Download App

Chapter 5: Mantan Jauh Berkembang

Perkataan Nakula selalu terngiang di benak Jane. Dia sendiri lupa, kalau Nakula menjadi salah satu detektif yang diperhitungkan di dalam dunia cybercrime. Mudah saja memantau aktivitas Jane, meski pun mereka sudah berpisah beberapa tahun.

"Ah Nakula sialan sekali. Bagaimana bisa aku sampai kecolongan begini sih," umpat Jane kesal.

Dia melempar bantal ke lemari kaca. Tidak membuat kaca itu pecah, tapi cukup bisa meluapkan kekesalannya.

Nakula tahu dengan mudah nomor ponsel Jane. Tahu alamat apartemen Jane. Nakula tahu segalanya tentang Jane. Hanya saja, Jane tidak pernah tahu apa pun tentang Nakula. Serasa tidak adil baginya.

"Bisa begini sih. Aku pikir dia masih Di Polandia atau di Rusia. Untuk apa coba balik ke Indonesia kalau hanya buat rusuh. Ini hati sudah move on kan?"

Jane berkata di depan cermin. Wajahnya sungguh mengenaskan. Tidak ada gairah yang terpancar di sana. Hanya mendung yang menutupi wajah polosnya. Mungkin bagi orang luar masih terlihat cantik. Tapi bagi Jane, seperti orang yang tengah dianiaya hubungan gelap. Sedih dan amat kacau.

"Ya sudahlah. Biarkan saja."

Jane akhirnya menyerah. Dia menyambar handuk dan lari ke bath up. Butuh berendam yang lama agar semua sisa kesialan di dirinya terbang jauh.

Jane menuangkan sabun aromaterapi khusus yang bisa merelaksasi pikiran. Dituangkan juga susu yang biasa dia gunakan untuk mandi.

Melihat ke pojok kamar mandi, terlihat bunga mawar, hadiah penyambutannya kemarin. Masih segar dan wangi. Dengan sangat hati-hati, Jane mencabut kelopak mawar dan dia taburkan ke atas bak.

"Mandi mewah saat ini."

Jane menanggalkan seluruh pakaiannya. Kakinya terjun ke dalam bak. Bersiap untuk berendam satu atau dua jam semampunya.

"Ikut dong."

Sebuah suara berat mengejutkannya. Refleks Jane menceburkan diri ke dalam bak. Dilihatnya Nakula yang sudah berdiri di ambang pintu dengan senyum memukau.

"Sedang apa kau di sini?" tanya Jane kesal. Napasnya tersengal-sengal, terlebih asal lompat ke dalam bak mandi.

"Tadi aku pencet bel tidak ada yang menyahut. Terpaksa aku masuk begitu saja," ucap Nakula santai. Dia seperti tanpa beban mengatakannya. Berbeda dengan Jane yang sudah memucat.

"Aku juga belum mandi. Boleh kali, kita—"

"No! Keluar sekarang juga!"

Jane berteriak begitu kencang. Dia merasa tidak perlu untuk ditemani Nakula.

"Galak sekali, Mantan. Minta dicium ya?" ujar Nakula dengan tampang menggoda.

"Sana Nakula, aku mau mandi. Lagi pula kau ke sini mau apa hah?"

Jane berkata penuh kekesalan. Di kantor mereka bertemu. Malam hari mau mandi juga bertemu. Seakan waktu mempermainkan mereka untuk saling bertemu selalu.

"Aku mau mengembalikan ponsel kau. Tertinggal di mobil," ucap Nakula sambil menunjukkan ponsel Jane.

Benar sekali jika itu benda miliknya. Jane tidak sadar terjatuh.

"Sini!"

"Eits."

Jane ingin mengambil ponselnya. Tapi sayangnya Nakula lebih cepat mengelak. Dia seperti sedang mengerjai Jane.

"Jangan aneh-aneh Nakula. Sini ponselku."

Nakula sudah berdiri dan memutar ponsel di tangannya. Dia begitu ingin bermain dengan Jane. Sudah lama juga mereka tidak saling bercanda.

"Kalau kau merasa ini milikmu, ambillah!"

Nakula menyodorkan pada Jane, dengan jarak lumayan jauh. Mustahil Jane akan bisa mengambil jika tidak bangkit serta.

"Nakula jangan becanda. Kembalikan ponselku. Aku tidak bisa ambil, karena masih ...."

