BELLA bekerja di tempatnya seperti biasa. Tidak ada suara yang berkicau selain mesin ketik dan suara kertas yang mereka buat.
Matanya juga amat serius. Bahkan anak baru itu, Zero, dia juga melakukan hal yang sama hari ini. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan karena Pak Andre tidak masuk beberapa hari.
Kondisi istrinya semakin memburuk. Namun, malam tadi istri Pak Andre dinyatakan membaik. Hal ini membuat Pak Andre lebih tenang karena setiap hari, hanya rasa was-was yang dia rasa.
Bella dan seluruh timnya tidak egois. Mereka memahami pekerjaan Pak Andre yang harus ditunda dan berakhir dibantu mereka sedikit demi sedikit, sambil menyelesaikan pekerjaan utama masing-masing.
Pak Andre keluar ruangannya, menatap para timnya dengan senyum bersamaan mata yang tadinya menggenang, akan meledak.
Seluruh tim menatapnya dengan tatapan sedih dan satu persatu mendekatinya.
"Pak Andre kenapa?" tanya Bella.
Gadis itu membantu Pak Andre duduk di kursi milik Bella. Berusaha menenangkan tanpa banyak bertanya, hingga Pak Andre mengatakannya sendiri.
"Istri saya meninggal," kata Pak Andre. Menahan bendungan air matanya, namun gagal.
"Bapak yang tabah, ya. Kita akan mengantarkan Bapak menemui Ibu," ajak Bella sambil menahan air matanya.
Semua orang di tim divisi Grade A, membawa Pak Andre berbondong-bondong.
Semua tim divisi lain melihat tim Grade A berlarian. Beberapa menanyakan keadaan dan kabar tersebut tersebar lebih cepat. Sampai hal itu, terdengar oleh CEO.
Hal yang membuat hati Pak Andre terkoyak, saat bendera kuning menancap tak goyah oleh angin, di sisi jalan. Beberapa ucapan bela sungkawa pun terpanjang berjajar.
Semua orang menangisi mendiang istri Pak Andre yang sudah terbalut samping. Kain kafan pun ikut serta menutupi seluruh tubuhnya.
"Tubuhnya dingin, Bella. Dia tidak mau menatap saya," ucapnya dengan isakan tangis yang tak henti-hentinya.
"Iya, Bapak. Ibu sudah tenang, ya, Pak. Ibu sangat menyayangi Bapak juga," jawab Bella sambil meneteskan air matanya.
Pak Andre tak henti-hentinya memeluk tubuh dingin yang terkapar itu. Berharap istrinya hidup seperti biasa dan sehat.
"Sudah, Andre. Kita akan makamkan istrimu," kata Ibu Pak Andre, membantunya memundurkan diri.
Pak Andre menepis tangan Ibunya tak sengaja. Dia ingin berlama-lama memeluk istrinya yang akan di kebumikan.
"Andre, tolong sadar, nak. Istrimu sudah tenang di sana. Alam kamu dengannya sudah berbeda. Ikhlaskan, nak, ikhlaskan," peluk Andre oleh Ibunya yang sudah tua renta tersebut.
Mereka pun mengantarkan jenazah untuk dimakamkan. Ratusan manusia berpakaian hitam turut mendoakan istri Pak Andre. Istri Pak Andre dikenal baik oleh seluruh saudara, teman, tetangga dan orang yang mengenalnya.
Ruangan doa bercampur tangis, mereka lontarkan di tengah langit yang biru namun angin begitu menyejukan siapapun di sana. Tidak ada kendala apapun saat di kebumikan. Harum semerbak bunga bagaikan mengelilingi semua orang di sana.
Hingga beberapa orang mulai pergi dari tempat tersebut, tak rela. Namun apa daya, kehidupan mereka sudah berbeda dengan seseorang yang terkubur tanah itu.
Hingga menyisakan Pak Andre bersama Ibunya, seluruh tim Grade A dan Rey bersama asistennya, yang menemani Pak Andre, untuk menatap lebih lama istrinya di rumah barunya.
"Saya pulang lebih dulu, ya, Pak. Istri Bapak sudah bahagia di sana. Semoga Bapak tabah," pamit Rey diikuti Kevin.
Rey sesekali menoleh Bella yang tak membalas tatapannya. Kevin juga menyuruh tim Grade A kembali ke kantor setelah pulang.
Semua orang pasti paham, Pak Andre masih tidak menyangka atas apa yang terjadi. Sehingga, kaki maupun tangan tak henti-hentinya mengusap nisan.
