Download App

Chapter 9: Luka

"Hallo, dek. Kamu udah makan?" tanya ibu Diga yang malam-malam menelpon anaknya dengan suara yang penuh dengan kecemasan.

"Udah bu, tadi makan lauknya ayam sama sop," jawab Diga sambil menahan kesakitan.

"Udah pake lotion anti nyamuknya?"

"Kedinginan nggak?"

Dan banyak pertanyaan lain yang di layangkan oleh ibu Diga sehingga membuat Diga sedikit kesal karena seperti anak kecil yang sedang di tinggal ibunya.

"Udah bu. Diga tidur dulu ya," ucap Diga mengakhiri telepon.

Diga sedang meringis kesakitan karena bahunya yang di dorong dengan keras oleh Dimas. Ternyata kekesalah Dimas tidak bisa di bendung setelah mendengar ucapan dari Wisnu dan langsung menghampiri Diga.

Perlahan kita mengerti bahwa emosi sesaat dapat menyakiti orang lain, mencari kebenaran adalah hal yang harus di wajibkan sebelum kita menghakimi orang lain.

Jaket biru yang sedari tadi menutupi kedinginan yang ada kini dengan terpaksa Diga buka karena kotor dipenuhi dengan tanah yang ada di jalanan. Dorongan Dimas tidak main-main, Diga yang berusaha untuk tidak membalas perlakuan Dimas hanya bisa diam tanpa penjelasan karena ia tidak di berikan ruang untuk menjelaskan semuanya.

"Kamu kok belum tidur?" ucap Rara yang sedang berpatroli melihat anak kelompoknya.

Diga berusaha untuk tidak menjawab ucapan Rara karena ia menghindari banyak pertanyaan yang akan keluar dari mulutnya.

Diga langsung membaringkan badannya sambil menahan nyeri yang ada di punggungnya, malam ini ia sangat membutuhkan Kai untuk menceritakan semua isi hatinya dan kekesalannya tetapi ia tidak mungkin memberitahu Kai karena sudah pasti akan memperpanjang masalah.

* * *

Pagi yang cerah di awali dengan mendengar cuitan burung yang mengudara dengan bebas di langit, pohon yang banyak dan rindang semakin memperlama udara sejuk dari malam hari.

Terlihat semua panitia dan anggota lainnya sibuk mempersiapkan sarapan pagi untuk peserta, karena pada perkemahan kali ini panitia tidak menggunakan jasa cathering untuk makan dan harus masak untuk menambah keeratan pada sesama anggota.

"Ga, bantuin bawa ini," ucap Fahri yang merupakan teman satu tenda Diga ia langsung menyodorkan alat masak yang sedang dibawa dan melimpahkan semuanya ke Diga untuk dibawa ke dapur.

"DOOR!!!" ucap Kai menganggetkna Diga yang sedang serius berjalan menuju ke dapur.

"AWW!" Diga meringis ke sakitan karena Kai yang menyentuh bahunya dengan kencang untuk menganggetkan dirinya.

"Ih kenapa sih? Emang sakit ya?"

Diga tidak menjawab pertanyaan itu dan hanya melanjutkan perjalananya, di sepanjang jalan Kai bercerita tentang kedekatannya dengan Nanang membuat suasana hati Diga semakin tidak karuan.

"Ga, lo mau tau nggak? Kak Nanang, Ga! Dia terus ajak ngobrol gue!" ucap Kai dengan semangat untuk menceritakan kebahagiaannya kepada Diga.

"Kenapa emang dia?"

"Iya, dia ajak ngobrol gue terus. Dia bilang 'kalo ada apa-apa call aku aja' gitu katanya!" ucap Kai lagi.

Diga berusaha menutupi punggungnya yang sakit karena ia tidak mungkin mengeluhkan itu sekarang di depan kebahagiaan Kai. Terlukis dengan indah lekukann senyuman yang terpancar dari bibir Kai yang selalu menghipnotis pandangan Diga.

"Ih. Kok diem aja sih?"

"Lo ngomong terus dari tadi, nggak liat gue lagi keribetan bawa ini semua?" ucap Diga mengalihkan pembicaraaan.

Ada banyak kesedihan yang harus kita tutupi sekalipun di depan orang yang tepat untuk menceritakan itu semua hanya karena tidak ingin kebahagiaannya rusak begitu saja ketika mendengar kesedihan yang kita alami.

