Download App
0.93% Misi Soa

Chapter 2: Luka Berasal

“Sebaiknya Anda tanyakan langsung kepada Tuan Sancho.” Dibuatnya Hanyut Molek dalam kebingungan. Kenapa perubahan ini terkesan mendadak tanpa memberi jejak kepadanya. Ia mulai curiga telah terjadi sesuatu yang membuat ayah mertuanya menjauhkan ia dari Arandra. “Saya permisi, Nyonya.” Tutup Bob menarik diri.

Molek bergeming seorang diri, hatinya menebak-nebak penuh prasangka. Jane asistennya pun turut merasakan kerisauan. Tampak jelas mukanya cemas memikirkan apa yang akan terjadi pada sang majikan. Ia takut, sesuatu yang buruk akan menimpa nyonya muda itu. Apa lagi di saat yang sama Arandra bebas tugas tiba-tiba.

***

“Haruskah aku mencabut nyawamu saat ini juga, agar kehormatan keluarga ini tetap terjaga?” Sancho menatap keji. Di hadapannya telah berdiri sang istri dengan mata tak kalah tajam. “Arandra.” Ia mendengus sinis tanpa menarik pandangannya. “Aku menugaskan dia untuk menjagamu tetapi kalian malah bermain di belakangku – aku tidak mengira kalau istriku yang lembut dan manis berani melakukan hal rendah seperti itu.”

“Aku sudah mengungkapkannya. Itu menunjukkan bahwa aku sudah tidak peduli lagi pada nyawaku. Renggut saja bila kau mau.”

“APA MAKSUDMU MOLEK!” bentakan Sancho menyentakkan wanita itu. Sancho berjalan cepat menghampiri istrinya. Ia cekeram kedua lengan Molek hingga wanita itu terlihat menahan kesakitan. “Katakan padaku apa yang kau katakan adalah kebohongan! Katakan padaku kalau kau tidak berselingkuh dengan Arandra! Katakan padaku kalau kau mencintaiku! Katakan! Katakan Molek!” Sancho terus mengguncang tubuh istrinya.

Air mata Molek seketika meluap, begitu cepat membanjiri pipinya. Namun bibirnya masih kuat tersenyum melecehkan, dan sorot tajam matanya tetap menghunus mematikan. Sedikit pun wanita itu tidak terlihat gentar.

“Akhirnya kau mengemis padaku,” ucap wanita itu parau.

Sancho terperanjat oleh ucapan istrinya. “A-apa maksudmu?”

Wanita itu menepis kuat cengkeraman suaminya. “Aku sangat ingin tertawa melihatmu seperti ini.”

“Kau?”

“Ini sangat memuaskan untukku.”

“MOLEK!!!”

“Aku tidak akan pernah mencintaimu, Sancho!” begitu keras dan marah wanita itu berkata. “Kau yang sudah membuat hidupku dan ayahku menderita! Apa kau pikir kebaikan yang kuterima darimu pada akhirnya membuatku bahagia?! Tidak pernah sama sekali, Sancho! Kau justru sudah membawaku semakin dalam kepada neraka! Jangan harap kebencianku padamu akan berubah menjadi seperti yang kau inginkan! Bagiku kau hanyalah pria serakah yang mengenaskan!

“Arandra lebih berarti bagiku dari pada dirimu! Jadi jangan pernah kau mencoba menyakitinya! Aku tidak akan menyembunyikan perasaanku lagi. Kau lihat, istrimu mencintai pria lain! Aku tidak akan takut padamu Sancho, tidak akan takut lagi! Kau sudah mengambil nyawa ayahku, dan sekarang aku tidak peduli kalau kau juga ingin mengambil nyawaku! Dalam sisa nafasku, sampai kau mengorbankan jiwaku untuk menjadi tumbal kekuasaan keluargamu, aku akan menjadi pelindung bagi Arandra dari dirimu! Ini adalah pengakuan, sekaligus penegasanku kepadamu bahwa aku membencimu! Aku membencimu!”

“CUKUP MOLEK!” Sancho mengambil langkah mundur seraya mengeluarkan pistol dari balik jasnya. Ia arahkan senjata itu, sangat tepat, tepat di jantung istrinya.

“Kau ingin membunuhku?! Bunuhlah!”

Air mata Sancho turut tak terbendung. “Jangan paksa aku melakukan ini.” Tetesan tangisannya menunjukkan kesungguhan.

“Aku sudah mati, bahkan sebelum kau membunuhku!”

“Seandainya kau tahu. Betapa sulitnya aku melindungimu.”

“Dan sekarang kau tahu, bahwa kebaikanmu tak bisa membayar kebencianku!”

“MOLEK!” sedikit lagi Sancho menarik tembakannya. Tangannya gemetar terus berusaha menahan diri.

“Cinta yang hanya setetes, jangan kau harapkan berubah seluas samudera. Tidak semua bisa kau dapatkan.”

