Download App

Chapter 3: Terpaksa Luluh

"Sedih boleh saja tapi jangan larut dalam kesedihan dan jangan sampai menyiksa diri"

*

Khadijah memang berencana untuk memasukan Arsyla ke pesantren jauh sebelum suaminya meninggal, semuanya adalah keinginan almarhum suaminya agar sebelum Arsyla kuliah punya bekal ilmu agama dan bisa belajar mandiri, namun hal itu tidak diketahui oleh Arsyla sebelumnya sehingga terkesan Khadijah yang memaksakan kehendak.

Dua minggu setelah kepergian ayahnya Arsyla mendapatkan kabar bahwa dirinya akan dimasukan ke pesantren, jelas saja hal itu membuatnya kecewa dan merasa dirinya akan diasingkan, Arsyla masih berdiam diri di kamarnya.

"Bunda jahat, masa aku mau dijauhkan dari rumah, ayah baru meninggal bund, kenapa harus terburu-buru." Gumam Arsyla dengan nada kecewa

Sementara Khadijah masuk ke kamarnya, kemudian dia tersedu sambil memandangi figura pernikahannya.

"Sayang, sebenarnya aku tidak tega untuk memasukan anak kita ke pesantren, dan aku pun tidak ingin jauh darinya, tapi…demi menjalankan wasiat darimu akan kuberanikan diri untuk melakukannya, meskipun jujur itu berat sekali sayang." Ucap Khadijah sambil memeluk figura di tangannya.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, dan Raras anak bungsunya menghampirinya yang masih tersedu.

"Bunda kenapa? Bunda kangen ayah yah?" Tanya Raras sambil mendekati Khadijah

Khadijah pun kaget dan hampir saja menjatuhkan figura dipelukannya namun segera ditahan oleh Raras.

"Astagfirullah, Hampir saja Ras, untung kamu ambil, hmm … sayang lain kali kalau mau masuk kamar bunda atau kamar siapa pun kamu harus izin dulu dengan mengetuk pintu atau mengucapkan salam yah sayang." Ungkap Khadijah sambil mengajaknya duduk di sampingnya sementara tangan satunya berusaha menghilangkan jejak tangisnya.

"Maaf bunda, tadi aku ketuk-ketuk tapi bunda gak jawab, akhirnya Raras masuk." Jawab Raras

" Nah kan sudah bunda bilang kalau gak diizinin jangan masuk." Terang Khadijah

"Iya deh bunda, maaf lagi, abisnya Raras gak ada temen, mau ngajak main kak Arsyla eh pintu kamarnya dikunci, mau ngajak main kak Yasa, eh lupa kalau kakak hari ini lagi keluar sama temannya. Jadinya aku masuk ke kamar bunda deh." Jawab Raras polos

"Oh iya bunda, Kak Arsyla kenapa sudah dua hari ini sukanya di kamar terus, apa kakak masih sedih karena ayah?" Tanya Raras penasaran 

"Emang Raras gak sedih? Nanti juga kakak kan kembali ceria kok sayang." Ungkap Khadijah

"Raras juga sedih kok bunda, tapi kata guru ngaji Raras kalau sedih jangan berlebihan." Jawab Raras dengan antusias

" Kamu benar sayang, sedih boleh saja tapi jangan larut dalam kesedihan dan jangan sampai menyiksa diri." Ungkap Khadijah sambil memeluk Raras.

*

Seminggu kemudian jadwal keberangkatan Arsyla ke Pesantren sudah tiba, sementara Arsyla masih enggan untuk pergi, Khadijah beusaha membujuknnya dengan berbagai cara supaya anaknya bisa luluh untuk pergi.

"Arsyla sayang, kalau kamu tidak mau ke pesantren terus mau kamu apa dong sayang?" Tanya Khadijah dengan lembut

"Arsyla kan sudah bilang Arsyla gak mau mesantren, meskipun gak kuliah tapi jangan paksa Arysla masuk pesantren ." Jawab Arsyla sambil cemberut

"hmm … bunda tahu, atau jangan-jangan kamu sudah punya calon dan kamu mau nikah yah sayang." Canda Khadijah sambil menahan tawanya.

"Ish bunda, apaan sih ngomongin nikah, Arsyla baru 17 tahun yah dan Arsyla belum kepikiran untuk nikah." Jawab Arsya sambil masuk kembali ke kamarnya dan menguncinya.

"Arsyla buka pintunya, bunda belum selsai ngomong, ya gimana lagi kalau kamu gak buka pintu berarti bunda terima tawaran pak haji untuk besanan sama pak haji." Ancam Khadijah

Mendengar hal itu Arsyla pun terpaksa membuka pintu kamarnya dan kembali berbicara dengan bundnya.

