Download App

Chapter 16: Kita Begitu Canggung

Jam istirahat telah tiba, semua murid membicarakan Aarun yang bertengkar tadi pagi di lantai 3, ternyata gosip itu cepat sekali tersebar bahkan pada yang paling junior. Aarun tidak peduli akan ucapan orang yang ia tahu adalah besok ia akan bertemu dengan selingkuhan ibunya, dia tidak sabar untuk itu.

Di sepanjang jalan koridor itu, orang-orang menatap Aarun yang sedang berjalan sendirian.

"Apa dia yang bernama Aarun?".

"Dia berani juga melawan senior kita."

"Aku yakin dia akan di keluarkan dari sekolah, apa dia tidak tahu kalau ayah Vino orang yang di segani di sekolah ini."

"Aku mendukungnya, agar tidak ada lagi orang semena-mena disekolah ini."

"Itu benar, semua siswa di sini sama derajatnya orang kaya maupun bukan sama saja."

Suara-suara itu memenuhi telinga Aarun, ada yang mendukung dan ada juga yang tidak mendukung, semua membicarakan Aarun apalagi senior di kelas 3-1 mereka sepertinya tidak suka dengan Aarun.

Aarun menyimpan tangannya di saku celananya, tas ranselnya hanya ia pake sebelah saja, ia terus berjalan lurus di koridor itu hingga ia berhenti di sebuah jendela besar yang lurus dengan lapangan olah raga dan juga gerbang sekolah.

Matanya tidak sengaja menemukan seorang gadis di depan halaman sekolahnya, gadis itu di penuhi murid-murid lainnya,  ia sedikit mengintip guna melihat lebih jelas dari kejauhan gadis itu.

Ternyata itu benar, dia adalah Hannah yang sedang bernyanyi di bawah sana, dari kejauhan saja gadis itu tampak sangat cantik, rambutnya tergerai indah dengan poni kecilnya, ia juga tampak cantik dengan baju panjang berwarna hijau dan rok mini lipat bergaris.

Hannah tampak sedang berdiri sambil bermain gitar. Aarun tersenyum lembut setelah melihat gadis itu, senyumannya begitu manis, rasanya dunianya yang gelap berubah menjadi berwarna jika melihat Hannah.

Aarun menggeleng-gelengkan kepalanya sedikit, ia tidak menyangka saja jika ia sedang merasakan yang namanya jatuh cinta, bukan, tapi Aarun masih ingin bertanya apakah benar ia sedang merasakan cinta. Aneh saja rasanya.

Aarun kembali berjalan lurus, membiarkan Hannah untuk terus bernyanyi.

Kriiing kriiing...

Bell pun berdering itu menandakan jika jam istirahat telah selesai, Aarun terus berjalan berlawanan dari kelasnya karena hari ini ia tidak berniat masuk kelas, Ardo tidak bersamanya karena Ardo malas untuk bolos sekolah, Ardo adalah anak yang rajin dan sangat pintar, Ardo bahkan di tunjuk menjadi ketua kelas tapi Ardo menolak karena dia tidak mau menjadi ketua kelas, Ardo lebih suka menjadi siswa biasa.

Aarun terus berjalan santai, ia akhirnya sampai di belakang sekolah, dari arah tembok besar sana, ia melihat di sana ada siswa lain yang juga sedang melompat pagar yang terbuat dari tembok tersebut, Aarun memiringkan bibirnya sedikit dan kembali berjalan mengikuti siswa tersebut.

Ia sering melihat siswa itu bolos tapi Aarun tidak pernah menyapanya, yang Aarun tahu jika siswa itu seangkatan dengannya, namanya Edgard bla bla bla Aarun tidak tahu nama belakangnya, tapi Edgard sebelahan kelas dengan Aarun.

Pagar itu cukup besar melebihi tinggi Aarun, jadi Aarun meraih pagar besar tersebut lalu memanjatnya, ia tidak punya kesulitan apapun karena ia sudah biasa memanjat pagar itu.

Aarun meloncat dan mendarat dengan baik di tanah, Aarun membersihkan telapak tangannya yang sedikit berdebu itu lalu kembali berjalan santai.

Sebenarnya Aarun tidak tahu akan pergi kemana, ia hanya ingin keluar dari sekolah itu untuk menenangkan dirinya setelah semua kejadian itu.

"Aarun?"

Sebuah tangan yang putih meraih lengan Aarun, membuat Aarun refleks berbalik dan menepis tangan itu "Ha-nah?".

"Kau kaget ya, maafkan aku," ujar Hannah menjauhkan tangannya.

"Aku kira siapa tadi, aku yang seharusnya minta maaf," ujar Aarun.

