Download App

Chapter 2: Kabar buruk

Sementara menunggu kalau ada. lowongan pekerjaan. Loria membantu pekerjaan Ayahnya, karena Ayahnya Loria butuh menghemat pengeluaran usahanya. Jadinya Loria lah yang membantu Ayahnya.

Tak terasa sudah hampir setahun berlalu. Loria juga sudah mempersiapkan diri untuk ikut tes seleksi masuk perguruan tinggi. Loria berdoa semoga saja semuanya lancar dan ia bisa kuliah dan cepat mendapatkan pekerjaan.

Adiknya yang pertama namanya Sean Hardio, masih berumur delapan tahun dan masih bersekolah di bangku sekolah dasar. Jadi untuk urusan belajar di rumah, mengambil rapot, dan membantu tugas sekolah adiknnya Loria lah yang melakukannya. Loria merasa mengajari adiknya merupakan suatu hal yang mudah, meskipun terkadang ia harus kena cubit dan tendang adiknya yang menangis karena tidak paham dengab penjelasan yang ia berikan.

"Nak, hari ini tolong kamu ambilkan rapot adikmu ya. Ibu masih belum cukup sehat untuk pergi ke sekolah adikmu."

"Baik Ayah, sebentar aku bersiap dulu."

Loria diantarkan oleh Ayahnya, Ayahnya kebetulan hendak pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Ibunya Loria sebenarnya hendak pergi ke pasar, namun berjalan saja ia tertatih-tatih. Ibunya Loria merasa menjadi beban untuk suami dan anak-anaknya. Namun Loria beserta Ayahnya segera menghibur Ibunya Loria. Mencoba meyakinkan beliau bahwa beliau bukanlah beban, meyakinkan bahwa Loria dan Ayahnya bisa mengatasi semuanya. Disaat-saat seperti ini, api semangat Loria sedikit demi sedikit menyala kembali. Kehangatan keluarga, ia bersyukur masih diberi keluarga yang lengkap oleh Tuhan.

Sesampainya di sekolah adiknya, Loria dengan percaya diri mengambilkan rapot adiknya. Ia sangat bangga, pada semester ini adiknya masih masuk dalam peringkat sepuluh besar di kelas. Nilainya pun bagus-bagus, semuanya diatas kriteria ketuntasan minimal. Loria senang bahwa adiknya belajar dengan cukup giat. Pokoknya adiknya harus tetap sekolah, apapun yang terjadi. Ia sangat menyayangi kedua adiknya.

"Gimana Loria? nilai Hidan tidak hancur kan? apa nilainya ada yang merah? apa peringkatnya turun? bagaimana kata gurunya? apa Hidan ada melakukan kenakalan di sekolah?" tanya Ayahnya Loria penuh penuh selidik.

"Astaga Ayah, bertanyalah pelan-pelan. Intinya, semuanya bagus Ayah. Nilai akademik dan sikapnya bagus. Peringkatnya masih dalam sepuluh besar. Rincianya bisa Ayah lihat rapornya dirumah," jawab Loria sambil tersenyum.

"Hmm...kau ini, selalu saja membela adik-adikmu. Kalau Hidan memang nakal beritahu saja Ayah," ujar Ayahnya pada Loria. "Ayo naik."

"Hehehe, Loria tidak menyembunyikan apa-apa. Bentar, Loria memasukan rapor Hidan ke dalam tas Loria dulu."

Meski nampaknya Ayah Loria senang-senang saja, tapi Loria menangkap ada sesuatu yang sedang mengganjal dalam fikiran Ayahnya.

"Ayah...kalau ada sesuatu cerita saja. Tidak baik menyimpan sendiri begitu."

Ayahnya diam saja, namun berulang kali Loria membujuk Ayahnya agar mau menceritakan apa yang sedang beliau fikirkan sekarang.

"Tempat tinggal kita sebentar lagi diambil oleh pemerintah Nak. Tanah tempat kita tinggal rupanya berstatus hak guna usaha. Kita telah ditipu!...kita sudah membeli tanah yang salah. Ayah sangat pusing, Ayah tidak punya modal yang cukup untuk membeli tempat usaha yang baru. Tapi setidaknya kita punya satu rumah peninggalan kakekmu. Kita akan tinggal di sana Nak. Sementara itu, Ayah akan mencoba mencari modal sebanyak mungkin untuk memulai usaha Ayah dari nol lagi."

Melihat wajah Ayahnya yang sedih, membuat hati Loria sakit. Apa yang harus ia lakukan? bekerja saja tidak, bagaimana bisa ia memberi modal untuk Ayahnya.

Lalu sesampainya di rumah mereka sekeluarga mendiskusikan tentang rencana perpindahan mereka sekeluarga. Meski rumah yang akan mereka tempati nantinya itu kecil, setidaknya mereka masih punya tempat tinggal sendiri, tidak menyewa ataupun mengontrak.

"Ganti rugi yang diberikan hanya sedikit. Hanya cukup untuk membeli sebagian barang yang diperlukan. Kalau begini...mungkin kita harus menjual beberapa aset lagi. Itupun kalau masih ada." Ayahnya Loria menatap istrinya dan anak-anaknya.

