Download App

Chapter 2: Prolog

Melihat etika ku tadi, aku merasa bersalah kepada dirinya. Karena terlalu kasar meminta ganti rugi untuk kendaraanku yang rusak, apakah aku harus berminta maaf kepadanya?

Tapi aku fikir-fikir untuk apa aku memikirkannya, lagi pula dia menyebrang tidak melihat sisi jalan terlebih dahulu. Salah siapa aku atau dia.

Sesampainya di rumah, aku pun menceritakan kejadian itu kepada ibuku lalu ibuku berkata kepadaku dengan nada sangat lembut.

"Sayang, iya kita memang keluarga yang berkecukupan bahkan lebih. Tapi jangan sesekali kita merendahkan orang lain, kan ibu tidak pernah mengajarkan untuk menghargai seseorang"

"Maaf bu, aku terlalu emosi menghadapinya. Aku teringat dengan kata-kata kasarnya kepadaku" ucapku dengan nada menyesal.

"Ya ibu tau kok, tapi jika seseorang mengeluarkan kata-kata kasar untukmu maka jangan pernah membalikkan kata-kata itu untuknya. Karena sekeras apapun seseorang bila dibalas dengan kelembutan orang tersebut akan malu dan berminta maaf"

"Iya bu, tapi untuk saat ini aku masih marah dengannya. Aku tidak bisa menemuinya untuk mengembalikan uang yang telah ia berikan kepadaku" ujarku.

"Yaudah kalo maumu itu, tapi diingat ya kan kamu bilang itu uang berobat ibunya bagaimana jika ibunya benar-benar sakit?"

"Sudah ibu, aku menjadi merasa bersalah. Kenapa ibu seperti membela dia, aku ini anakmu bu!" ujarku sambil menangis dan berlari ke arah kamarku.

"Nak tunggu dulu"

Aku benci ibu, kenapa dia membela laki-laki itu. Sudah jelas-jelas dia salah.

Sudahlah, aku mengantuk. Aku ingin tidur dan menenangkan fikiranku, aku sangat lelah untuk hari ini.

Jika engkau hari ini sangat lelah, maka beristirahatlah. Masih ada waktu esok untuk memikirkan hal-hal yang lain, jangan terlalu berlarut-larut dalam sebuah masalah, bisa jadi masalah itu bisa menjadi boomerang untuk diri kita sendiri.

Pagi telah tiba, seperti biasa aku berangkat menuju kesekolah.

Sambil menyetir dan mendengarkan musik kesukaanku, aku pun tak terasa begitu cepat jalan menuju kampus. Padahal jarak dari rumah menuju kampus sekitar satu jam, namun ini belum ada satu jam saja aku sudah memasuki pintu gerbang sekolah, tiba-tiba.

"Crakcrak pyarrrrrrttttrrrrrrr" suara kaca mobilku pecah seperti mengenai batu.

Melihat kearah depan, ternyata laki-laki itu lagi. Ia sedang berkelahi dengan seseorang entah siapa aku tak tahu, aku pun bergegas turun dari mobil dan mencoba mengejar laki-laki itu dan memintanya untuk menganti kaca yang telah pecah.

"Ah, udah ilang lagi!" ujarku

"Awas saja, akan ku cari ia ketempat kemarin"

Sesampainya dikelas dan mengikuti pelajaran, aku pun bergegas pulang dan berniat untuk menghampiri laki-laki itu.

Ku tancapkan gas mobilku dengan cepat, melaju dengan kecepatan tinggi karena terbawa emosi. Akhirnya aku menghampiri tempat kemarin dan kebetulan dia berada disana seperti sedang diobati oleh ibunya karena luka dibagian kepala.

"Cah lanang randuwe tanggung jawab, isone ngerusakne mobil wong wae. Giliran ko tanggung jawab malah mlayu, mbayaar ora sesuai karo hergone!!!!" ujarku dengan nada kesal.

"Gene eneh ndo, anakku ndo?" ujar sang ibuk.

"Omong ono anakmu bu, koco mobilku pecah karo dek e" ujarku.

"Emang e tenan le?" ujar sang ibuk.

"Iyo bu, goro-goro gelut dek wau" ujar laki-laki itu.

Sang ibu pun berjalan menuju kedalam dan mengambil uang untuk mengganti semua kerusakan kendaraanku dan berkata.

"Ndo, iki duet tabungan ibu. Digowo wae nak kurang yo pangapurone soal e ibu ora gelem anak semata wayang ibu nduwe masalah karo wong liyo" ujar sang ibuk.

"Ojo bu, kui duet terakher bu. Aku janji bakal tak golekne buk, tapi ojo nganggo duet kui aku nyuwun karo kowe buk"

"Wes Nico, ojo ngelawan karo ibuk. Ojo nduwe masalah eneh karo wong liyo"

Aku pun mengambil uang tersebut dan pergi meninggalkan mereka berdua dan ku tancapkan gasku untuk pergi ke toko kaca mobil untuk memperbaiki mobilku.

Pagi pun telah tiba, tak terasa begitu cepat. Padahal aku baru saja memejamkan mata, mungkin saja karena aku terlalu lelah.

Aku pun bersiap-siap, untuk pergi keluar karena memang hari ini aku libur. Jadi akan ku habiskan waktuku untuk bermain dengan viola.

"Good morning dear" said my father.

"Good morning again daddy" I said.

