Download App

Chapter 2: Bab 2

Rose ingin berlalu saat upacara pemberkatan telah selesai. Air mata yang membanjiri wajahnya, membuat pandangan gadis itu kabur. Dia ingin berlari menjauhi keramaian dan puluhan sinar kamera wartawan, tetapi tangan Robert mengapit lengannya semakin kencang.

"Ah, Sayang, kau terlihat begitu bahagia." Robert menarik Rose ke dalam pelukannya.

Dia mengambil selembar sapu tangan dari saku jasanya dan mengusap air mata di wajah Rose perlahan. Sikap lembut pria itu membuat Rose gemetaran, sementara bagi orang lain terlihat begitu romantis.

Kemesraan yang ditunjukkan oleh Robert dan bagaimana cara pria itu memandang Rose, menjadi tajuk utama percakapan malam itu. Semua yakin, jika Robert ternyata lebih mencintai Rose daripada Rosa.

"Cium pengantin Anda, Dokter Robert!" Teriakan dari salah satu rekan kerja Robert membuat pria itu tersenyum lebar.

"Jangan, hentikan," bisik Rose bergetar.

Dia tidak ingin bibir lelaki itu kembali menempel di bibirnya. Rose takut rasa hangat yang disalurkan akan menepis kebencian yang dia pupuk selama ini. Rose terus menerus menggumamkan dalam hatinya, jika Robert adalah sosok antagonis, musuh yang harus dia hukum seumur hidup.

"Kenapa, Rose, apa kau takut aku akan membuat dirimu jatuh cinta?" Bisikan lembut Robert di telinganya membuat bulu kuduk Rose berdiri.

Pria itu kembali tanpa permisi menempelkan bibirnya lembut di bibir Rose. Dia mengusap dengan penuh kelembutan, seraya menahan punggung Rose. Robert mengabaikan rasa sakit akibat cengkraman tangan Rose di bahunya.

"Wah, Kalian sungguh saling mencintai." Ucapan itu membuat telinga Rose memerah.

"Pengantin wanita sungguh beruntung dicintai oleh Dokter seperti Robert," ucap undangan lainnya.

"Tidak ada cinta di pernikahan ini. Dia menikahiku hanya karena ingin menghukum diriku. Kenapa Robert tak juga berhenti melakukan akting ini?" batin Rose berteriak penuh kesedihan menyangkal semua praduga yang dikatakan oleh para undangan.

"Kau menikmatinya, Sayang," liring suara Robert saat memutuskan tautan bibir mereka, membuat Rose muak.

"Hentikan! Jangan pernah melakukannya lagi." Rose berbisik dengan nada geram.

Robert tertawa kecil sambil mengusap mulut Rose. Dia kemudian berbalik menyuguhkan wajah rupawannya agar kamera wartawan bisa mengabadikan dengan lebih jelas.

"Tersenyumlah, Rose, jika tidak mungkin aku akan bertindak lebih dari sekedar ciuman." Robert berbisik sambil membelai wajah Rose. "Maafkan pengantinku, dia hanya terlalu malu di keramaian seperti ini."

Ucapan Robert membuat semua wartawan dan undangan tertawa lepas. Riuh rendah orang menggoda Rose yang mereka pikir masih bersikap malu-malu.

Sedetik kemudian Rose menampilkan wajah cantiknya. Senyum di wajah wanita itu bahkan sanggup membuat Robert terperangah. Dia menatap Rose dengan pandangan penuh kekaguman. Cinta yang ditampilkan Robert menjadi momen indah yang diabadikan.

Beberapa saat kemudian Rose berhasil melepaskan diri dari acara tersebut. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan berusaha mencari keberadaan Romeo dan juga Ryan adiknya. Rose ingin membawa mereka dan Kenzie untuk segera kabur.

"Di mana Daddy dan Ryan." Masih dengan memeluk Kenzie, Rose terus berjalan gelisah.

"Mau ke mana kau?" Robert yang sebelumnya sibuk dengan beberapa sahabatnya yang mengucapkan selamat, tiba-tiba sudah berdiri di hadapan Rose.

"Aku sudah menuruti ancamanmu, sekarang biarkan aku pergi dari sini." Sungguh, Rose merasa tidak nyaman di pesta yang sesungguhnya bukan ditujukan untuk dirinya.

"Kenzie, seperti dengan perjanjian kita, malam ini Kenzie akan tinggal bersama dengan Aunt Jasmine, ya?" Robert mengambil alih Kenzie dari gendongan Rose.

"Jangan ... jangan bawa pergi dia," pinta Rose memelas.

Robert mengacuhkan ucapan wanita itu. dia menggandeng tangan Rose dengan tangan kirinya. Setelah memberikan Kenzie pada Jasmine, Robert menarik Rose menjauhi keramaian menuju ke lantai atas, di mana kamar pengantin telah disiapkan.

"Mau apa kau?" Rose menahan diri untuk tidak memasuki kamar itu.

"Dia tidak mungkin akan melakukan hal itu padaku, bukan?" pikir Rose. Gadis itu merasa ngeri jika harus melewati malam pengantin bersama Robert.

"Apakah kau menginginkannya?" Robert menatap Rose dengan pandangan lembut yang begitu menusuk.

"Kau menjijikan!"

"Rose … Rose …." Robert tertawa.

Dia memaksa wanita itu untuk masuk ke dalam kamar. Robert kemudian meninggalkan Rose sendiri dan mengunci kamar pengantin tersebut, meninggalkan Rose sendiri di dalam kamar yang dipenuhi dengan kelopak bunga mawar itu.

"Robert, buka pintu!" Rose menggedor pintu dan menyadari lelaki itu tidak akan menuruti kemauannya.

Wanita itu duduk dengan lemah di atas tempat tidur. Dia sudah memeriksa seluruh ruangan kamar tersebut dan menyadari tidak ada jalan keluar lain, selain pintu yang telah di kunci oleh Robert.

Gadis itu tersedu pilu, meratapi nasibnya yang harus menikahi pria yang telah menelantarkan adik dan keponakannya. Rose tidak dapat menerima kenyataan jika sebelum meninggal, Ruby masih berharap agar lelaki itu kembali padanya.

"Andaikan saja aku tidak memprovokasi Robert dan pergi meninggalkan kota ini bersama Kenzie dan Daddy, maka semua ini tidak mungkin akan terjadi," ratap Rose mengenang kejadian beberapa bulan lalu sebelum pernikahan terjadi.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login