Download App

Chapter 2: BAB 1 ; ELLERD HARRISON

Seorang pemuda tampak berjalan begitu santai dengan menggunakan kaos oblong hitam dan celana jeans biru dongker tidak lupa dengan jaket yang di lingkarkan di pinggangnya membuat sosoknya tampak sangat tenang, juga sambil menenteng plastik bening berisikan beberapa makanan dan mi instan dari minimarket. Jalan beton yang dilewatinya juga sangat tenang disertai semilir angin sepoi-sepoi dengan pemandangan hijau rerumputan di sekitarnya. Senyumnya tampak tersungging dengan lembut dari wajahnya, sangat hangat dipandang. Sesuatu tampaknya telah membuat ia senang.

Pemuda itu adalah Ellerd , Ellerd Harrison. Tahun ini adalah tahun pertamanya bergabung dalam tim kepolisian setelah lulus dari sekolah kepolisiannya, dengan awal pangkat junior tentunya. Ellerd, di pandang sangat baik oleh orang sekitarnya, dan juga memiliki banyak teman. Para tetangganya sangat sering mengandalkan dia dalam berbagai pekerjaan, seperti memperbaiki pipa, mengikat tali jemuran tak ayal juga dia diminta untuk menjaga anak kecil, dia mengerjakan itu dengan tanpa meminta imbalan, namun para warga sekitar yang iba selalu memberi dia upah, walau tak seberapa tapi cukup untuk menambah masukan sehari-hari ia dan ayahnya, mengingat ayahnya merupakan seorang pengangguran dan pemabuk berat.

Di rumah, ia yang menjadi pundaknya walau hanya tinggal berdua tapi tetap terasa berat, sebab uang yang ia hasilkan tidak seberapa, dengan umurnya yang masih remaja cukup sulit untuk mencari pekerjaan, belum lagi tagihan yang cukup banyak seperti biaya air, listrik, dan sekolah.

Selama ini ia hidup dan dibiayai oleh bibinya dari kampung dengan biaya pas-pasan. Lalu mengapa ia tidak hidup dengan bibinya saja? Ya bibinya sudah mengajak dia untuk hidup dikampung bersamanya dan keluarga yang lain tapi, selalu saja direbut oleh ayahnya yang ingin menetap di kota.

Untuk saat ini ia membiayai dirinya dari hasil kerja kerasnya sendiri, ia kerja paruh waktu dengan mengandalkan ijazah SMA. Bibinya saat ini sudah tidak mampu membiayainya, kebun yang biasanya menjadi penghasilan utama bibinya sudah terjual habis, tapi beruntung Ellerd merupakan pemuda yang cerdas dan pintar sehingga ia memiliki beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya.

Tiba di sebuah bangunan yang tampak tua, namun sangat sejuk dan bersih ter-urus, itu merupakan rumah susun yang terletak cukup jauh dari jalan yang ramai, cukup menenangkan.

"Ellerd, kau sudah pulang? Bagaimana sekolahmu? "

sebuah sapaan untuk Ellerd dari ujung pojok bangunan terdengar, suaranya sedikit serak apalagi ia menyapa sambil sedikit berteriak.

"Siang bibi Beatrix, aku lulus sekolah kepolisian dan sekarang aku telah diterima sebagai polisi di daerah Eiríni"

Ellerd menjawab sapaan tersebut dengan sopan. Itu adalah bibi Beatrix, pemilik bangunan yang disebut rumah susun tersebut.

Saat ini bibi Beatrix terlihat sedang bermain kartu dengan warga sekitar, permainan ini sangat cocok dimainkan pada waktu senggang, permainan ini sangat santai sehingga sering kali dimainkan para orang tua sekitar pada waktu sore hari sambil berbincang dan memakan makan ringan.

Bibi Beatrix sangat baik terhadap Ellerd, begitu juga warga yang lainnya. Mereka sangat iba terhadap Ellerd yang hidup tanpa seorang ibu sejak kecil, yang mereka ingat, saat Ellerd pindah kemari yaitu sekitar umurnya 6 tahun ia sudah tidak tinggal dengan sesosok ibu yang seharusnya mengayomi anak sejak kecil.

Setelah menjawab sapaan dari ibu pemilik rumah tersebut, Ellerd permisi masuk ke dalam rumah, sapaan yang singkat bagi Ellerd dan yang lainnya. Bagaimanapun Ellerd sedang buru-buru karena seseorang sedang menunggunya di rumah.