"Maksud bunda apa sih kok bawa-bawa pak haji segala, iya deh iya aku nyerah, aku mau nurutin bunda untuk pergi kepesantren, tapi ada syaratnya." Ungkap Arsyla

"syarat? Emang apa syaratnya sayang." Tanya Khadijah

"Perrtama bunda jangan terima tawaran pak haji, kedua aku boleh pulang sebulan sekali, gimana bund?" Tanya Arsyla mencoba bernegosiasi dengan bundanya.

"Hmmm… No satu ok sih sayang, tapi no dua… ya udah deh nanti bunda usahakan, nanti bunda coba bicara dengan pengurus pesantrennya." Jawab Khadijah

"Oh iya jadi sekarang kamu mau pergi kan?" Tanya Khadijah

" Gak sekarang yah bund, pliss, seminggu lagi, aku mau kangen-kangenan dulu sama bunda dan adik-adikku kan mau pisah." Pinta Arsyla

*

"jika kita tidak bisa membantu minimal kita tidak membebani"

*

Seminggu sudah habis dari batas Arsyla bernegosiasi dengan bundanya, kini dengan berat hati dia harus mengikuti kemauan bundanya. Tas Ransel dipunggungnya siap menghantarkan dirinya ke kehidupan yang baru, ditemani koper sedang berwarna biru tua yang dia derek dengan malas dari kamarnya. Yasa menghampiri dan berusaha membantu Arsya dengan mengambil alih koper dari tangannya.

"Sini kak biar Yasa bantuin, kakak kok buru-buru banget, ini kan masih pagi kak baru jam setengah enam." Ujar Yasa

"Entahlah dek, ini perintah dari bunda kalau kakak harus berangkat sekitar jam enam." Jawab Arsyla ketus

"Eh btw bunda sama Raras kemana dek kok masih sepi gini." Tanya Arsya sambil clingak clinguk ke kiri dan kanan.

"masih pada di kamar kali kak." Jawab Yasa singkat

Arsyla dan Yasa membawa koper ke ruang tamu, Ransel di lepaskan dari punggungnya dan di simpan sembarang di atas kursi, sedangkan koper di taruh di dekat pintu oleh Yasa suapaya gampang saat akan membawanya ke luar. Setelah menyimpan koper dengan cekatan dia langsung ke dapur untuk membuatkan teh dan roti tawar buat Arsya. Kini Arsyla duduk sediri di ruang tamu, punggungnya disandarkan ke kursi dan kepalanya tengadah ke langit-langit ruangan."

"Nasib-nasib, terpaksa deh pagi-pagi gini sudah harus rapih-rapih daripada tiba-tiba anak pak haji datang ke sini ikut buat nganterin, ih ogah kan jadinya repot. Eh tapi emangnya anak pak haji itu sipa yah, aku aja gak pernah tahu dan gak pernah lihat tapi kalau ngebayangin anak pak haji pastinya dia berjanggut lebat, terus bersorban putih sama kalau kemana-mana pakai gamis, ish gak mau ah nikah sama cowok aneh kaya gitu." Gumam Arsyla berbicara dalam hatinya membayangkan anak pak haji yang sebenarnya dia belum sekalipun bertemu dengannya. Arsyla bergidik ngeri membayangkannya, dan saat Arsyla sedang asyik dalam lamunannya Yasa datang degan membawa dua gelas teh dan roti tawar beserta selai coklat dan selai strawberi di ataas nampan yang tidak lama kemudia dia simpan di atas meja tepat di hadapan Arsyla.

Meliahat Arsyla yang bersikap aneh, Yasa menepuk pundak kakaknya,

"Kak, kak Arsyla kenapa pagi-pagi sudah bengong kaya gitu?" Tanya Yasa

Arsya pun terperanjat,

"Astagfirullahaladzim, gak mau ya Allah." Spontan Arsyla berteriak

"Lha apanya yang gak mau, roti selai coklat dan strawberi kan itu kesukaan kakak." Ungkap Yasa heran

"eh bukan, bukan itu dek, tadi kakak salah ucap, maksud kakak mau banget ya Allah." Ujar Arsyla mencoba mencari alasan.

*

Setelah Arsyla dan semuanya sarapan akhirnya tibalah waktunya untuk mengantarkannya ke pesantren, kedua adiknya ikut mengantarkan. Sepanjang perjalanan di mobil Arsyla habiskan untuk bercerita dengan kedua adiknya, sementara bundanya tetap fokus menyetir meskipun sesekali ikut menimpali obrolan anak-anaknya di belakang. Dalam hatinya Khadijah sebenarnya bersedih karena akan kehilangan Arsyla meskipun untuk sementara, dia menatapi Arsyla dari kaca spion depan, dia tersenyum getir saat melihat ketiga anaknya berkumpul dan saling bercanda, berkelebat dalam benak Khadijah apakah dirinya mampu membahagiakan ketiga anak-anaknya itu sendirian.

Khadijah kembali fokus ke depan, kebetulan lampu merah dan sedikit terjebak macet karena sudah masuk jam sekolah dan jam kerja sehingga jalanan lumayan macet.

