Download App

Chapter 8: Taman Istana

Camelia membawa Pamela ke taman istana.

Dan di sana Pamela dibuat takjub dengan pemandangan yang sungguh indah.

Bukit yang dipenuhi dengan hamparan bunga berwarna-warni, segala jenis bunga di dunia ada di sini.

Pamela tak bisa berkata-kata lagi.

Berkali-kali dia mencubit lengannya sendiri, untuk memastikan bahwa ia sedang tidak bermimpi.

Aroma semerbak dari ribuan, bahkan jutaan jenis bunga itu benar-benar memanjakan indra penciumannya.

Di sela hamparan bunga itu terdapat kursi-kursi yang terbuat dari kayu dengan ukiran yang sangat indah.

"Tuan Putri, ayo duduk di sana!" ajak Camelia seraya menuntun Pamela pada kursi itu.

"Namaku Pamela, panggil nama saja, tidak perlu memanggil Tuan Putri," ujar Pamela.

"Anda, sekarang Putri di istana ini, jadi saya harus memperlakukan Anda sebagaimana mestinya, walau hanya Putri Gadungan," ujar Camelia agak sedikit sinis.

Pamela mendesis kesal mendengarnya.

"Ya ya ... aku si Putri Gadungan," ujar Pamela.

Dan tampak Camelia yang menahan tawa.

Tetapi Pamela tak peduli akan hal itu, dia masih menikmati pemandangan di taman ini.

Dia tak menyangka bisa berkunjung di tempat yang sangat indah.

Benar-benar serasa di surga. Bahkan tempat ini tak ada dalam mimpinya, namun dia bisa merasakan keindahan yang begitu nyata.

Segala jenis bunga tumbuh dengan subur, pada hamparan bukit berhektar-hektar.

Ada banyak sekali serangga yang berterbangan. Mereka menghisap sari-sari dari bunga.

"Camelia! Itu yang di sebelah sana komplotan para lebah, 'kan?" tanya Pamela seraya menunjuk binatang yang dimaksud.

"Iya, benar!" jawab Camelia.

"Apa mereka tidak akan menggigit kita?" tanya Pamela.

"Lebah tidak menggigit, Tuan Putri! Mereka hanya akan menyengat!" jawab Camelia.

"Ah, itu dia maksudku! Dan bagaimana kalau mereka menyangat kita?"

"Tenang, Tuan Putri Pamela! Mereka itu bagian dari kita, jadi tidak akan berbuat jahat kepada Anda," jelas Camelia.

Pamela menggangguk paham.

Lalu dia mulai berdiri dari kursi kayunya, dia mendekati komplotan kupu-kupu yang memiliki sayap-sayap indah berwarna-warni.

Dia menyodorkan telapak tangannya, berharap ada salah satu dari kupu-kupu yang mau hinggap.

Sayangnya tak ada satu pun yang mau hinggap di tangan Pamela, mereka masih sibuk menyusuri hamparan bunga, untuk memilih madu yang mereka inginkan.

"Mereka tidak mau mendekatiku, padahal aku, 'kan sudah cantik begini," gumam Pamela.

Namun Pamela tidak menyerah, dan dia berusaha mendekati salah satu kupu-kupu yang berwarna hitam dengan sedikit totol berwarna putih. Kupu-kupu itu sedang hingga di bunga mawar merah.

"Wah, kamu cantik sekali!" Pamela menyentuh bagian atas kupu-kupu itu. Dan binatang bersayap itu tampak kaget, seketika cahaya kecil mirip butriaran beras muncul.

Dan kupu-kupu yang tadi ia sentuh berubah menjadi peri kecil yang cantik.

"Tuan Putri, kenapa memukul punggung saya?" tanya Peri itu.

"Kamu, bisa bicara?" Pamela tampak heran.

"Kenapa Tuan Putri, aneh sekali? Sejak dulu kami memang bisa berbicara, 'kan?" ujar peri itu.

Pamela tak bisa berkata-kata, ini mirip dalam cerita dongeng. Dia benar-benar menjadi seorang putri cantik yang bisa berbicara dengan seorang peri.

'Ah, andai saja ada seorang Fotografer di sekitaran sini, aku pasti sudah memintanya mengambil fotoku dengan engle sebagus ini,' bicara Pamela di dalam hati.

"Tuan Putri, ayo kembali ke istana!" ajak Camelia.

"Tapi, aku masih senang berada di sini!" ujar Pamela.

