Download App
70.58% MEGA LUKA

Chapter 12: Pernyataan Palsu

"Tunggu Bi!" sahut Mahira.

Itu adalah kecap pertama majikannya yang terngiang di telinga Bi'Tini di tengah kesunyian ruang kamar yang membentang lebar.

Bi'Tini bergegas menoleh dengan cepat. Wajahnya menyeringai senang, dan langsung manggut-manggut menurut.

Mahira menuruni ranjangnya, dengan langkah sedikit malas. Tubuhnya masih di balut setelan piyama dengan aksen polkadot kecil. Sengaja mahira menenggelamkan kakinya ke dalam sandal selip berbahan swede.

Lalu ia melewati Bi'Tini dengan menyisihkan sedikit senyuman hambar.

Sepanjang langkahnya, Mahira di lilit dengan pikiran heran. Ia terus mengira-ngira siapa tamu yang ada di balik pintu rumahnya.

Biasanya, sepagi ini Mahira tidak pernah mendapat tamu yang sedikit bermutu. Kalau tidak tukang paket yang mengirimkan

pesanannya, paling banter ia kedatangan tukang sayur dari belanjaan Bi'Tini.

Sepanjang harinya Mahira hanya di habiskan mengabdikan diri pada suami, selain itu Mahira menghabiskan waktunya dengan menghias rumah, dan mengoleksi semua kesukaannya. Seperti merajut, memasak, dan banyak lagi kegiatan wanita yang sangat mencerminkan keibuannya.

Hingga langkah kaki Mahira terhambat di samping pintu, saat ia memutuskan untuk mengintipnya terlebih dahulu di balik jendela, sebelum ia membuka pintunya.

Tengoknya meneleng dengan sabelah mata lainnya mengedip. Ia menyapu tirai putih yang menjuntai menutupi kaca jendela.

Lalu, Mahira nampak heran. Karena dua orang yang berdiri tegak memunggungi pintu di depan, sama sekali tidak dikenalinya.

'Siapa ya?' pikirnya sambil mengernyit.

Lalu Mahira pun menarik pintu setengah terbuka.

"Siapa?" sambarnya.

Wanita itu terlebih dahulu menoleh, hingga Mahira tetap mengernyit. Lalu di sambung dengan pria yang tingginya tak jauh dari perempuan itu.

"Dodit?" Barulah Mahira meluruskan keningnya dengan melepas senyuman yang sedari tadi tertahan.

"Hai, Mahira! Rizkinya ada?" sahut pria berambut pendek setengah ikal, dengan mata berbingkai kaca tebal berbentuk bulat oval.

"Mas Rizki, dia sepertinya sudah berangkat ke kantor," balas Mahira ragu.

"Sepertinya? Emangnya Rizki gak pamit sebelum ia berangkat kerja? Dasar ya, kebiasaan tuh," canda Dodit nampak sangat ramah.

Mahira hanya bergeming, tak menjawab pertanyaan Dodit. Wajahnya nampak dingin, membuat Dodit menghentikan candaannya. "Eh, gak ngajak kita masuk dulu nih?" pinta Dodit menyelewengkan pembicaraan.

Mahira awalnya ragu dan sangat malas menerima tamu, apa lagi itu tamu yang datang untuk suami yang sekarang jadi bualan amarah dirinya.

Tapi, ia tak bisa berkutik lagi. Saat ini, pribuminya adalah Mahira kali ini. Dan ia sadar diri bahwasannya tamu siapapun juga harus ia hormati.

"Baiklah, silahkan masuk!" Mahira berjalan dengan santai ke dalam, setelah ia membuka pintunya sangat lebar. "Kamu sendiri kenapa gak kerja?" Mahira sedikit menghabiskan rasa penasaran yang bergimung di otaknya.

"Owh, aku sih udah minta cuti dari sebelumnya. Dan ini hari pertama saya cuti. Rizki juga taulah." jawab Dodit santai.

Dilihat oleh Dodit ruang tamu yang sangat rapi, dengan dekorasi dengan cita rasa tinggi di kediaman majikannya itu.

Meski Rizki adalah atasannya, tapi Rizki tak pernah memberi jarak lebih pada Dodit. Menurutnya Dodit adalah sahabat dan rekan kerja, sahabat dan kerabat.

"Mari silahkan duduk!" anjur Mahira mengedikkan pergelangan tangannya searah dengan sofa tamu yang kosong.

Dodit tak canggung langsung ikut duduk setelah Mahira duduk terlebih dahulu.

