Download App

Chapter 25: Aku Cemburu?

Ketiga gadis itu berdiri di samping jembatan tepatnya di dekat lampu merah, mereka berniat menyebrang ke seberang jalan yang terlihat agak ramai, mereka telah bersiap kembali untuk mengamen setelah tiga hari Linzy sakit.

"Aku lihat tadi disana ada tamborin, kau sedang mencarinya, kan," tunjuk Linzy pada tokoh alat musik.

"Benarkah, tamborinku mulai rusak, mungkin kita bisa lihat-lihat dulu," kata Eugene.

"Bagaimana kalau kita kesana," lanjutnya.

Eugene dan Linzy melihat ke arah Hannah yang sedari tadi memang hanya diam saja "Kak kau mau ikut?" tawar Eugene.

"Aku tunggu disini saja, kalian tidak akan lama, kan."

"Ya, kami cuma mau lihat saja harganya," jawab Eugene seraya tertawa kikuk, ia memang sekarang sedang menabung untuk membeli tamborin tapi sepertinya uangnya belum cukup jadi ia memutuskan untuk melihat harganya saja terdahulu.

Hannah mengangguk mengerti "Kalian pergi saja dulu," katanya.

Linzy dan Eugene pun meninggalkan Hannah sendirian, gadis itu memilih berdiri di samping tiang lampu merah sambil menunggu adiknya.

Sudah sepuluh menit adiknya belum juga kembali, Hannah menengok ke arah dimana tadi kedua adiknya itu pergi, ia legah ketika melihat Linzy dan Eugene yang keluar dari tokoh itu.

Ia melambaikan tangannya setelah Eugene dan Linzy melihatnya dengan senyuman sumringah mereka. Namun itu tidak berlangsung lama karena sedetik kemudian wajah mereka langsung tegang dan terkejut setelah melihat ada dua mobil yang bertabrakan di lokasi kakaknya berdiri.

Hannah tidak menyadarinya, hingga ia mendengar ada suara keras yang memenuhi telinganya, suara itu seperti gesekan antara aspal dan juga beda keras yang semakin dekat dengannya, Hannah sontak menutup telingannya dan berniat untuk menghindari mobil yang menuju ke arahnya, tapi saking ketakutannya ia tidak bisa lagi melangkahkan kakinya, gadis itu terjatuh dan pasrah akan keadaan. Mobil yang terseret tersebut makin dekat dengan Hannah hingga seseorang mengangkat tubuh Hannah agar tidak terkena oleh mobil tersebut. Hannah berhasil selamat.

"Hei, kau tak apa?" suara pria itu menyadarkan Hannah jika dia telah diselamatkan, Hannah mencoba membuka matanya dan melihat siapa pria penyelamatnya, matanya membulat setelah melihat wajah pria itu begitu dekat dengannya, posisi mereka terbaring di aspal dengan Hannah yang terbaring di atas pria itu, dari wajahnya pria itu menahan sakit yang ia rasakan.

Hannah masih kaget tapi ia juga terlihat sangat khawatir.

Hannah langsung turun dari sana dan membantu pria itu untuk duduk juga, orang-orang telah berkerumun lokasi kejadian.

"Aku yang harusnya bertanya, kau baik-baik saja?" ucapnya tanpa menghiraukan pertanyaan pria asing tersebut.

"Ya, aku baik-baik saja," jawabnya dengan gos-ngosan.

"Hei nak, kalian ada luka serius? Ambulance akan segera datang," tanya seorang pria tua yang sudah beruban.

"Tidak paman, kami baik-baik saja," jawab pria itu lagi masih membersihkan badannya yang sedikit berpasir akibat terjatuh diaspal.

Hannah menggeleng "Tidak, kau harus ke rumah sakit, lihatlah ada luka di bagian punggungmu akibat benturan tadi" tunjuk Hannah setelah memperhatikan punggung pria itu yang terdapat robekan di seragam sekolah yang ia kenakan.

"Luka ini pasti sembuh cepat kok, ini cuma luka biasa," tolak pria itu.

"Tapi ini kelihatan parah," kata Hannah lagi.

"tidak, tidak apa-apa," tolaknya.

Hannah memandangi pria itu, pria itu masih muda sepertinya seumuran dengannya juga, dia tinggi dan tegak dan punya wajah yang sangat tampan, rambutnya lurus dan punya bibir yang terlihat seksi, pria itu berseragam sekolah dengan almamater berwarna coklat muda sama dengan SMA Zervard.

