Download App

Chapter 3: Kenakalan Kaori Bagian 2

Kaori baru saja menyelesaikan makan nasi omeletnya. Ia segera membersihkan peralatan makan yang tadi digunakan. Kemudian setelah itu, merapikannya di tempat semula. Tidak lama kemudian, terdengar suara Shiina memanggilnya dari depan rumah. Segeralah ia berlari untuk menemui temannya itu.

"Kaori-chan! Mari bermain!" ajaknya di luar sana. Kaori membuka pintu, kini senyumnya melebar saat melihat Shiina dan Keiko berdiri di sana. Kemudian ia meminta mereka berdua untuk masuk, namun Keiko menolak karena masih memiliki pekerjaan di rumah. Ia meminta Kaori untuk mengajak Shiina bermain. Kebetulan memang hari ini Ayaka sedang tidak bekerja, ia diperintahkan untuk beristirahat karena usia kandungannya sudah menginjak 8 bulan, dua minggu. Beberapa hari yang lalu, ia memeriksa keadaan bayinya dan dokter memprediksi Ayaka akan melahirkan di bulan berikutnya. Mau tidak mau, pihak tempat bekerja Ayaka harus mengizinkan pegawainya mengambil cuti selama kurun waktu yang belum ditentukan. Selama cuti, Ayaka tidak akan mendapatkan upah apapun dari pihak sana. Tempatnya bekerja bukanlah sebuah restoran yang berukuran besar ataupun selalu ramai, hanya sebuah bistro yang tak banyak dikunjungi pembeli. Maka dari itu, pihak restoran tak bisa memberikan upah apapun selama Ayaka mengambil cuti melahirkan.

Ibu Shiina, Keiko, telah mengetahui hal itu sejak kemarin karena Ayaka sendiri yang memberitahunya. Selama Ayaka berada di rumah, Kaori tak akan berkunjung ke rumah Shiina. Namun walau begitu, Keiko sendiri yang mengantarkan Shiina untuk datang ke rumah Ayaka karena Shiina selalu ingin bermain dengan Kaori.

Kaori mempersilakan Shiina masuk ke dalam rumah setelah Keiko meninggalkan mereka. Dua jam lagi, ia akan menjemput Shiina. Tentu Shiina merasa senang karena untuk pertama kalinya, ia bisa bermain ke luar rumah dan menghabiskan waktu di rumah orang lain. Dengan senang hati pula Kaori mengajak Shiina ke kamar dan bermain di sana. Sementara di tempat lain, Ayaka sudah tertidur sedari tadi. Ia begitu lelah membersihkan rumah yang tak ada beresnya. Bahkan ketika Keiko dan Shiina datang, ia tak mendengarnya, tidurnya begitu pulas.

Setelah dua jam kemudian, barulah ia terbangun. Ia merentangkan kedua tangan, namun tak lama perutnya terasa begitu sakit. Ia mencoba untuk duduk dan meluruskan kedua kaki, kemudian mulai menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan sembari mengusap-usap perutnya. Kontraksi yang ia rasakan semakin hari selalu semakin terasa menyakitkan. Ia sudah tidak tahan untuk segera mengeluarkan bayi di dalam perutnya ke dunia ini. Namun rasa sakit itu hanya datang beberapa detik saja. Ayaka sudah berpengalaman dalam hal melahirkan, ia tidak terlalu memikirkan akan rasa sakit itu.

Kini rasa sakit di perutnya sudah mereda, ia memutuskan untuk keluar dari kamar. Ia hendak melihat apa yang sedang Kaori lakukan di kamarnya. Namun ia malah dikejutkan dengan suara anak-anak perempuan yang cukup bising di dapur. Segeralah Ayaka pergi ke sana.

"Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Ayaka ketika ia melihat Kaori dan Shiina bermain di dapur dengan banyak sekali tepung yang berserakan di lantai. Namun keduanya tak mendengarkan pertanyaan wanita itu. Mereka berdua benar-benar membuat dapur nampak berantakan. Tentu apa yang dilakukan kedua bocah itu membuat Ayaka meradang. Ia sangat tak menyangka jika Kaori akan mengizinkan orang lain mengacak-acak rumah.

"KAORI!" bentak Ayaka. Kedua anak perempuan menghentikan apa yang mereka lakukan. Mereka sama-sama menatap Ayaka yang kini menatap mereka juga dengan raut wajah kesal.

