Download App

Chapter 13: Kontrak Pencarian Jodoh

"A-apa?" Marion membelalak kala mendengar pernyataan yang meluncur dengan tenangnya dari bibir William. Apa sebenarnya yang terjadi pada pria itu sehingga berubah menjadi posesif tanpa alasan?

Bukankah ia adalah tipe pria yang dingin dan tidak tertarik pada Marion—kecuali perihal kontrak yang aneh itu pastinya? Lantas mengapa sekarang ia tiba-tiba berubah menjadi—.

"M-maksudku—saat di kantor tentu saja kau harus fokus melakukan pekerjaanmu, bukan?" elak William, yang kembali fokus pada makanan di hadapannya. Sementara Marion pada akhirnya membuang muka ke arah lain.

Dalam hati ia bersyukur karena tidak langsung bereaksi, melainkan membiarkan pria itu menyelesaikan kalimatnya. Meski gadis itu tak tahu apakah William sungguh-sungguh dengan perkataannya atau hanya kelepasan bicara, karena selanjutnya pria itu justru meralatnya.

"Oh, iya. Ada satu hal yang harus kau lakukan, sejak kau menjadi asistenku," ucap William di sela menikmati makan siangnya. Marion yang sesungguhnya ingin bertanya 'apa itu, Pak?' dengan terpaksa ia urungkan.

Marion tak ingin bosnya itu berpikir bahwa dirinya tertarik dengan apa yang akan ia sampaikan.

Well, tidak ... atau mungkin ya.

"Kau tidak ingin tahu apa yang akan kusampaikan, Marion?" tanya William. Marion menegakkan tubuh, ingin menunjukkan bahwa 'mungkin' ia memiliki keinginan untuk mendengar semuanya. Namun, Marion hanya menampilkan wajah yang biasa ia tampakkan. Tak ada rasa ingin tahu tergambar di sana. Ia tetap pada pendirian awal, bahwa dirinya tak ingin terlalu masuk dalam kehidupan bosnya.

Bukankah mereka hanya asisten dan atasan? Maka, mari buat segalanya tetap pada porsinya. Jika Marion tidak memberi batasan tegas pada dirinya sendiri, tak menutup kemungkinan ia akan seperti pegawai lain, atau wanita lain yang pada akhirnya akan tenggelam pada pesona sang don juan bernama William Reynz.

"Anda bisa katakan saja apa yang ingin Anda sampaikan, Pak. Aku akan mendengarkan dengan saksama," ucap Marion, mengubah posisi duduknya agar tampak seolah ia sedikit ingin tahu.

Ia hanya kasihan jika pria itu bicara dan menyadari bahwa Marion sama sekali tidak tertarik karena sudah terlanjur hilang rasa terhadapnya. "Baik, Pak. Aku siap mendengarkan. Dan jika Anda memiliki masukan untukku, aku akan dengan senang hati menerima input apa pun."

Bagus, Marion!

Itu sungguh sikap yang sangat baik, terlebih ia bisa dikatakan sebagai pegawai baru.

"Hmm ... kurasa karena kita baru saja bekerja sama, belum ada hal yang ingin kukatakan padamu sebagai masukan. Aku hanya ingin menjelaskan sedikit mengenai sistem kerjaku. Dan juga sebagai asisten pribadi, yang ... kau pasti tahu apa saja yang dikerjakan—"

"Seperti yang ada di kontrak?" tembak Marion, tanpa bersedia menunggu William menyelesaikan kalimatnya.

"Yap, kurang lebih seperti itu!" jawab pria itu, tetapi di detik berikutnya ia sadar telah begitu saja setuju dengan apa yang dikatakan Marion, yang dengan kata lain berarti ia membenarkan pemahaman gadis itu. "Uhm, tidak! Bukan seperti pemahamanmu. Kau masih saja memahami itu sebagai sebuah pelecehan, hm?"

Marion menatap William tanpa berkedip, bukan lantaran terpesona akan pahatan tanpa cela dari sosok di hadapannya, melainkan sebagai bentuk intimidasinya terhadap pria itu.

"Kalau begitu ini saat yang tepat untuk menjelaskan semua, bukan?"

Tentu saja. William akan dengan senang hati menerangkan segala yang dibutuhkan oleh gadis itu. Apa pun, asalkan ia tak lagi dituduh sebagai bos mesum, atau atasan hidung belang, karena bukan itu tujuannya memperkerjakan Marion.