“Aku mohon, Molek. Katakan sekali saja kau mencintaiku, maka aku akan membawamu keluar dari istana ini.”

Molek tak berkutik. Matanya yang berapi tak jera membakar hati pria yang mengemis cinta di depannya. Begitu tenang ia hendak mengungkapkan, namun tak lupa menenggelamkan. Wanita itu menantang, maju melangkah perlahan namun penuh keyakinan mendekati senjata di tangan suaminya. Sancho yang sejatinya tak ingin melukai melangkah mundur, dalam hati ia berharap tinggi, masih ada sedikit saja cinta yang bisa ia temukan di hati Molek untuknya.

Sampai tibalah ungkapan yang menyakitkan itu pun kembali terdengar. “Aku membencimu, Sancho – sangat-sangat membencimu.”

“MOLEEEEEEKK”

‘DOORR’

‘DOORR’

‘DOORR’

Pot bunga itu terjatuh dari tangan Jane. Suara tembakan yang tiga kali terdengar langsung memuramkan wajahnya. Ia membeku di atas rerumputan, ia tak mampu lagi melanjutkan pekerjaan. Batinnya berkecamuk hebat, akibat suara mengerikan yang baru saja ditangkap telinga seisi istana.

***

Melvin, Denzel 2020

“Berapa lama lagi kau sampai?! Sudah hampir satu jam aku di sini!” Soa semakin gusar dengan keterlambatan Zoe yang diprotesnya dari sambungan telepon. Rentetan alasan diutarakan Zoe yang sekali lagi meminta Soa untuk menunggu dalam waktu sepuluh menit. “Dari tadi sepuluh menit terus, sampai akhirnya ditotal sudah 40 menit.”

Terdengar tawa kecil Zoe yang tak enak hati. “Maaf ... maaf ...,” hanya itu kalimat terakhirnya tanpa mampu memberi alasan apa-apa lagi.

Soa menghela nafasnya. “Baiklah, aku hanya bisa menunggumu lima menit lagi. Kalau kau tidak muncul, aku pulang!” tanpa mendengar balasan Zoe lagi, Soa langsung mematikan panggilan teleponnya. Ia entak keras kakinya ke bumi, sebagai bentuk penegasan bahwa dirinya betul-betul merasa kesal pada Zoe. Sebetulnya ... lebih tepat disebut kesal pada orang-orang yang ditemuinya hari ini.

Gensi kakak perempuannya tidak mau menggantikan ayah mereka menemui Molly sehingga jadi ia yang harus menemuinya. Lalu pertemuannya dengan Molly tidak membawa kabar baik bagi usaha keluarga mereka, hingga akhirnya emosi negatif Soa yang semakin menumpuk meledak disaat keterlambatan Zoe.

Soa mencoba mengatur dan menikmati tarikan nafasnya. Ini cara yang biasa ia pakai untuk meredam amarah yang menggerogoti batin. Ia ambil posisi berdiri yang nyaman, sesekali ia mengedarkan pandangan melihat keasyikan pengunjung taman yang lain. Ada anak kecil yang asyik menikmati gulali, ada yang asyik berlari dengan anjingnya, ada sekelompok pemuda yang asyik bercanda tawa, dan ada juga yang sekedar duduk-duduk santai di kursi taman yang berjejer secara terpisah. Hingga akhirnya matanya bertemu dengan tatapan seorang pria muda, tampan berdasi dengan setelan jas serba hitam, duduk sendiri seperti sengaja mengamati. Sekejap Soa langsung menarik pandangannya, ia anggap itu sebagai pertemuan mata yang kebetulan belaka, tetapi ia juga ingat, lelaki itu sudah sejak awal disadarinya ada.

“Mungkin, dia juga sedang menunggu teman yang sama lambannya seperti Zoe,” ucap Soa menduga di dalam hati.

Tidak bisa menunggu sambil berdiam diri, Soa membuka media sosialnya. Beberapa status konyol yang dibuat teman-temannya membuatnya tertawa. Soa jadi ingin ikut menulis sesuatu, barangkali ada ide terlintas yang sama konyolnya dengan mereka.

“Tidak adakah pangeran berkuda putih yang ingin menjemputku?”

Begitu kata-kata yang ia tulis di media sosialnya sambil senyum-senyum seorang diri. Berharap itu akan memancing keramaian dan membuat ia bisa menunggu Zoe tidak di dalam kejenuhan. Namun disaat matanya sejenak berlepas dari layar media sosial. Ia mendapati, lelaki berpakaian serba hitam itu masih mengamatinya dari kejauhan. Itu membuat perasaannya lagi-lagi tergelitik, buru-buru kembali tertuju ke handphone-nya. Berbagai prasangka pun menyala. “Apa aku masih pantas untuk masuk dalam daftar penculikan? Bukankah itu hanya akan menghabiskan uangnya untuk bisa memberiku makan? Ayah Ibu juga tidak akan mampu menebusku. Bahkan mungkin mereka akan berterima kasih karena beban keluarga berkurang satu.”


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login