Download App

Chapter 21: Berdansa bersama pangeran

"Ini juga acara yang penting buat lo, Dew! Ayo ikut kitaa!"  Digo dan Glen menyeret Dewa keluar dari mobil.

"Lepasin! Sumpah kalian rese!" Dewa tak tahu kenapa dua orang ini benar-benar menyebalkan. Harusnya mereka bisa mengerti kenapa ia tidak mau datang ke acara ulang tahun sekolahnya.

"Untuk kali ini kita ga bisa turuti perintah lo, karena kami udah sepakat sama Tuan Amartha, ayah lo." Digo menanggapi.  Emang benar, Tuan Amartha sudah meminta mereka berdua untuk membawa Dewa ke acara tersebut. Jika tidak akan ada risiko yang ditanggung keduanya.

"Ayo ikut Dew!"

Sekali lagi Dewa berdecak. Mereka berdua sudah terikat dengan Tuan Amartha. Mereka berdua tidak akan melepaskannya.

"Gue bisa jalan sendiri. Lepasin!" Dewa menepis kedua sahabatnya. Namun, mereka berdua terlalu kuat.

"Bener ya, lo gak bakal kabur lagi kan?"

"Iya! Iya!" Dewa memgangguki. Mau tak mau ia memang harus masuk ke dalam.

Suasana sudah semakin ramai, apalagi setelah MC mengatakan jika acara selanjutnya adalah menari bersama pasangan. Beberapa orang sudah mengait pasangannya dan menari bersama di tengah alunan piano yang indah.

Prince menghampiri Juna yang tampak terdiam sendiri di pinggir kolam.

"Itu pacar lo Jun?"

Pandangan Juna teralihkan dari lilin indah yang mengapung ke sumber suara yang berada di sebelahnya.

"Lo lagi ikut-ikutan. Dia itu bukan pacar gue. Lagian dia cuma pembatu yang disuruh nyokap gue buat nemenin gue ke sini."

"Pembantu?" Kedua alis Prince terangkat

"Lo punya pembantu secakep itu?" Prince bahkan tidak percaya bahwa cewek paling cantik malam ini adalah seorang pelayan di rumah Juna.

Prince menepuk pipinya lalu menggelengkan kepala.

"Ah, gak peduli. Boleh dong gue ajak dia dansa? Lo ga keberatan kan?" tanya Prince sekaligus meminta izin.

Juna tak bersuara, hanya menatap datar pada cahaya lampu yang terpantul di kolam renang.

"Kalau diam aja berarti boleh ya." Prince menepuk pundak Juna. Kemudian pergi untuk menemui gadis itu.

Anna melihat nanar orang-orang yang sedang berdansa. Ia memejamkan matanya, merasakan angin berhembus mengusap wajahnya.

Ketika Anna membuka matanya, di depannya sudah ada sesosok pria yang selalu membuat hatinya menggebu.

"Hai," sapa lelaki yang terlihat semakin tampan dengan dasi kupu-kupunya.

Anna tak percaya jika di depannya ini adalah Prince.

"Hah? Kak Prince?" batin Anna.

"Haai?" ulang Prince kali ini tersenyum lebar.

"Ha–hai?" sahut Anna kembali menyapa. Rasanya ingin pingsan ketika melihat senyum cowok itu. Terlalu memabukan bagi Anna.

"Mau dansa bareng gue?" Prince mengulurkan tangannya.

"Hah?" Anna mendadak cengo. Napasnya tiba-tiba naik turun. Anna tak bisa lagi. Dadanya berdebar hebat.

"Ayoo," ajak Prince yang meraih tangan Anna. Kemudian diajak ke tengah berdansa bersama yang lainnya.

Malam ini Anna seakan dibawa terbang. Ini seperti mimpi, bisa berdansa dengan Prince—pangeran impiannya.

Sedari tadi Cesa sudah memerhatikan Juna dari kejauhan. Sudah lama Cesa memendam perasaan untuk pria itu. Mungkin masuk kelas unggulan adalah salah satu alasan, supaya Cesa bisa lebih dekat dengan pria itu. Namun, Juna sangat susah untuk digapai. Jadi temannya saja sudah sangat membuat Cesa beruntung.

Embusan napas lolos dari bibir mungil Cesa. Perlahan tangannya bergerak, memeriksa detak jantungnya yang kini sedang beritme keras. Cesa mengumpulkan keberanian untuk menghampiri Juna.

"Jun, kita dansa yuk," ajak Cesa.

"Gak."

