Download App

Chapter 3: KEJADIAN DI CLUB MALAM

Malam semakin larut, acara peresmian juga telah berakhir. Bingar merasa sangat lelah hari ini. Sejak pagi ia sudah berpindah-pindah tempat untuk syuting. Bingar dan Juna memutuskan untuk pergi ke salah satu club malam langganan mereka. Satu atau dua gelas wine sepertinya cukup untuk mengembalikan tenaganya yang sudah terkuras habis.

"Kamu yakin mau ke club, Bing? Kalau Arthur tahu, bisa bahaya loh!" ujar Juna mengingatkan. Bingar berjalan ke club mewah tersebut tanpa memperdulikan ucapan Juna.

"Kamu takut sama Arthur? Lagian sudah sering juga kan, kita kena omel dia" kata Bingar santai. Akhirnya Juna berjalan mengikuti Bingar.

"Dua gelas saja, Ok ? Tidak boleh lebih" ujar Juna memberi peringatan. Bingar tidak kuat minum. Meski demikian, ia tetap pergi ke club jika lelah atau suntuk. Jika sudah ke club, ia akan pulang dalam keadaan tidak sadarkan diri. Dan Junalah yang akan kerepotan memapah dan mengantarkannya pulang.

Suasana cukup sepi, karena bukan akhir pekan. Hanya ada beberapa orang saja yang sedang menikmati wine di meja mereka. Bingar berjalan ke tempat biasanya. Sofa hitam yang terletak di pojok kiri dengan pencahayaan yang sedikit minim. Letaknya yang sedikit menjauh dari kerumunan, membuat Bingar merasa tenang saat menikmati minumannya.

Bingar sedang menikmati winenya seorang diri. Sedangkan Juna sedang menunggu pesanan minuman keras untuk dirinya di bar depan. Sebetulnya Bingar hanya kuat minum maksimal dua gelas saja. Payah memang. Tapi hari ini dia sedang kalap. Tidak terasa satu botol wine hanya tersisa seperempat bagian saja. Bingar juga sudah tidak sadarkan diri. Matanya tertutup rapat. Tubuhnya sudah jatuh ke sandaran sofa.

"Astagaa!!" pekik Aksa saat tidak sengaja bokongnya menyentuh paha seseorang. Ia segera membalikkan tubuhnya. Aksa tidak bisa melihat dengan jelas wajah gadis itu karena pencahayaan yang minim. Ia merogoh saku jasnya untuk mencari ponselnya. Aksa menatap sekeliling, memastikan tidak ada yang memperhatikannya. Aksa menghidupkan lampu flash di ponselnya kemudian ia arahkan ke wajah seseorang yang sudah tidak sadarkan diri itu.

"Ada apa, pak?" tanya Radit yang sudah berdiri dibelakang Aksa.

"Ssttt...kamu tahu dia siapa? Sepertinya tidak asing?" tanya Aksa pada sekretarisnya itu. Radit memperhatikan dengan seksama wajah Bingar yang sedikit tertutupi oleh anak rambut.

"Ohh...Dia Bingar, artis StarShip Entertainment pak" jawab Radit.

"Apa dia sendirian?" tanya Radit. Aksa mengangkat bahu tanda tidak tahu.

"Dengan siapa gadis ini kesini? Nggak mungkin sendirian, kan? Yang benar saja, kemana perginya managernya. Gila...bisa bahaya kalau ada wartawan !!". Aksa menatap heran Radit yang terlihat begitu cemas.

"Kamu kenapa mengkhawatirkan artis dari perusahaan lain?" tanya Aksa tegas.

"Bu-bukan seperti itu, pak"

"Saya hanya kasihan melihatnya"

Aksa hendak mencari sofa lain, namun tiba-tiba jas belakangnya ditarik kuat oleh Bingar hingga ia terjatuh di atas sofa. Hampir menindih Bingar tapi tidak sampai menindih. Radit langsung mengalihkan wajahnya ke arah lain.

"Saya akan mencari managernya dulu, pak" pamit Radit tanpa persetujuan dari Aksa.

"Yaaak...mau kemana kau?" pekik Aksa yang tidak didengar oleh Radit.

"Hei...nona, bangunlah. Dimana managermu? Kau harus bangun"

"Hei...yaak lepaskan jasku. Mau apa kau? Yak...jangan. Jangaaann!!"

Aksa terlambat. Ia menutup mata saat Bingar memuntahkan semua isi di dalam perutnya. Aksa merasakan cairan hangat itu mengenai lengan kanannya. Aksa tidak sanggup melihat cairan putih itu di jas mahalnya. Ia menahan untuk tidak mengeluarkan umpatan pada gadis yang tertidur pulas di depannya ini.