'Krekk' suara pintu terbuka, cukup hening dengan pemandangan lapangan yang cukup luas bila terlihat dari lantai 2. Namun belum juga pintu terbuka dengan lebar, seseorang melempar barang tepat ke arah pintu yang sedang dibuka. Seketika wajah Ellerd yang sedang tersenyum kini berubah menjadi sedikit murung dan ketakutan, walau sebenarnya ia sedang menahannya.

"Kau pergi ke mana saja? Apakah kau mengobrol dengan orang tua cerewet itu? Mengapa sangat lama? Kau tahu? Aku hampir mati kelaparan!!! Apa kau tahu itu? HAH? HAH?"

Suara itu keluar dari mulut seorang pria paruh baya, suaranya sangat serak dan kasar.

"Maaf ayah, aku akan segera menyiapkan makanannya" jawab Ellerd sambil menyembunyikan wajah murungnya.

"Cepat!!!!"

Ellerd segera menuju dapur dan menyeduh mi yang dibelinya tadi, hingga 3 menit telah terhitung ia menyajikannya pada mangkuk berwarna coklat dengan gaya klasik yang telah ia siapkan di atas nampan beserta mangkuk lain yang berisikan kacang goreng dan beberapa sayuran yang tampaknya telah direbus.

Dua mangkuk mi telah siap, lalu ia menghidangkan makanan instan tersebut di atas meja dan mengambil sumpitnya. Belum Ellerd menyuapkan makanan kedalam mulutnya, sebuah mangkuk melayang ke arah sampingnya. Akan terasa sangat panas dan terbakar jika itu mengenai kulitnya.

"Ah... ada apa ayah?mengapa ayah melemparnya?"

"kamu bilang 'kenapa'? Apa kamu bodoh? Hampir setiap hari kita hanya memakan mi, aku sudah sangat bosan!!! Cepat ganti dengan makanan yang lain!!!"

"Ayah, aku minta maaf.... tapi untuk saat ini hanya ada mi, tidak ada yang lain lagi.... emmm.... ayah bisa memakan miliku. Makan siang besok aku akan memasak makanan rumahan, sekarang ayah makan miliku dulu" Ellerd menyodorkan mi miliknya.

"Sudah aku bilang... aku tidak ingin ini!!!! Ahkkk.... sudahlah.... aku akan keluar, dasar anak tidak berguna tidak tahu diuntung" bentak Winston pada Ellerd tanpa memikirkan perasaan anaknya tersebut.

Pintu dibantingnya dengan keras hingga suaranya terdengar di lantai bawah, para warga yang sedang mengobrol tadi sudah menduganya bahwa itu perbuatan Winston ayahnya Ellerd. Sedangkan Ellerd hanya menghela nafas panjang dan membersihkan makanan yang dibanting oleh ayahnya dan lanjut memakan mi yang telah mengembang. Para warga yang mendengar dan mengetahui hal tersebut memperbincangkan mereka. Bagaimana bereka tidak tahu permasalahan yang sedang terjadi antara Ellerd dan ayahnya, bahkan winston membentak Ellerd sambil berteriak dengan nyaring.

Malam harinya Ellerd terbangun, ayahnya baru saja pulang. Winston memanggil Ellerd dan menyuruh Ellerd untuk membawakan air minum untuknya, Ellerd hanya menurutinya tanpa membantah perintah ayahnya itu.

"Ayah, kau minum lagi..... sebaiknya ayah kurangi minumnya..... ini tidak sehat" Ellerd mencoba menasihati ayahnya yang pemabuk itu.

"Kau....tidak tahu apapun tentangku...cepat pergi tidur dan.....jangan ganggu...aku..." Winston membentak Ellerd "akh.....cepat pergi sana...kembali ketempat tidurmu...hu..hu...hu..." Nafas Winston tampak Terengah-engah seolah sudah berlari ribuan meter. ini karena efek dari minuman keras yang banyak ia minum, dan hampir setiap malam dia melakukannya.

seperti biasa Ellerd hanya menuruti perintah dari ayahnya tersebut, lalu masuk kedalam kamar. Ellerd sangat takut kepada ayahnya, bahkan sampai saat ini saat dia berumur 20 tahun.

********


Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login