"Yeeeeaaa macet," teriak Arsyla dari belakang kegiragan,

"dih anak bunda yang satu ini aneh, gimana kamu ini sih sya orang macet gini malah kegirangan kaya gitu." Ungkap Khadijah sambil melirik anaknya yang duduknya tepat dibelakang joknya.

"masa bunda gak peka sih, kalau macet kaya gini berarti sampe ke pesantrennya masih lama dong." Jawab Arsyla jujur.

"Ya tapi gak gitu juga kali kak." Ujar Raras menimpali.

Sedang menunggu lampu merah menyala tiba-tiba ada seorang bapak-bapak yang sudah sepuh mengetuk kaca mobil, bapak itu menawarkan cobek batu, terlihat bapak itu kepayahan saat membawa cobek-cobek yang dipikulnya itu. Khadijah membuka kaca mobilnya dan faham betul bahwa bapak-bapak itu menawrkan barang dagangannya. Khadijah pun membuka kacanya dan membeli satu cobeknya.

"cobeknya berapa pak harganya?" Tanya Khadijah

"tiga puluh ribu aja bu." Jawab bapak itu singkat

"ya sudah saya beli satu cobeknya ya pak." Ujar kahadijah sambil menyodorkan uang limapuluh ribuan dua lembar.

Bapaknya membungkuk dan mengambilkan satu cobek kemudian menyodorkannya pada Khadijah, lalu setelah diambil oleh Khadijah bapak itu baru mengambil uang yang disodorkan padanya.

Setelah unagnya di ambil, bapaknya kaget karena ada dua lembar limapulh ribuan

"eh bu ini kelebiha kan hargaya hanya tiga puluh ribu saja," Ungkap bapak itu sambil menyodorkan kembali satu lembar uang itu pada Khadijah.

"Tidak apa-apa pak, tidak usah dikembalikan, itu rizki bapak," Jawab Khadijah

Bapak itu terlihat sumuringah dan berterimakasih berkali-kali pada Khadijah.

"Ya Allah, Alhamdulillah, terimakasih ibu, semoga rizkinya berkah, lancar urusannya dan anak-anaknya jadi anak yang shaleh-shalehah." Ungkap si bapak memberikan sederet do'a untuk Khadijah.

Tidak lama kemudian lampu pun menyala dan Khadijah pun segera menjalankan mobilnya, Arsyla dan kedua adiknya menyaksikan apa yang bundanya lakukan, tentu saja hal itu mengundang tanya Arsyla,

"Bund ngapain beli cobek lagi, bukannya di rumah sudah ada dua ya bund?" Tanya Arsyla penasaran.

"Iya sayang memang bunda gak butuh cobek ini, tapi kadang kita harus membeli meskipun tidak butuh, bunda membelinya karena ingin membantu meringankan bapak penjual tadi, setidaknya beban yang dipikulnya sedikit berkurang karena cobeknya bunda beli satu." Ungkap Khadijah menjelaskan dengan tetap fokus menyetir.

Arsyla dan kedua adiknya mengangguk-nganggukan kepala mencoba memahami kata-kata bundanya. 

"Oh gitu ya bund, baik banget sih bundaku ini." Ungkap Arsyla kagum pada bundanya

"Iya sayang, jika kita tidak bisa membantu atau memberi lebih banyak setidaknya kita membantu untuk mengurangi bebanya." Jelas Khadijah.

Perjalanan pun di lanjutkan, dan jarak yang harus ditempuh masih satu jam lagi, setelah Arsyla dan adik-adiknya lelah bercerita akhirnya mereka pun tertidur.

*

Sejam kemudian, akhirnya sampai juga tempat yang dituju, Khadijah pun membangunkan ketiga anaknya

"Asryla sayang ayo bangun ini sudah sampai nak," Ungkap Khadijah sambil menepuk-nepuk pundak anaknya.

Arsyla pun terbangun, dia mengucek-ngucek matanya dan dia memperhatikan ke sekelilingnya,

"dimana ini bund?" Tanya Arsyla

"Ya di pesantren sayang, kita sudah sampai." Jawab Kahdijah sambil mencoba menarik tangan Arsya dna mengajaknya turun dari mobil.

"Ih bunda, Arsyla gak mau." Jawab Arsyla singkat.

Arsyla menolak untuk turun dari mobil, tidak sesemangat saat diperjalanan, kini justru Arsya memasang muka yang kusut dan menolak permintaan bundanya.

*

Duh neng Arsyla ini gimana sih, sebenarnya dia mau masuk pesantren atau enggak sih, dari rumah semnagat eh pas sudah smapai malah ngambek, untuk tahu kelanjutan kisah Arsyla simak terus yaaa ceritanya, kalau mau berbaik hati boleh like dan comen ceritanya, makasihhh

Akhirnya Arsyla luluh, namun tidak tahu apakah Arsyla serius mau pergi ke pesantren, untuk tahu kisah Arslya selanjutnya simak terus ya, insyaallah besok atau nanti malam deh dilanjutin yah


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login