"Kenapa kau membuat dapur berantakan? Apakah kau tidak tahu jika aku sangat lelah setelah membersihkan lantai akibat ulah nakalmu? Sekarang kau dan temanmu itu malah membuat dapur berantakan dengan tepung-tepung itu. Apakah kau ingin sekali membuat aku marah?" tanya Ayaka. Ia mengeluarkan kekesalannya terhadap kedua anak itu, hanya saja ia tak cukup berani untuk mengomeli Shiina.

Kaori yang melihat ibunya marah hanya bisa berdiam diri sembari menatap Ayaka dengan tatapan tak berdosa. Ia merasa puas setelah melihat ibunya itu marah. Sedangkan Shiina menundukkan kepala dan mulai menangis, ia merasa takut ketika mendengar omelan yang Ayaka katakan.

Ayaka menyadari jika Shiina menangis dalam diam, ia pun menghampirinya sembari berkata, "Maafkan aku, Shiina. Aku sedang tak memarahimu, aku hanya mengomeli Kaori atas apa yang dia lakukan. Bagaimana jika kau pulang saja? Besok kau bisa bermain lagi kemari."

Wanita itu memberikan usulan agar Shiina berhenti menangis, namun nyatanya ia hanya diam saja sembari menyeka air mata. Ia begitu takut terkena omelan Ayaka. Dengan suara yang lembut, Ayaka berusaha menenangkan Shiina. Hingga pada akhirnya, ia berhasil membawa Shiina pulang dan meninggalkan Kaori seorang diri di rumah.

Keiko terkejut saat ia membuka pintu rumahnya, di sana berdiri Ayaka dan Shiina yang sedang menangis.

"Ada apa? Kenapa anakku menangis?" tanya Keiko khawatir, ia mulai menyamai tinggi tubuh anaknya dan menatap wajah Shiina.

"Maafkan aku, Keiko. Aku tadi memarahi Kaori karena kenakalannya, aku tidak tahu jika Shiina menangis karena omelanku. Padahal aku sedang tak memarahinya," jawab Ayaka.

Keiko kembali berdiri, lalu ia menarik tangan anaknya untuk masuk ke dalam rumah. Kemudian ia membalas perkataan Ayaka. "Tak apa, Ayaka. Anakku memang seperti ini, selalu menangis ketika melihat orang bertengkar," katanya.

Ayaka hanya menganggukkan kepala, lalu ia meminta izin untuk kembali ke rumah. Tentu saja Keiko mengizinkan dan mereka pun berpamitan. Ayaka kembali ke rumahnya dan segera merapikan kekacauan di dapur yang telah Kaori lakukan. Ia tak mau berbicara dengan anak nakal itu walaupun sejak kedatangannya ke rumah, Kaori terus memanggil namanya beberapa kali.

"OKAA-SAN!" teriak Kaori dengan suara yang begitu nyaring.

"APA?" bentak Ayaka ketika ia sudah geram mendengar suara berisik Kaori. Tentu anak itu terperanjat. Tanpa berkata lagi, ia segera melarikan diri ke kamar. Kini ia takut dengan wajah marah yang Ayaka tunjukkan. Bahkan saking takutnya, kini tubuh Kaori bergemetar hebat, detak jantungnya pun bertambah cepat. Ia tak menyangka jika Ayaka akan membentak dengan suara yang begitu tinggi.

Kini ia mulai menangis karena rasa takut itu. Kaori masih tidak menyadari kesalahannya karena tadi ia berpikir jika dirinya hanya tengah mencari perhatian dari Ayaka yang selalu berada di kamar. Ia hanya berharap sang ibu datang menemuinya, kemudian mengajak ia bermain bersama. Namun keinginannya itu tidak tercapai, hingga ia nekad melakukan kekacauan bersama Shiina. Ia benar-benar tak menduga hal ini bisa terjadi. Ia berharap jika ibunya akan menghampiri kemudian menasihatinya dengan baik-baik seperti apa yang dilakukan Ayaka sebelumnya. Ia tidak tahu sama sekali jika suasana hati Ayaka sedang kacau pula. Ayaka begitu lelah merawat dirinya yang tengah mengandung ditambah harus mengurusi anak yang nakal seorang diri. Belum lagi bulan ini dan beberapa bulan ke depan ia tidak akan mendapatkan penghasilan karena tidak bekerja. Keuangannya pun sudah menipis. Bagaimana ia tidak stress mengalami hal seperti ini?

***

Bersambung...

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Please, jangan lupa collect & comment. Karena collect & comment anda semua berarti untuk saya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login