Jane tidak mau meneruskan kata-katanya. Dia serba salah kali ini. Pakaiannya juga begitu jauh darinya. Untuk kali ini dia benar-benar menyerah.

"Kenapa tidak bisa ambil. Tinggal bangun dan mendapatkan lagi ponselmu."

Jane menenggelamkan kepalanya. Dia sudah tidak peduli lagi dengan ponselnya. Biarkan saja jika Nakula mau ambil atau apakan. Jane berpikir untuk membeli yang baru saja.

"Ambil saja lah. Aku bisa beli lagi," ucapnya pasrah.

Nakula tetap berada di posisi dia jongkok. Karena hal itu pula, timbul niat iseng dari diri Jane. Dia mengambil sabun di atas bak. Mengusapkan pada lengannya, dengan posisi naik ke tulang pundak, bergeser ke leher. Diputarnya leher untuk mencapai area yang sulit terjamah. Kemudian turun ke tulang selangka, dan sedikit buah dadanya yang menyembul.

Melihat pemandangan di depannya, tentu saja Nakula panas dingin di tempat. Air liurnya mau menetes melihat keseksian diri Jane yang begitu menggoda.

"Jane, apa yang kau lakukan?" tanya Nakula akhirnya.

Dia merasakan celananya begitu sempit saat ini. Jika diteruskan, dia takut akan menjadi mala petaka untuk mereka berdua.

Jane tersenyum manis ke arah Nakula. Tangannya masih nakal mengeluas tulang selangka, naik ke leher. Begitu berulang kali. Semakin menggoda dan menggairahkan.

"Kenapa? Kan kau sendiri yang ngotot ada di situ."

Jane tidak acuh melihat kepanikan Nakula. Dia bahkan sudah mengangkat kakinya tinggi, hingga setengah pahanya terlihat.

"Em, baiklah aku tunggu di luar saja."

Kepergian Nakula tentu saja membuat Jane tertawa. Dia tertawa melihat tingkah panik sang bos mesum yang memang tidak cocok untuk perbuatan ini.

"Kena kan kau kukerjai. Emang enak apa," ucap Jane penuh kemenangan.

Untung saja dia tahu kelemahan Nakula. Pria itu tidak mungkin bertindak terlalu jauh padanya. Luka di masa lalu yang sudah sangat Nakula pahami, membuat pria itu hanya merayunya saja. Meski tidak dipungkiri, terkadang keduanya terlewat batas seperti berciuman. Namun hanya sebatas itu saja.

"Masih sama ya seperti dulu. Bedanya lebih galak saja. Yah namanya juga Mantan. Pasti jauh berkembang."

Merasa tubuhnya sudah kedinginan. Jane berdiri dan menyambar handuk di dinding. Membelitkannya di tubuh. Jane sudah siap keluar.

Di kamarnya tidak ditemukan Nakula. Jane berharap Nakula sudah pulang, tapi ada rasa kecewa juga mengetahuinya.

Ponsel Jane sudah ada di atas nakas. Dia tersenyum dan menyadari Nakula sudah baik hati membawakan untuknya.

Nakula : Ponsel kau, aku kembalikan. Lain kali jangan memancingku terus menerus. Atau aku akan membawamu ke jenjang pernikahan. Untuk sekarang aku pulang. Lain kali aku tinggal.

Jane tersenyum membaca pesan dari Nakula. Hatinya serasa melambung tinggi dengan angan yang ada dalam pesan tersebut.

Menikah? Mereka bahkan dulu sering membahas hal itu. Apa lagi sampai pembahasan soal anak. Keduanya yang sama-sama anak kembar, memiliki kemungkinan akan memiliki kembar juga.

"Heh menikah?"

Jane langsung menggeleng. Angan-angannya sudah terlalu jauh. Nakula lebih pantas bersanding dengan perempuan lain. Bukan dirinya yang hanya akan membuat malu.

"Tidak ada menikah Jane. Kau akan melajang seumur hidupmu. Bagaimana nanti kalau keluarga suamimu tahu masa lalu keluargamu? Kau tidak akan siap menerimanya bukan?"

Satu tetes air lolos dari matanya. Jane menghapus buru-buru. Dia tidak boleh bersedih lagi. Sudah cukup atas kesedihanya.

Ting!

Sudah berhasil menguasai diri. Muncul lagi satu pesan dari Nakula.

Nakula : Aku tidak menyangka kau memakai tanggal jadian kita untuk pin apartemen. Aku juga masih hafal kok. Emoji love.

"Ah ... Nakula!"

***


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C5
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login