"Ih, ayok lah." Cesa menggigit bibir. Rasanya sakit. Namun sudah terbiasa dengan penolakan Juna.

"Ayooo Jun, kaku banget si jadi cowok." Cesa menarik Juna, memaksa pria itu untuk meraih tangannya.

Jika saja ini hanya sebuah mimpi. Maka Anna tak mau terbangun dari mimpinya. Biarlah ia tinggal selamanya, karena hal ini membuat Anna senang. Dari lubuk hati yang paling dalam, Anna berkali-kali memuji pria itu.

Pria ini tidak hanya tampan, tetapi juga amat lembut. Sesuai dengan arti namanya, Prince barangkali adalah pangeran yang dikirimkan Tuhan untuk Anna.

"Ya ampun, Kak Prince. Lo ganteng banget." Batin Anna tak henti-hebtunya menjerit. Meski  sebagian wajah Prince tertutup oleh topeng. Namun ketampanan pria itu masih bisa terlihat jelas oleh Anna.

"Nama lo siapa?" tanya Prince sembari menatap lekat kedua bola mata Anna yang indah bagaikan permata biru.

Anna tak sadar jika kedua kakinya berada di atas kaki Prince. Prince menuntun Anna menari sembari terus menatap kedua netranya.

Gadis itu tertegun saat Prince bertanya mengenai siapa namanya. Yang artinya pria itu memang tidak sedang mengenali dirinya saat ini.

"Eliana," jawab Anna tanpa ragu. Namanya memang Eliana, hanya saja orang keseringan memanggilnya Anna.

"Cantik."  Prince berisik tepat di telinga Anna.

Tubuh Anna berdesir, seperti ada sesuatu yang menjalar hingga ke pipinya.

"Haah?" Sang empu tersipu.

Paling tidak malam ini Anna bisa menjadi Cinderella, berdansa dengan pangeran impiannya. Meski besok harus kembali menjadi upik abu yang terikat dengan segala perintah Dewa iblis.

Drtt drtt

Suara ponsel yang beberapakali berdering hingga menggetarkan paha Anna membuat Anna cukup kaget.

"Sebentar." Pamit Anna segera menjauh

"Mau ke mana?"

Anna mendapat tujuh panggilan tak terjawab dari sang ibu. Tak hanya panggilan, Anna juga mendapat pesan dari kedua saudara tirinya. Mereka juga mengirimkan sebuah foto yang membuat tubuh Anna seketika melemas.

"Saga jatuh?" gumam Anna ketika melihat sang adik bersimbah darah di dalam foto tersebut.

Tak menunggu lama lagi, Anna segera berlari dengan perasaan campur aduk antara khawatir dan panik, pasalnya keadaan Saga sangat mengkhawatirkan sementara ia tahu ibu tirinya sama sekali tidak memperdulikan Anna dan Saga selama ini.

Saat berapa langkah Anna berlari, tiba-tiba seluruh lampu mati dan saat itu secara tak sengaja ia menabrak tubuh seseorang. Lebih tepatnya saling bertabrakan hingga Anna menimpa tubuh orang itu dan menindihnya di tanah.

Ketika lampu menyala kembali, Anna kaget bukan main saat bibirnya menyatu dengan pigura pria itu. Kedua matanya saling berserobok hingga menghasilkan getaran dahsyat ke dalam jiwa.

Anna segera terbangun dan berlari kembali lalu sialnya ia tersandung oleh tangan pria yang entah siapa namanya yang masih terbaring di tanah.

Tak ada waktu untuk memedulikan sepatu kacanya yang tertinggal. Pikiran Anna terus berpusat pada adiknya, Saga.

Lelaki itu terbangun dan langsung menyentuh bibirnya yang kini sudah tidak suci lagi. Kemudian mengambil sepatu kaca milik gadis itu yang tergeletak di sebelahnya.

***

Bukannya membawa Saga ke rumah sakit, ketiga orang itu malah bersantai ria menonton televisi. Sedang suara Saga yang tengah mengaduh tidak sama sekali dipedulikan.

Anna yang baru tiba segera menghampiri Saga yang kini terbaring di sofa dengan keadaan kepala bersimbah darah.

"Ibu kenapa diamin saga kayak gini? Kenapa gak dibawa ke rumah sakit?" Anna berteriak

"Memangnya rumah sakit gak pake duit."

"Kalian keterlaluan!"

"Buat apa aku kerja jadi pembantu kalau uangnya Kalian habiskan sendiri? Bahkan aku sering kelaparan tengah malah. Kalian emang gak pernah peduli sama aku dan Saga!"

***


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C21
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login