Tak lama ada kelompok kupu-kupu yang berterbangan serempak mendekati mereka, satu kupu-kupu terlihat besar dari ukuran biasanya, dan yang lainnya tampak normal.

"Ratu!" ucap Camelia seraya menatap kearah komplotan kupu-kupu itu.

"Ratu?" tanya Pamela seraya menengok kearah Camelia.

"Iya, dia ibumu dan para pengawalnya," jawab Camelia.

Komplotan kupu-kupu itu memancarkan cahaya yang mirip butiran kecil, kemudian satu per satu dari kupu-kupu itu berubah menjadi manusia.

Kupu-kupu yang besar dengan warna emas yang indah berubah menjadi seorang wanita cantik.

Dia adalah Ratu Vivian Violeta. Ibu kandung Ximena, sekaligus penguasa kerajaan Violet.

"Benarkah, dia ibuku?" ucap Pamela.

"Ibunya Putri Ximena, lebih tepatnya. Tapi Anda juga harus bertingkah dengan baik! Jangan lupa menudukkan tubuh sebagai salam hormat!" ujar Camelia.

Dan dengan sigap Pamela menurutinya.

"Ximena! Kamu sudah pulang?" tanya Vivian.

"Hai, Ibu," sapa Pamela seraya menundukkan tubuhnya sebagai pertanda hormat.

"Kamu itu pergi ke mana saja? Ibu kesulitan mencarimu!" ujar Vivian dengan nada yang marah.

"Kamu tahu, tidak! Jika nasib negri ini ada di tanganmu! Kamu harus menjadi Putri yang baik dan penurut!" Wanita itu terus mengoceh tanpa jeda, dan Pamela hanya menunduk tanpa sedikitpun perlawanan.

"Kalau kamu tidak mau menjadi gadis yang penurut, maka Ibu akan mengirimmu ke penjara bawah tanah!"

"Atau kamu mau jika ibu menarik semua kekuatan yang ada pada dirimu itu!"

"Ja-jangan, Bu!" sahut Pamela.

"Sudah kubilang berkali-kali! Jangan bicara jika Ibu sedang marah!" bentak Vivian.

"Baik, Bu ...." Pamela menudukkan kepalanya.

Dan dalam hatinya berkata, 'Di mana-mana yang namanya Ibu itu sama saja, selalu cerewet, dan mengocehi anaknya sesuka hati!' batinnya.

Ocehan Vivian pun masih berlanjut, beruntung Ratu Vivian tidak menyinggung soal perjodohan putrinya dengan Pangeran Drak. Sehingga Pamela tidak keberatan jika hanya mendapatkan ocehan saja, karena hal itu sudah menjadi makananya sehari-sahari.

Sampai detik ini, dia tidak tahu soal perjodohan itu.

Sehingga dia masih tampak santai berada di dalam istana ini.

"Yasudah! Sekarang kamu kembali ke kamarmu! Dan jangan keluar-keluar lagi! Sebelum Ibu menyuruhmu keluar!" perintah Ratu Vivian.

Pamela pun tak melawan, dia tampak pasrah saat Camelia menggandeng tangannya, dan mengajak gadis itu masuk ke dalam kamar.

Ini hukuman yang sangat sepele, hanya disuruh masuk ke kamar saja sudah biasa bagi Pamela.

Dalam dunia manusia, pekerjaannya setelah sekolah memang hanya berada di dalam kamar. Hendak keluar pun Pamela tidak mempunyai tujuan, dan juga tidak punya teman. Jangankan teman, berhadapan dengan orang-orang asing saja, sudah membuat dirinya gugup dan salah tingkah.

Ketika berada di dalam kamar, Camelia masih melayani Pamela dengan baik, meski wajahnya sering cemberut karena kesal, tetapi dia berusaha melakukan yang terbaik pada Pamela, layaknya ia sedang melayani Ximena.

"Ini makan siangnya, Tuan Putri," ucap Camelia seraya menaruh nampan berisi makanan lezat ala istana.

Camelia juga mulai merapikan kamar Pamela dengan telaten, padahal sejak tadi kamarnya memang sudah rapi, tetapi ada saja pekerjaan yang harus dikerjakan oleh Camelia.

Dia mengelap setiap helai kelopak bunga di kamar itu.

'Huh, baru sehari aku berada di istana ini, rasanya sungguh seru! Dan hukuman yang diberikan oleh Ratu Vivian untukku ini terlalu enak!' bicara Pamela di dalam hati.

'Lalu bagaimana dengan Ximena? Apa dia juga baik-baik saja di dunia manusia?'

Bersambung ....


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C8
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login