Hannah tersenyum tipis "emm tidak apa kok," ucapnya.

"Ah.." Aarun juga ikut tersenyum tipis sembari menggaruk kepalanya.

Mereka saling terdiam mencoba mencari topik pembicaraan, ternyata saat mereka berdua, mereka merasa canggung satu sama lainnya.

Jantung Aarun seperti mau copot, ia terus melihat ke bawah sambil menggoyangkan kakinya seperti mengacak-acak pasir, tidak ada Ardo disampingnya membuatnya canggung dan tidak tahu harus berbuat apa, apalagi mereka hanya berdua saja sekarang, Aarun tidak menyangka jika Hannah akan menyapanya di sini.

"Dimana Ardo?" Tanya Hannah asal, Hannah tidak menyangka jika Aarun akan canggung dengannya padahal kemarin saat di halte itu Aarun sama sekali tidak canggung dan sangat ceria.

"Dia dikelas" jawab Aarun singkat.

Hannah mengangguk "Begitu, Kau mau kemana?" Hannah memperhatikan Aarun yang masih berpakaian sekolah, kalau tidak salah tadi Hannah mendengar bell berbunyi yang seharusnya semua siswa telah masuk untuk kembali belajar di kelas tapi Aarun?.

"Ke... ke...?" Aarun yang sebenarnya tidak tahu tujuannya juga bingung harus kemana, mana mungkin dia mengaku bolos tapi sebenarnya dia juga sudah ketahuan bolos sih. Aarun jadi bingung dan malu.

"Ke?" Hannah mengerutkan alisnya dan ikut menyambung ucapan Aarun "kesana?" tunjuk Hannah pada jalan raya. Mata Aarun juga melihat apa yang ditunjuk Hannah.

"Tidak, aku tidak tahu mau kemana," jawabnya jujur.

Hannah kembali tersenyum, ia menatap Aarun lama seperti menyelidik hingga Aarun salah tingkah "Hei! Kenapa menatapku begitu," tegur Aarun yang sedikit tidak nyaman dan salah tingkah.

"kupikir orang-orang yang bolos itu pasti tahu dia mau kemana makanya dia bolos tapi kau-" Hannah tidak melanjutkan ucapannya tapi malah tertawa.

"Sepertinya kau berbanding terbalik dengan Ardo ya," lanjut Hannah. Hannah tidak menyangka saja jika mereka bisa berteman dengan sangat akrab padahal jika di lihat Ardo terlalu rapi untuk orang seperti Aarun yang terlalu cool.

Aarun mengerutkan alisnya "Kenapa kau suka pria seperti Ardo?" matanya membelalak setelah mengucapkan perkataannya tadi, apa maksudnya itu, mengapa mulutnya ini berucap seperti itu.

Hannah terdiam "Apa maksudmu?" tanyanya bingung.

"Tidak ada," jawab Aarun, yang kemudian melangkah duluan menjauhi Hannah berharap gadis itu tidak mengikutinya tapi Aarun salah besar, Hannah berlari-lari kecil untuk mengsejajarkan langkah kecilnya pada langkah besar Aarun.

Aarun melirik Hannah yang kini berhasil berjalan disampingnya, Aarun lebih mempercepat langkahnya. Entahlah ia suka jika Hannah mengejarnya, ia ingin lihat sampai mana Hannah akan mengejarnya.

Hannah menghela napasnya tapi ia kembali mengejar Aarun, setelah ia berhasil mendekati Aarun, Hannah menghadangnya dengan tubuhnya.

Aarun berhenti berjalan lalu menatap Hannah bingung, ia sebenarnya tidak tahu apa tujuan Hannah sampai harus mengejarnya.

"Kembalilah kesekolah," ujar Hannah.

"Jika kau bolos kau akan ketinggalan pelajaran, itu sangat merugikan Aarun," kata Hannah.

Ah Akhirnya Aarun tahu tujuan Hannah yaitu agar ia kembali kesekolah untuk belajar "Banyak orang yang ingin sekolah tapi tidak bisa, kau masih diberi kesempatan jadi gunakanlah sebaik baiknya Aarun, ini demi masa depanmu," kata Hannah.

Aarun menatap mata Hannah dalam "Jangan marah padaku, ini untuk masa depanmu," lanjut Hannah yang berpikir jika Aarun marah padanya.

"Aku tidak bisa," jawab Aarun.

"Kenapa?"

"Tidak bisa saja, tapi ikutlah denganku, aku ingin memberitahumu sesuatu." Aarun menarik tangan Hannah agar gadis itu ikut dengannya.

Hannah yang kebingungan hanya pasrah mengikuti dimana Aarun akan membawanya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C16
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login