Download App

Chapter 2: II. Liona Christin

Namanya Liona Christin, seorang wanita cantik sederhana dengan rambut hitam kecokelatan tergerai panjang, dengan postur tubuh sedang, dan menggunakan kaca mata bulat tidak terlalu tebal sedang asik membaca sebuah buku novel yang baru saja ia beli di toko buku terlengkap di kotanya. Liona selalu menghabiskan waktu senggangnya yang singkat dengan membaca buku novel sambil menikmati es kopi cappucino dingin di sebuah cafe yang tidak terlalu jauh juga dari tempat bekerjanya. 

Salah satu penulis favoritnya adalah Tere Liye, saking sukanya ia mengoleksi semua buku-buku dari Tere Liye. Liona bekerja sebagai penyiar radio selama 3 tahun di sebuah stasiun radio terbagus di Jakarta, Prambors Radio. Dia sangat senang sekali berkomunikasi dan menurutnya pekerjaan itu cocok sekali untuknya. Lewat pekerjaannya, ia terkadang menyampaikan beberapa kata-kata motivasi dari beberapa buku yang ia baca.

Ia sendiri membuat buku catatan kecil untuk menuliskan kata-kata motivasi dari buku-buku yang nantinya akan ia siarkan lewat radio. Bagi Liona, terkadang orang-orang butuh kata-kata motivasi untuk mengganti semangat yang kendur dengan semangat baru. Terkadang banyak sekali rekan-rekan kerjanya meminta saran kepada Liona karena menurut rekan kerjanya ia adalah sosok yang sangat bijak dalam mengatasi masalah. Setelah seharian bekerja, akhirnya jam di meja kerjanya menunjukkan pukul 5 sore tanda waktunya ia pulang ke rumah.

Jalanan Jakarta sangat ramai sekali, untungnya ia hanya perlu berjalan kaki untuk sampai ke rumah tanpa harus terjebak macet di jalan dan jaraknya dengan tempat kerja sangatlah dekat. Dalam perjalanan menuju rumah, ia melihat seorang nenek yang duduk di pinggir jalan sambil menawarkan beberapa barang-barang dagangnnya. Liona kasihan sekali melihat nenek itu yang sudah berusaha keras tapi tak mendapatkan pelanggang satu pun. 

Hati kecilnya pun tergerak berjalan menghampiri nenek tersebut. "Nenek jualan apa?" tanyanya dengan ramah. Nenek itu tersenyum dan menyambutnya dengan sangat ramah. "Iya cu, nenek jualan banyak sekali barang. Ada buku, berbagai hiasan rumah untuk pajangan lemari, dan beberapa kain," jawab nenek sembari mengeluarkan lagi barang-barang jualannya yang masih di dalam karung. 

Mendengar kata buku saja, Liona langsung tertarik dan ingin melihat seperti apa buku itu. "Boleh saya lihat bukunya?" Nenek mengangguk dan mengeluarkan sebuah buku dari dalam karung. Buku itu tidak terlalu tebal dengan sampul cokelat dan terdapat gambar bunga iris. Saat ia membuka bukunya, sama sekali tidak ada judulnya tapi ia merasa buku ini cukup menarik untuk dibaca.

"Berapa harga buku ini nek?" tanyanya lagi dan nenek menjawab buku itu harganya tiga puluh ribu rupiah, sangat murah sekali menurut Liona. Ia mengambil dompetnya di dalam tas dan menyodorkan uang selembar lima puluh ribu rupiah. "Ambil saja kembaliannya nek."

"Tapi cu, kembaliannya kan sangat banyak," ujar nenek. Dengan lembutnya Liona tersenyum dan mengatakan bahwa nenek lebih membutuhkan uang itu, saking terharunya sang nenek memeluk Liona dengan erat. "Terima kasih banyak ya cu ...."

"Sama-sama nek, kalau begitu saya pulang dulu. Jaga diri nenek baik-baik ya." Nenek itu masih tidak habis pikir dengan sikap dermawan dan kelembutan hati Liona, menurutnya wanita muda yang tepat untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam buku tersebut. Sampainya di rumah, Liona segera menyambut ibunya yang sedang sibuk memasak di dapur, bernama Marni. Ya, ia hanya tinggal berdua bersama ibunya. Ayahnya sudah lama meninggal karena sakit kanker. Dan semenjak itulah hidup Liona dan Marni berubah, mereka diharusnya berusaha dengan keras untuk hidup. Sekarang usia Marni menginjak 50 tahun, terkadang ia diam-diam bekerja sebagai tukang cuci pakaian. Dan Liona selalu memperingatkannya berulang kali pada Marni agar tidak usah bekerja lagi. 