"Aarrggh...sial!!"

"Gadis sekarang benar-benar. Tidak tahu sopan santunnya sama sekali"

"Aiisshh, dasar gadis gila. Kemana managernya? Tidak bertanggungjawab sama sekali dengan artisnya. Kalau di perusahaanku, sudah pasti ku pecat!!"

"Aiiisshh...Radit juga kemana perginya? Awas saja habis ini gajinya bakal aku potong" ancam Aksa menahan emosi. Ia melepas jas mahalnya lalu ia sampirkan di samping sofa. Ternyata kemejanya juga basah dan kotor karena cairan itu.

"Kenapa ini banyak sekali? Ahh...sial!!" umpat Aksa lagi.

"Ada apa ini, pak Aksa?" tanya Radit setelah kembali dari pelariannya.

"Kau dari mana saja, huh?"

"Sa-saya mencari managernya. Tapi tidak ketemu. Ada apa ini pak?"

"Kamu tidak lihat?" kesal Aksa.

"Lain kali jangan langsung nyelonong pergi begitu saja tanpa persetujuanku ". Radit mengangguk paham. Ia hanya diam mendengar omelan Aksa.

"Pesankan kamar". Radit langsung menatap bingung CEOnya itu.

"Maksud pak Aksa?". Radit menunjuk Bingar yang tertidur lalu kemudian CEOnya.

"Buang pikiran kotormu itu. Aku perlu membersihkan badan. Tidak mungkin aku pulang dalam keadaan seperti ini" perintah Aksa tegas. Radit sepertinya langsung paham. Ia mengangguk lalu segera memesan kamar yang masih satu gedung dengan club tersebut.

"Silakan, pak. Kita ke kamar 174" ujar Radit setelah mematikan sambungan teleponnya.

"Bagaimana dengan gadis ini, pak?" tanya Radit.

"Biarkan saja" ucap Aksa singkat. Aksa berjalan beberapa langkah, kemudian ia berhenti. Di depan matanya ia melihat segerombolan pria yang tengah mabuk parah.

Detik berikutnya, Aksa langsung membopong Bingar ke dalam gendongannya. Ia tidak tega meninggalkan gadis itu sendirian di sana dalam keadaan tidak sadar. Apalagi di club malam yang banyak pria jahat yang tidak bertanggungjawab. Aksa memang membenci CEO agensi Bingar tapi tidak dengan artis-asrtis mereka. Aksa masih punya hati nurani untuk melindungi gadis itu.

"Kemana managernya? Tega sekali" gumam Radit yang berjalan di belakang Aksa sambil membawakan jas kotor milik bosnya itu.

"Pesankan jas dan kemeja baru untukku" perintah Aksa di depan pintu.

"Siap pak". Radit segera pergi setelah membukakan pintu kamar untuk Aksa.

"Radit tunggu, sekalian baju untuk gadis ini". Aksa memberi perintah lagi.

"Tapi? Berapa ukurannya, pak?". Aksa juga bingung. Ia terlihat berpikir sebentar.

"Nanti aku kirimkan lewat chat"

"Baik pak". Kemudian Radit berlalu pergi. Sedangkan Aksa membawa Bingar masuk ke dalam kamar.

Juna kembali dengan membawa sebotol wine miliknya.

"Gila, lama banget nyari wine ini. Pasti enak nihh" gumam Juna. Ia berjalan ke tempat Bingar, namun matanya tidak menemukan gadis itu di sana. Ia mencari ke sekeliling club tapi tidak menemukan Bingar. Juna sangat cemas dan khawatir sekarang. Tas dan ponsel Bingar juga masih ada di atas meja. Juna mulai memikirkan hal yang tidak-tidak.

"Kemana perginya? Apa dia pulang sendiri? Tidak-tidak. Tidak mungkin"

"Aarrghhh...kalau sampai terjadi apa-apa sama Bingar, gue pasti di bunuh sama Arthur" pekik Juna frustasi. Ia menanyakan ke semua orang dimana keberadaan Bingar. Tapi tidak ada satupun pengunjung yang mengetahuinya.

Aksa menidurkan Bingar di atas ranjang yang berukuran king size di kamar ini. Kemudian ia segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan kemejanya.

"Kenapa sial sekali aku hari ini?"

"Gadis itu juga benar-benar membuatku gila. Bagaimana bisa ia hanya seorang diri di club malam seperti ini?" gumam Aksa.

Aksa keluar dari dalam kamar mandi, setelah mendengar ponselnya berdering.

"Iya, ada apa, pa?" jawab Aksa malas.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login