepertinya kalian benar-benar dekat. Mr. Rex selalu mewaspadai padaku, aku harus bersikap baik dan tidak macam-macam padamu," gumamnya. Bermain dengan jari jemari yang ada di atas pangkuannya sekarang. "Katanya juga, aku tidak boleh mengecewakan dirimu. Aku hampir saja mengira kalau kalian saudara," ujarnya pada Pritam.

Pritam menghela nafasnya. Merasakan mobil yang mereka tumpangi mulai berbelok dan memelan. Jalanan juga sudah tidak seramai sebelumnya. Hingga pada akhirnya, dia tersadar kalau ini bukan jalanan antar kota lagi.

Mobil mereka akhirnya berhenti, tepat setelah halte bus yang sudah kosong, tidak ada penumpang yang menunggu, mungkin terlalu malam untuk melakukan perjalanan dari tempat ini.

"Kami memang dekat," jawab Pritam pada akhirnya. Dia memutar posisi hadap, menatap lingkungan yang ada di sekitarnya. "Aku pernah datang ke sini," katanya lagi.

"Benarkah? Ini bukan lingkungan orang elit, jadi sedikit terkejut," katanya kemudian. Dia mengimbuhkan lagi. "Kamu main ke rumah teman atau bagaimana?" tanya Lova sembari mengemasi barang-barangnya. Ada jaket, ada tas murahan, juga beberapa makanan sisa yang dia bungkus sesuai keinginannya tadi.

"Bertemu seseorang," jawab Pritam. "Kamu beneran cuma mau dianter sampai sini?" tanyanya pada Lova, memastikan.

Lova manggut-manggut. "Beneran. Lagian, jalannya gak terlalu jauh. Di depan sana sudah ada gerbang masuk rusunawa."

"Kalau begitu aku antar sampai sana?" Pritam menawarkan. Sepertinya Dia tidak rela jika gadis cantik ini turun di sini.

Lova menggelengkan kepalanya. "Aku mau mampir ke rumah seseorang yang ada di gang sebelum gerbang rusunawa, jadi tidak perlu menghantarkan. "

"Begitu?" tanya Pritam, lagi-lagi memastikan.

Lova hanya tersenyum. Mengangguk. Mendorong pintu mobil. "Terima kasih karena sudah menghantarkanku sampai sini, aku jadi tidak perlu membayar bus atau menunggu di halte." Lova menatapnya. Wajah Pritam benar-benar tampan walaupun dia hanya diam tanpa ekspresi begitu. "Aku jadi merepotkan kamu, padahal seharusnya tidak begini."

"Bagaimana bisa aku membiarkan kamu pulang sendiri padahal sudah larut malam? Itu berbahaya." Pritam menyahut. "Aku bukan tipe pria yang bisa melihat hal itu. Hatiku tidak akan makan jika tidak memastikan kamu pulang dengan aman," katanya. Dia seakan-akan membanggakan kebaikannya malam ini.

"Terimakasih banyak ...." Lova melangkah keluar dari dalam mobil. Menutup pintunya lagi. Dari celah kaca jendela pintu yang terbuka, dia mengintip. Membungkukkan badan. "Sekali lagi terimakasih banyak. Sampai ketemu di lain waktu," ujar Lova. Dia tersenyum kuda, memamerkan kecantikannya malam ini. Pesona Lova ada di kedua lesung pipit yang ia punya. Menyempurnakan kecantikannya.

Pritam manggut-manggut, menutup kaca mobil kemudian.

Mobil itu melaju pergi meninggalkan Lova yang mulai menepi, tidak lagi berada di tengah jalan yang sepi. Dia memilih berjalan lewat trotoar yang ada di bahu jalanan.

Di samping itu, Pritam terus menatap dari pantulan spion mobil keberadaan Lova yang semakin jauh dari pandangan matanya.

"Dia tinggal satu rusunawa dengan Mayya, Pak?" Sang supir menyela diamnya Pritam. "Terakhir kali aku menghantarkan Mayya di rusunawa yang sama."

Pritam manggut-manggut. "Cari tahu hubungan mereka, aku tidak ingin Mayya tahu tentang ini."

"Tentang apa, Pak?"

Pritam menarik nafasnya. "Tentang Lova ... sepertinya aku jatuh cinta padanya."

... To be continued ...


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C13
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login