"Ibu sedang masak apa hm? Bagaimana hari minggu ini kita makan di luar?" tanya Liona sambil memeluk Marni dari belakang. Marni membalikkan badannya sambi mengelus rambut lembut putrinya. "Baiklah, terserah kamu saja nak." Liona mengangguk senang dan membantu ibunya memasak makan malam.

Di pojok ruang dapur terdapat pewangi pakaian yang cukup banyak sekali, Liona langsung menoleh ke arah Marni. "Ibu tidak bekerja lagi kan?" tanyanya dengan nada menginterogasi. Pergerakkan Marni seketika diam tidak bergerak. "Ibu, berapa kali Liona harus bilang. Jangan bekerja lagi, kan gaji Liona kan cukup untuk biaya kehidupan sehari-hari. Bagaimana nantinya jika ibu kelelahan dan jatuh sakit? Ingat, umur ibu itu tidak muda lagi, sekarang biarkan Liona saja yang mencari uang untuk ibu. Kalau ada apa-apa, ibu tinggal bilang saja pada Liona ya?"

Marni berusaha menahan air matanya tidak terjatuh, ia sendiri ingin membantu putrinya. Apalagi dari umur 18 tahun, Liona selalu menghabiskan waktunya dengan bekerja kesana kemari dan akhirnya mendapatkan pekerjaan tetap. Liona berjalan mendekati ibunya, "Lio tahu ibu tidak mau melihat Liona berjuang sendirian bukan? Tapi Liona sendiri tidak mau kehilangan ibu terlalu cepat."

"Iya nak, tapi sekali ini saja ya. Setelah itu ibu tidak akan bekerja lagi." Sangat sulit dipercaya, beberapa kali ia sering mengatakan itu tapi tetap melakukan hal yang sama terus-menerus. Melihat Liona yang diam, Marni menghela nafasnya perlahan. "Baiklah, kali ini ibu berjanji."

"Apakah ibu akan menepati janji?" tanyanya dengan mengancungkan jari kelingking. Marni tersenyum dan menautkan jari kelingkingnya, "Iya ibu janji nak." Liona pun tersenyum dan memeluk ibunya dengan sangat erat. "Awas saja kalau ibu tidak mau menempati janji, Lio akan marah sama ibu." Marni mengangguk dengan sungguh-sungguh, mereka berdua pun kembali melanjutkan membuat makan malam. Saat memasuki malam, jam bergerak begitu cepat dan jarum jam menunjukkan angka 7 malam. Liona dan Marni menikmati makan malam yang mereka buat bersama. "Masakan ibu yang terbaik!" puji Liona sambil makan dengan lahap. 

"Bukankah masakan ini kita berdua yang buat, jangan memuji ibu saja," balas Marni yang membuat suasana menjadi sangat hangat. Selesai makan malam Liona kembali ke kamarnya dan teringat akan buku yang ia beli dari seorang nenek ketika ia berjalan pulang menuju rumah. Ia mengambil buku tersebut dan memakai kaca matanya. "Hm mengapa buku ini tidak memiliki judul?" 

Dengan rasa penasaran tinggi yang kembali timbul, ia lalu membuka buku itu dan membaca halaman pertama. Ceritanya cukup menarik dan nama tokoh cerita di dalam buku itu adalah Liona Graciella Zyandes. "Wah ... kebetulan sekali nama tokoh ceritanya sama denganku. Sama-sama Liona namanya. Kira-kira kisah hidup Liona di buku ini seperti apa ya? Dari halaman awalnya saja sangat terlihat sangat bahagia, aku harap buku ini mempunyai akhir cerita yang bahagia juga."

Ia terus membalik halaman buku itu dan sampailah rasa kantuk berat menyerangnya. Tulisan di buku itu seakan berdempetan dan perlahan menghilang dari lembaran kertas. Liona pun memejam matanya dan tertidur pulas.


Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login