"Baiklah, jika kau merasa tidak apa-apa" pasrah Hannah yang dibalas dengan senyuman tipis pria itu.

"Oh ya, siapa namamu?" tanya pria itu seraya mengulurkan tangannya.

"Hannah Emillie," jawab gadis itu.

"Kenalkan namaku Ian Joshua, salam kenal," sapa Ian ramah.

Eugene dan Linzy telah sampai di lokasi kejadian tanpa banyak pikir mereka langsung memperhatikan tubuh Hannah jangan sampai ada luka kecil tapi gadis itu terlihat baik-baik saja "Tadi hampir saja, Kakak tidak merasakan sakit apa-apa, kan," tanya Linzy khawatir.

"Aku baik-baik saja berkat dia," ujar Hannah.

Eugene dan Linzy menunduk "Terima kasih," ucap mereka bersamaan. Ian membalas mereka dengan Senyuman tipisnya.

"Bukannya kau dari kelas 2-6?" tanya Ardo yang mengenali Ian.

"Iya, kau Ardo kan," sapa Ian ramah.

"Bener, kita pernah berada di kelas olimpiade Mate-matika saat itu," ingat Ardo.

"Ardo kau disini juga?" kaget Hannah.

"Tadi kami menumpangi bus disana terus tiba-tiba ada kecelakaan makanya kami berhenti dan ada disini," jawab Ardo.

"Aarun juga ada disini," tunjuk Ardo pada Aarun yang sedari tadi hanya terdiam di belakang mereka.

Selagi yang lainnya sedang memperhatikan mobil dan korban yang di evakuasi, Hannah berbalik melihat Aarun, pria itu agak sedikit jauh darinya, Aarun terdiam dan juga menatapnya dengan tatapan sendu, Hannah agak bingung dengan situasi mereka saat ini, Hannah ingin menyapa tapi entah ekspresi Aarun malah membuatnya sulit untuk sekedar menyapa saja,hingga Aarun berbalik ke belakang dan menjauh darinya, tidak ada sepatah kata pun yang keluar darinya, tidak seperti biasanya. Ada apa sebenarnya?

Hannah melambaikan tangannya guna memanggilnya "Aarun?" panggilnya sedikit berteriak tapi pria itu tidakberbalik sama sekali.

"Ada apa dengannya?" gumam Hannah menunduk lalu ia kini memilih untuk ikut melihat evakuasi dari korban yang kecelakaan, syukurlah meski ada dua orang yang terluka parah tapi mereka bisa di bawah ke rumah sakit dengan cepat.

Aarun kembali masuk ke bus dan duduk di tempatnya semula, ia enggan melihat jendela yang menghadap ke lokasi dimana tempat kecelakaan itu terjadi, ia tidak peduli soal orang-orang disana karena entah hatinya sekarag terasa campur aduk.

Setelah melihat raut wajah Hannah yang terlihat sangat khawatir dan perhatian pada Ian, ia merasa marah, sedih dan juga kesal.

Hati Aarun sangat resah dan gelisah, hanya karena Hannah perhatian pada pria lain, ia jadi naik darah, Aarun mengacak rambutnya sendiri "Bodoh," gumamnya.

Apa dia sedang cemburu?

Jika iya?, Aarun benar-benar bodoh, untuk apa ia cemburu pada hal sesederhana dan terlihat wajar tersebut, bagaimana Hannah memperlakukan Ian itu memang sudah benar, sangat wajar kita memperhatikan orang yang sudah menolong kita, kan?

Aneh, kenapa Aarun merasa takut Hannah di rebut, bukankah itu pemikiran terbodoh yang pernah ia pikirkan.

Terlihat Ardo masuk, dan saat itu juga Aarun memalingkan wajahnya, sahabatnya itu sudah kembali duduk di sampingnya "Aku tidak sadar kau telah kembali ke bus lagi," ujar Ardo yang tidak di hiraukan Aarun.

"Aku juga tidak melihat kau berbicara dengan para gadis itu, ada apa?"

"Tidak ada, toh dia baik-baik saja," ketus Aarun.

Ardo tampak bingung "Apa lagi ada Ian si pahlawannya," lanjut Aarun makin terdengar kesal, meski Aarun memalingkan wajahnya tapi Ardo masih bisa melihat setengah wajah Aarun yang terlihat gelisah dan marah.

Seketika Ardo memegangi kedua pipi Aarun agar wajah pria itu mengarah kepadanya "Kau cemburu?"


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C25
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login