Namun, sisanya harus melanjutkan hidup seperti biasa. Begitupun Pak Andre nantinya.
"Pak, kami pergi dulu ke kantor, ya. Besok, kami akan mengunjungi Bapak lagi kemari," pamit Bella bersama seluruh tim Grade A.
Bella, Nanda, Zahra, Annisa dan Zero, berjalan beriringan. Rasa sakit yang dirasa terpercik pada mereka.
Seseorang memulai pembicaraan. "Pak Andre pasti sangat kehilangan, ya," ucap Zero yang melihat langit yang masih biru.
"Pak Andre sudah melakukan yang terbaik untuk istrinya. Aku masih ingat, dia bilang bahwa Pak Andre tak pernah marah, tak pernah kecewa karena tidak memiliki seorang anak sampai istri Pak Andre harus pulang ke sisi Tuhan," papar Zahra sambil memeluk Bella.
"Pak Andre setia, ya," kata Bella tak menyangka jika Direktur se baik itu, pada siapapun.
Drrt! Drrt!
Pesan spam yang masuk telepon genggam Bella, membuat seluruh orang menatapnya.
"Ah, kalian duluan, ya. Aku mau menemui seseorang dulu," kata Bella sambil berlari.
Laki-laki berjas hitam yang memunggungi gadis itu sedang mematung dingin.
'Aish, aura dinginnya sudah terasa sampai sini,' batin Bella.
"Ada perlu apa, Pak Rey?" tanya Bella.
Gadis itu berkata dan bersikap seperti bawahan kepada atasannya. Namun, entah kenapa Rey tidak suka dengan cara sikapnya bagaikan pada orang asing.
"Kenapa sikapmu seperti itu? Seperti orang yang baru bertemu saja. Santai saja, Bella," jawab Rey. Pandangan lebih dingin..
"Terima kasih, Pak Rey. Karena sudah memberikan izin saya berbicara santai. Tapi, ini masih waktu bekerja," jawabnya.
"Kata siapa kamu masih bekerja saat ini?!" kata Rey sambil mendekati Bella yang memundur.
"Kevin, siapkan mobilnya," perintahnya.
"Baik, Pak," jawan Kevin.
Kevin yang sambil menyiapkan mobilnya, fokusnya teralihkan karena melihat Bella terlihat takut.
"Argh! Aku tidak bisa berbuat apa-apa," gumam Kevin yang memukul klakson tak sengaja.
Teet!
Rey menatap Kevin dari kejauhan karena aksi tidak sopannya.
"Apa yang kamu lakukan, Kevin?!" sentak Rey.
Mendengar hal itu, Kevin langsung keluar mobil untuk meminta maaf pada atasannya itu.
Dan Bella pun menepis tangan Rey sengaja.
"Aku akan pergi, jadi tidak perlu memaksa!" balas Bella menyentak Rey, karena dia menyentak sahabatnya itu.
Bella pun masuk mobil dengan kasar, di kursi belakang.
"Aku juga tidak mau jika harus menikah denganmu, Bella! Di sini, aku juga sama bingungnya. Aku sama sakitnya sepertimu. Kenapa hanya kamu yang selalu memikirkan diri sendiri?" kata Rey menatap sendu gadis di sampingnya itu.
"Kalau begitu, pikirkan saja penderitaan masing-masing. Karena sebesar apapun kamu berusaha menjelaskan penderitaanmu, aku tidak percaya! Sama seperti kamu padaku," jawab Bella sambil mengalihkan pandangannya dari Rey.
"Kita akan ke mana, Pak?" tanya Kevin nimbrung.
"Kita akan ke rumah ibuku. Aku harus memperkenalkan Bella padanya. Karena satu minggu lagi kita akan menikah," jawab Rey yang mengejutkan Bella.
"Apa? Satu minggu? Rey, kata siapa kamu berhak mengatur waktu pernikahan?!" sentak Bella.
Gadis itu berteriak sampai kesal pada orang di hadapannya. Bella bahkan belum menyiapkan diri untuk berbicara pada adiknya. Dia pun tidak tahu siapa yang menjadi pengganti orang tuanya.
"Rey, aku bahkan tidak tahu harus mengatakan apa pada adikku, teman-teman dan seluruh tim," lirihnya.
"Aku saja enggan memberitahu seluruh staf kantor kalau Nenek tidak memaksaku. Aku hanya ingin pernikahan pertama dan terakhir hanya bersama Rahma!" sentak Rey, membuat Bella tak bisa mengatakan apa-apa.