"Jadi Sean dan Hidan akan pindah sekolah. Loria tidak perlu khawatir, Ayah sudah menyiapkan uang untuk biaya kuliah---"

"Loria tidak ingin kuliah dulu tahun ini Ayah. Lebih baik uangnya digunakan untuk usaha Ayah. Loria bisa saja bekerja dulu." Loria memotong ucapan ayahnya sambil menatap ayahnya dengan yakin.

"Tidak Nak, kau sudah menunda setahun. Tidak baik terlalu lama menunda. Pokoknya Ibu dan Ayah tidak mau kamu menunda lagi, jangan fikirkan hal lain. Cukup persiapkan dirimu saja Nak," ujar ibunya Loria menimpali.

Loria malam itu lebih dulu pergi ke kamarnya. Ia merenung dan memikirkan cara agar ia bisa mendapatkan uang yang banyak dalam waktu singkat. Andaikan ia tahu akan begini, lebih baik ia masuk sekolah menengah kejuruan. Dengan begitu ia bisa mencari pekerjaan lebih cepat.

Notifikasi pesan masuk dalam handphonenya. Loria membaca isi pesan yang masuk. Rupanya itu pesan dari teman-teman sesama anggota klub bela diri.

'Teman-teman, aku bisa memegang setrika panas tanpa ada bekas luka lho!'

'Hoo...teruslah bergurau Andi. Kesehatan mentalmu makin hari makin mengkhawatirkan.'

'Err...nampaknya Andi tidak bergurau teman-teman. Aku tiba-tiba bisa merayap di dinding seperti cicak."

Tadi Andi, sekarang Lian. Ada apa dengan kalian semua?'

'Sudahlah Mia. Mungkin mereka kelelahan selepas sparring dengan klub sebelah.'

'Lebih baik besok kalian pergi ke rumah sakit teman-teman. Aku akan menanyakan pada pengurus konsumsi acara sparring kita tadi. Aku curiga kalau mereka memasukkan komposisi bahan terindikasi halusinogen ke dalam makanan kalian tadi. Untung saja aku membawa bekal.'

Loria menyernyit heran. Ia meletakkan ponselnya di atas nakas lalu merebahkan diri di kasur. Segila-gilanya Andi, dia tidak akan mencium setrika panas dengan bibirnya sendiri. Dan untuk apa ia melakukan hal itu? mungkin benar kata Brian, si ketua kelas. Kalau teman-temannya sedang berhalusinasi akibat keracunan.

Loria menggeleng-gelangkan kepalanya, berusaha melupakan segenap pesan konyol temannya tadi. Kembali bergulat dengan fikirannya. Semuanya seakan mimpi buruk yang datang tiba-tiba ke dalam kehidupan dia, belum habis satu masalah datang lagi masalah lain yang membuat kehidupan Loria semakin runyam.

Loria menatap ke arah jendela kamar tidurnya. Angin yang berhembus lembut menerobos tanpa malu ke dalam jendela kamar tidurnya. Loria lalu mendekat ke arah jendela kamarnya, melihat langit malam yang luas. ia dan keluarganya tidak tinggal di perkotaan, sehingga langit malam bertaburan bintang bisa ia lihat dengan jelas. Setidaknya itu bisa sedikit menenangkan hati Loria saat ini.

"Tuhan, aku hanyalah manusia yang lemah. Tak berdaya dan tak memiliki apapun selain atas anugrah dan cinta kasih darimu. Ku mohon, berilah aku pertolongan darimu. berikan aku kekuatan lagi, berikan aku kemudahan untuk melalui ini semua. Berkatilah aku ya Tuhan, Amin."

Bintang malam berkelap-kelip indah di langit, Loria menangkap satu bintang di indra penglihatannya. Bintang itu nampak sendirian, namun paling terang daripada bintang lainnya.

Loria tersenyum lalu berkata, "Kakek, kau kah itu? Loria kangen sekali dengan kakek. Kalau ada kesempatan nanti Loria akan ziarah lagi ke makam kakek. Doakan yang terbaik untuk kami dari sana ya kakek. Loria sayang kakek."

Bintang itu semakin terang, Loria senang melihatnya. Mungkin agak konyol kalau difikirkan, karena dalam sains bintang adalah sejenis planet yang dapat mengeluarkan cahaya sendiri. Mana mungkin bintang itu perwujudan dari roh manusia yang telah meninggal? Loria pun tahu akan hal itu. Namun biarkanlah ia mengingat mendiang kakeknya lewat bintang tersebut. Sewaktu kecil ia dan kakeknya sering mengamati bintang bersama. Mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam di jendela kamar tidur hanya untuk mengamati bintang dan bersenda gurau berdua.

"Aku ingin menjadi lebih kuat. Aku ingin me jadi yang nomer satu. Setidaknya aku bisa membahagiakan keluargaku dan membuat mereka bangga," ujar Loria dan bersandar di kusen jendela kamarnya tersebut. Terhanyut oleh sejuknya angin malam. Membuat ia terlelap dengan sendirinya disitu.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login