"AYO SEMUANYA. KUMPUL DI AULA UNTUK SARAPAN KARENA KITA AKAN BERKEGIATAN SAMPAI MALAM!" teriak Rio menggunakan toa yang ada di tangannya.

Semua siswa dengan cepat berkumpul karena memang sudah sangat lapar sekali. Makanan di bagikan menggunakan piring plastik yang sudah kami bawa satu persatu, mungkin alasannya sangat klise yaitu agar tidak merepotkan panitia untuk membeli piring lagi.

"Nih," ucap Dinda yang menjadi seksi konsumsi. Wajahnya yang judes sangat mencerminkan dirinya yang angkuh dan tidak suka dengan adik kelas.

Kai duduk di sudut paling pojok aula karena tidak kebagian tempat di tengah, matanya terus mencari kemana Diga sedang menyantap makanan ini tetapi tidak di temukan olehnya.

"Boleh duduk sini?" tanya Nanang yang baru saja datang dengan sepiring nasi di tangannya.

Kedatangan Nanang membuat Kai tidak fokus kepada makananya, saat ia sedang melahap makanan dengan cepat kini kegiatan itu ia hentikan dan langsung menggeser duduknya untuk memberikan tempat kepada Nanang.

Kai menganggukan kepalanya karena masih banyak makanan yang ada di mulutnya.

"Semangat ya, nanti," ucap Nanang lagi setelah satu suap nasi masuk kedalam mulutnya.

"Hehe. Ii--yaa, kak," jawab Kai canggung.

* * *

Dari kejauhan ternyata Dinda yang sedang membagikan makanan melihat Kai dan Nanang sedang mengobrol berduaan membuat amarahnya semakin menaik.

"Halah, bisa-bisanya tuh adek kelas deketin Nanang!" ujar Dinda kepada teman sebelahnya.

"Liat aja tuh, bakalan gue abisin kalo emang dia deket-deket lagi sama Nanang!"

Dinda mengepalkan tangannya dengan erat sambil mengucapkan sumpah serapah yang akan ia tujukan kepada Kai.

* * *

Kegiatan pertama pagi ini adalah mencari bendera yang sudah di tancapkan di berbagai pohon di sekitar arena perkemahan, bendera yang berlambangkan logo sekolah akan di kumpulkan per-team lalu team yang menang adalah yang bisa mengumpulkan 20 bendera dan satu bendera merah yang ada di penghujung arena.

Diga mendengar acaranya saja sudah menghelakan nafas lagi karena menurutnya lebih baik di rumah dan rebahan di kasur empuk.

"Oi, ngelamun aja lu," kejut Farhan yang baru saja duduk di samping Diga yang sedang membereskan peralatan yang harus di bawa ke arena permainan.

"Gue males banget," ucap Diga.

"Gue kalo ditinggal sendirian disini nggak apa deh, enakan di tenda meskipun banyak nyamuk," ucap Diga lagi.

Farhan langsung tertawa karena melihat temannya seperti itu, ia langsung menepuk punggung Diga tanpa sengaja.

"Aww!" rintih Diga membuat Farhan kaget.

"Kenapa?"

Diga langsung membuka bajunya karena merasa seperti ada yang lecet di kulit belakangnya dibantu dengan Farhan.

"Ga, parah. Lo kenapa? Ini lukanya udah sampe kebuka gini," ucap Farhan histeris.

Diga masih berusaha untuk menutupi kejadian pada malam hari itu kepada siapapun karena ia tidak mau ada keributan lagi setelah itu, terlebih ia tidak ingin mati di tangan orang yang menyebalkan seperti Dimas.

"Nggak apa. Udah ayok!" ajak Diga sambil menahan rasa sakitnya.

Rasa sakit di punggung Diga tidak seperti tidak ada apa-apanya saat Kai menceritakan dengan seru kebahagiaannya tentang Nanang yang sedang berusaha mendekati dirinya. Perasaan cemburu semakin menyeruak tetapi ada tembok besar yang seolah menghalangi dirinya untuk menyuarakan isi hatinya itu.

Terkadang ada banyak perasaan yang harus di pendam untuk tetap menjaga hubungan yang baik kepada orang lain, meskipun kita merasakan sakit, meskipun rasa itu ingin di keluarkan.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C9
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login