Download App

Chapter 20: Surat

Raya baru saja menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, melemparkan tas serta ponselnya tepat di atas bantal. Hari ini benar-benar melelahkan, pengunjung rumah makan memang selalu ramai setiap akhir pekan membuat tumpukan cucian piring semakin menggunung.

Matanya menengadah, menerawang ke atas langit-langit kamar sambil memikirkan uang SPP bulan ini yang belum tercukupi dari hasil kerjanya. Raya menghela nafas, membayangkan bagaimana nasibnya bulan depan yang sudah memasuki masa UTS, karena sudah pasti ia tidak akan mendapatkan nomer ujian sebelum uang SPPnya dilunasi.

"Hufttttt," keluh Raya sambil menghitung uang tabungannya yang ia umpatkan di bawah kasurnya.

"Satu, dua, tiga. Tiga ratus ribu," ujar Raya pelan.

Uang terkumpul untuk membayar SPP hanya tiga ratus ribu sedangkan yang harus di bayarkan adalah lima ratus ribu. Ia tidak mungkin meminta dengan sang ibu dalam waktu dekat karena baru saja awal bulan kemarin ibu memberikan uang dua ratus ribu untuk SPP.

"Raya. Ini handuk baru kamu pake emang digantungnya di depan TV, ya?" tanya Kai yang juga baru pulang dari rumah Diga.

"Iya," jawab Raya ketus lalu mengambil handuk yang baru saja ia pakai untuk di gantung di belakang.

"Kamu, Ray. Udah berapa kali kakak ngomelin kamu tapi selalu di gituin. Kamu emang nggak bisa ya ngehargain aku?" tanya Kai kini dengan nada yang pelan tetapi ketus.

"Iya. Aku emang nggak bisa nge hargain kakak. Karena apa? Kaka juga nggak bisa ngehargain aku sebagai adik!" ucap Raya langsung meninggalkan Kai.

Ibu yang sedang duduk menonton TV langsung melirik ke arah Kai seolah memberikan kode untuk tidak melanjutkan ucapannya.

"Sini," ucap ibu setelah Raya menghilang dari ruang TV.

"Udah ya, jangan terlalu di pikirin ucapannya Raya. Kamu juga udah nggak usah ngomelin dia lagi, biar ibu aja," ucap ibu sambil mengelus bahu Kai.

"Nggak bisa gitu bu. Semenjak ayah kayak gini, aku ngerasa Raya jadi semakin nggak sopan sama aku dan ibu. Jadi semakin seenaknya. Udah bu, aku mau mandi dulu. Capek," ujar Kai lalu meninggalkan ibunya bersama dengan suara TV yang menemaninya.

* * *

Sherina : I'm so exicted. Minggu depan udah acara surat menyurat. Lo udah tau belum nulis apa?

Pesan masuk ke dalam ponsel Kai yang sedang di isi daya. Kai yang sedang asyik belajar terpecah konsentrasinya oleh suara pesan tersebut.

Saat membaca pesan dari Sherina, Kai semakin kepikiran tentang isi dari surat yang akan ia tulis, padahal seharusnya semua murid bisa menulis isi pesan sembarangan tetapi untuk kali ini seperti ada kesempatan kecil untuk dirinya mengungkapkan isi hatinya yang selama ini telah dipendam.

Kai tidak langsung membalas pesan dari Sherina dan lanjut mengerjakan soal Fisika tetapi kosentrasi itu seolah tidak bisa kembali lagi. Ia langsung mengambil kertas kosong dari filenya, menulis apa saja yang ada di dalam pikirannya.

"Dear, mr X. Aku adalah sebuah rahasia yang sudah lama di pendam oleh majikanku. Rahasia yang sepertinya tidak akan pernah ia keluarkan, mungkin sampai kiamat…," tulis Kai lalu badannya bergundik seolah jijik membaca tulisannya karena tidak biasanya ia menulis seperti itu.

Sampai suatu kalimat terangkai dengan sendirinya di kepalanya.