"Gini lo, aku datang ke sini untuk bilang banyak terima kasih pada Rizki,"

"Terimakasih? Untuk apa?" tanya Mahira heran.

Sebelum Dodit menjawab, keduanya sudah saling mengedipkan mata guna memberikan isyarat penuh arti pada wanita di sampingnya.

Perempuan di samping Dodit langsung menyambar setelah melihat Dodit tak karuan sulit untuk berbicara.

"Jadi gini lo' kak, Kenalin nama Aku Raya! Aku calon istrinya Dodit. Kami ke sini hanya untuk berterimakasih karena Rizki sudah berbesar hati mau menyewakan hotel ternama untuk proses prewedd kami. Beliau emang baik sekali.Aku benar-benar berterimakasih berkatnya kami bisa mempermudah proses pernikahan kami hingga lancar. Ini kami baru pulang berlibur." Urai Raya dengan penuh kepastian.

Tanpa ada rasa curiga sedikitpun, tiba-tiba saja wajah Mahira yang pucat sontak berwarna.

"Jadi, struk hotel itu untuk kalian?" tanya Mahira semakin memastikan.

"Iya kak! Semoga kebaikan Pak Rizki bisa terbalaskan oleh yang lebih dari ini ya!" balas Raya semakin meyakinkan lagi.

Seketika senyuman Mahira mengembang. Ia tak habis pikir telah menyangka suaminya yang tidak-tidak.

Ia semakin merasa bersalah, setelah ia mengingat beberapa perilakunya semalaman.

Mahira masih belum bisa percaya semua itu, namun Dodit semakin memeperjelas semuanya dengan memberi struk hotel yang sama sebagai pelaporan pada Rizki.

"Ini struk yang kami terima dari pihak hotel," tutur Dodit sebagai bukti otentik pada Mahira hingga kini Mahira sudah sangat percaya sepenuhnya.

'Emh, struk yang sama dengan struk yang aku temukan kemarin. Jadi, aku salah faham saja?' pikir Mahira sambil menatap keaslian dari tingkah Dodit yang sedari tadi menggetarkan kakinya layaknya seperti pria yang ketakutan.

"Baiklah, akan aku sampaikan pada Rizki bahwa kalian datang kemari!"

Ucapan itu membuat Dodit sedikit bisa menghela nafas panjang dengan lega. Karena sebenarnya struk itu adalah bagian dari trik lamanya.

Dodit sadar akan hal itu adalah hal yang salah. Membohongi Mahira dengan sebuah taktik yang sudah di rencanakan sebelumnya oleh Rizki.

Tapi, semua itu ia lakukan bukan tanpa sebab.

Dodit berharap rumah tangga temannya itu tetap utuh meski ia tahu adanya seseorang perempuan lain di kehidupan Rizki meski ia tidak mencintainya.

Dengan sengaja Rizki memasukan Elena dalam kehidupan pribadinya hanya untuk menutupi kekurangannya bahwa ia adalah pria yang mandul di semua para keluarganya.

Lepas Mahira sudah terlihat sangat percaya, kini dodit dan calon istrinya pamit setelah mereka menyodorkan tangannya untuk saling bersalaman.

Entah kenapa hari yang di bayangkan oleh Mahira akan jadi hari yang panjang tanpa banyak bicara dengan Rizki, kini terasa kian ringan.

Setelah para tamu itu sudah saling berpamitan. Seperti orang bodoh Mahira termakan semua kata bohong dari mereka.

Ia seperti wanita paling bodoh tersenyum sendirir dan menghabiskan harinya di depan cermin untuk mempercantik diri.

Mahira yang sedari kemarin pendiam, kini ia terus bersiul melantunkan sebuah irama romantic dan itu di saksikan oleh Bi'Tini.

Hati Mahira merasa di angkat ke awan, melayang dan entah kenapa wanita bertitel sebagai istri pemilik perusahaan terbesar itu merasa sangat rindu sekali pada suaminya.

Padahal sebelumnya ia merasa telah jadi perempuan yang paling menderita saat mengira suaminya berselingkuh.

Kini perasaannya mulai pulih, Mahira kembali ke dapur untuk menyajikan makanan yang paling special untuk Rizki.

Dengan ikhla tangan Mahira kembali aktif di atas wajan dan banyak lagi bahan-bahan dapur untuk di olahnya.

Di temani Bi'Tini ia nampak sumringah.

Sedang Bi'Tini belum mengerti akan sesuatu yang merubah majikannya secara drastis.

Bersambung ...


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C12
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login