"Where are you going? It's pretty early in the morning" said my father.

"I want to meet my friend daddy"

"Yes, you eat first"

"Yes daddy"

Selesai makan dengan keluargaku, aku pun menyiapkan kendaraanku dan berajak pergi. Sebelumnya aku dengan viola sudah berjanjian terlebih dahulu, untuk menemuinya diesok hari.

Sesampainya di sebuah cafe di daerah jogja, aku pun telah ditunggu oleh viola, aku kira dia belum datang.

"Hei, aku tungguin lho" ujar viola

"Heheiya maaf ya"

"Yaudahdeh, ada apa kamu mau menemuiku pagi-pagi"

"Ada yang aku tanyakan?"

"Perihal apa itu?"

"Kamu kenal dengan yang namanya Nico?"

"Nico?"

"Iya, dia yang membuat mobilku rusak?"

"Sepertinya aku mengenalnya"

"Siapa dia?"

"Dia adalah murid dari fakultas hukum dan mendapatkan beasiswa"

"Ha?apakah benar?"

"Iya, dia siswa terbaik dan terpintar"

"Aku masih tidak percaya"

Mendengarkan ucapan itu, aku seakan tidak percaya. Apakah siswa yang terlihat beringas dan tidak berakal itu ternyata memiliki kemampuan yang melebihiku.

Keesokan harinya setelah bangun dari tidurku, kulihat dari kaca jendela terlihat sekali kaca seperti sehabis diguyur hujan karena tersisa airnya.

Hujan mengapa engkau turun sehingga membuatku sulit untuk menemui seseorang yang membuat hati ini resah dan rasa penasaranku seakan ingin sesegera menemuinya.

Akupun memutuskan untuk tidak mengikuti kuliah hari ini, sepertinya hujan yang begitu lebat membuat akses jalanku menuju ke kampus tertutup oleh genangan.

Aku putuskan hari ini hanya berdiam diri saja di rumah.

"Tok.....Tok...Tok" suara pintu berbunyi.

"Sayangg..... Kamu tidak kuliah hari ini?" ujar ibuku.

Akupun beranjak dari tempat tidurku untuk membuka pintu.

"Apa tadi bu?" ujarku.

"Kamu tidak kuliah?"

"Sepertinya tidak bu, hujannya deres banget. Kayanya bakalan banjir deh"

"Ya sudah kalo begitu, ibu dan ayahmu ingin pergi"

"Pergi kemana bu?"

"Ibu tidak tahu, kata ayahmu ia ingin mengenang masa-masa kita pacaran dulu"

"Awwww.... Ibu dan ayah soswet banget siiihhhh"

"Thank you dear"

Seperti anak muda saja kelakuan kedua orang tuaku, sebenarnya aku ingin sekali merasakan apa yang mereka rasakan ketika mereka muda. Namun aku memang tidak terlalu akrab dengan seorang laki-laki, memang aku belum siap saja jatuh kedalam dunia percintaan.

Jika tiba saatnya tuhan akan mempertemukan siapa yang pantas bersanding dengan diriku.

Jodoh itu memang perlu dicari, jika dari awal saja kita sudah berniat untuk memainkan perasaan lantas bagaimana tuhan akan mempertemukan.

Aku pun kembali masuk kuliah, karena sudah beberapa hari ini tidak mengikuti pelajaran dikarenakan hujan terus menguyur kota ini.

Aku berniat untuk menemui Nico, aku pikir perilakuku terhadapnya begitu kejam, sedangkan ibuknya sedang sakit keras. Aku begitu jahat telah mengambil uang yang seharusnya dipergunakan untuk berobat.

Setelah berjalan mengelilingi kampus untuk mencari keberadaan Nico, namun sudah mengililingi kampus tapi hasilnya nihil.

Aku harus mencarinya kemana lagi, aku sudah lelah mencarinya. Disaat aku beristirahat untuk meluruskan otot-otot kaki yang begitu pegal, tak lama kemudian datanglah viola menghampiriku.

"Natasyah, kamu kemana aja?aku cariin juga. Ternyata disini toh" ujar viola.

"Lah ngapain kamu cari aku?"

"Kamu tau Nicokan?"

"Iya tau, emang kenapa sama dia?"

"Ibuknya meninggal dunia"

"Kamu jangan bercanda deh!!!"

"Beneran deh, aku ga bohong"

"Dia meninggal karena sakit atau kenapa?"

"Katanya sih, ibu nico meninggal karena telat berobat sehingga membuat penyakitnya kabuh dan meninggal dunia"

"Dia gapunya uang atau bagaimana?"

"Katanya sih gaada uang"

"Kamu jangan menyebar berita hoax ya!"

"Aku gak bohong, ini valid banget"

"Yaudah deh, makasih infonya. Aku mau pulang dulu, ada urusan"

"Yaudah deh, hati-hati ya"

"Iya makasih"

Mendengar berita duka yang diberikan viola kepadaku seakan-akan memukul perasaanku begitu keras, kepergian orang tua Nico penyebabnya adalah aku.

Andai saja waktu itu aku tidak mengikuti hawa nafsu amarahku, mungkin saja orang tua Nico masih sehat dan bisa berobat hari ini.

Akan kutemui esok hari untuk meminta maaf kepadanya, apa yang telah ku perbuat akan membuat luka yang begitu dalam untuknya.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login