"Jika rahasia ini adalah tumpukan buku, mungkin rahasia inilah yang paling usang karena tidak pernah disentuh oleh siapapun. Rahasia ini yang sudah aku kubur lama, tentang cinta pertamaku. Tentang bagaimana rasa ini muncul bukan karena pandangan pertama melainkan karena kebersamaan di setiap harinya, cinta itu muncul untuk orang yang aku kenal sejak kecil…," tulis Kai tanpa sadar sudah hampir setengah lembar.

"It's worth it?" gumamnya lalu menutup lembaran kertas itu menggunakan buku Fisika yang berada di sampingnya.

Sementara disisi lain. Di bawah cahaya lampu belajar yang berwarna kuning ada Diga yang juga sedang kebingungan dengan isi surat yang akan ia tulis, beberapa artikel sudah di buka pada halaman google di laptopnya tetapi tetap saja rangkaian kata untuk menggambarkan perasaanya belum di temukan.

Hingga ada satu foto masa kecilnya yang jatuh secara tiba-tiba. Terlihat dua anak kecil yang sedang memegang es krim dengan senyuman lebar hingga giginya terlihat.

"Senyuman yang selalu aku lihat sejak kecil, bayangan yang selalu menjadi pemanis dalam kehidupanku. Dirinya seperti pahlawan meski kadang kesiangan, diriku selalu terlihat lemah di depannya. Oh, tidak apa-apa. Dia memang sekuat itu dalam banyak hal dan aku laki-laki yang harus ia jaga karena banyak kelemahanku…," tulis Diga pada kertas berwarna merah yang ia dapat dari kelasnya.

Setelah hampir selembar kertas ia penuhi dengan tulisannya, ia menyerah dan langsung memilih untuk tidur karena hari esok ada ujian Matematika.

* * *

Mentari pagi menelusup ke dalam kamar Kai, terlihat pada jam dinding berwarna biru sudah menunjukan pukul 06.15 WIB.

"Haduh, telat lagi," gumam Kai langsung membuka selimutnya dan berlari ke kamar mandi, bukan untuk mandi melainkan hanya untuk mencuci mukanya serta gosok gigi.

"Kak. Udah siap belum? Diga udah nungguin nih," teriak ibu dari bawah.

Kai yang biasanya selalu menyamper Diga tetapi karena ia telat menjadikan Diga harus ke rumah Kai.

"Ayo buru!" ujar Kai sambil mengambil sepotong roti yang sudah disediakan oleh ibu.

"Ehhh,,,," ucap Diga yang sedang menikmati keripik.

"Ya ampu,, ini susunya belum di minum."

"Telat bu," teriak Kai sambil memakai sepatu.

Sesampainya di sekolah mereka berdua langsung berpisah karena Diga yang harus mengulang kembali materi yang akan ada di tes serta Kai yang sudah tidak sabar mendengar cerita Sherina mengenai surat yang ia buat.

"Kai. Gilaa lo harus baca sih surat gue buat siapa tebakkk?!" ujar Sherina sambil menyodorkan kertas berwarna merah.

"Dear, kak Rio. Andai kamu tau kalau aku adalah pengagum rahasiamu…," ucap Kai membaca ulang tulisan yang ada di surat milik Sherina.

"Ih lo pelan-pelan dongg!!" ujar Sherina seraya memukul kepala Kai pelan.

"By the wayyy,,, lo nulis buat siapaa? Mau dongg liat jugaa!!!" ucap Sherina sedikit kencang membuat siswa yang sedang fokus dengan kegiatannya menoleh ke arah mereka berdua.

"Kepo," jawab Kai lidahnya menjulur meledek Sherina.

"Nih, jangan lupa tugas gue kerjain. Minggu depan gue bayar, berapa?" ucap Putri yang menyambangi tempat duduk mereka dengan suara cemprengnya yang khas.

Satu buku berisi tugas Fisika untuk murid yang remedial sudah berada di depan wajah Kai, meskipun terkadang ia merasa sedih karena seperti babu yang disuruh dengan majikan seenaknya tetapi karena keadaan membuat ia harus melakukan pekerjaan ini.

"Ok. 60 ribu buat tugas remedial karena ini ada 30 soal," ujar Kai.

"Gampang," jawab Putri langsung meninggalkan mereka berdua.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C20
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login