Baiklah ... mungkin pada mulanya memang ada tujuan pribadi. Namun, andaikan semua tahu bagaimana rasanya menjadi golongan seperti William, mungkin akan mengerti, mengapa ia harus memangsa Marion.

Sayangnya, hormon-hormon di tubuh William justru memberi reaksi berbeda setiap kali pria itu berada di dekat Marion.

Salahkah jika William bingung dengan semua itu?

Terlebih anjuran yang disampaikan Ange padanya kala itu, sungguh tak bisa benar-benar ia pahami. Jelas sekali Marion adalah seorang manusia, pure-blood, bagaimana mungkin bisa menjadi jodohnya?

Apakah Amethyst sudah hilang akal sehingga mengikat benang jodoh yang salah? Ataukah ini hanyalah intermeso bagi William sebelum pada akhirnya menemukan jodoh yang benar-benar tercipta untuknya, yang tentu saja dari golongan yang sama dengannya?

Karenanya, untuk sementara, mungkin William harus lebih sabar menghadapi sikap dan sifat Marion yang terkadang pembangkang dan keras kepala.

Bukankah Marion yang nyatanya berhasil membangkitkan hasrat terpendam yang hanya timbul tiap kali ia berada di dekat gadis itu? Hanya Marion seorang nyatanya hingga saat ini. Bahkan Tatiana—seorang gadis beta yang pernah dekat dan menjadi sahabat masa kecilnya sekali pun, tak pernah membuatnya merasakan rasa yang sama dan sama kuat dengan apa yang ia rasakan terhadap Marion.

Gadis itu memang ajaib. Dengan sikapnya yang pembangkang, paras yang terkesan biasa saja—meski menawan dengan rambut panjang coklat bergelombang yang selalu menguarkan aroma wangi menggoda tiap ia bergerak, bulu mata lentik yang dan alis yang membingkai kelopak matanya yang indah dengan iris berwarna hazel. Cantik, tetapi bukan yang tercantik di planet ini—nyatanya sukses membuat jantung William bertabuhan tak karuan.

Lantas mengapa dirinya ragu untuk mengukuhkan gadis itu, jika memang ketertarikan itu sudah ada di dasar hatinya yang mungkin hanya tak ingin ia akui. Ada, tetapi tidak ia akui dengan jelas. Mungkin karena rasa gengsi, atau seperti yang selalu ia gaungkan di rongga kepalanya, bahwa Marion hanyalah manusia biasa.

Sudahlah ... bagaimana pun ia tetap saja tak bisa menolak jika serangan hormonal dan gejolak metabolik di tubuhnya justru bereaksi lain.

Mau tak mau ia harus penuhi, atau ia akan kesakitan sepanjang hidup.

Masalahnya sekarang, apakah Marion mau dan bersedia menerima kenyataan jika William telah menyampaikan segalanya? Apakah ia tidak akan takut dan melarikan diri seperti kebanyakan orang jika melihat sosok giant lycan di hadapannya, atau bahkan makhluk raksasa lain, meski itu dari jenis terlucu dan mengagumkan seperti malamut alaskan sekali pun.

Tetap saja akan menyeramkan baginya, bukan?

"Yang ada dalam surat kontrak itu ... sebenarnya bukan mengenai apakah menjadi wanita simpanan atau wanita penghibur, Marion. ada hal kompleks yang entah mengapa aku tak bisa menerangkannya padamu, jika itu yang kau minta," ucap William, yang seketika ia sesali. Bukankah Marion meminta penjelasan? Mengapa ia justru membuat gadis itu kebingungan?

"Jadi apa poinnya, Pak?" tanya Marion, membuat William tak berani menatap mata gadis itu. Ini kali pertama ia begitu gugup menghadapi seorang manusia yang seharusnya menjadi mangsanya.

"Itu ... sebenarnya karena ...." William mendesah keras, berusaha menyamankan diri, agar ia bisa sedikit mengalihkan pembicaraan atau mencari alasan lain yang masuk akal. "Kau tahu, aku sudah memasuki usia matang, 35 tahun bukanlah usia yang bisa dianggap main-main. Dan maksudku membuat kontrak itu adalah karena ...."

'Bodoh, kau, William! Katakan sesuatu, jangan tampak seperti orang yang putus asa!'

Marion menanti beberapa saat, sampai kesabarannya habis dan ia langsung dengan tenangnya melontarkan kalimat yang membuat William nyaris tersedak.

"Kau ingin sekalian mencari jodoh, maksudnya?"


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C13
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login