Download App
13.33% Cinta Jelita

Chapter 2: Bertemu Masa Lalu

"Keluar kamu dari rumahku!"

Suara amarah bercampur kesedihan membahana seisi ruang tamu bercat putih.

Jelita sangat murka pada laki-laki di depannya. Ia bahkan tak segan-segan mendorong meski ia tahu perbandingan kekuatan tubuhnya kalah jauh dengan postur tubuh laki-laki itu. Ya! Dia adalah Doni --mantan suaminya.

Jelita sudah bersusah payah menyembunyikan keberadaannya di Cirebon, tapi tetap saja dapat diendus oleh laki-laki brengsek didepannya itu. Bak anjing pelacak, Doni bisa mengetahui tempat tinggal baru Jelita.

"Aku tidak akan berhenti mendatangimu, sampai kamu membagi uang hasil penjualan rumah di Majalengka!" ancam Doni. Suaranya tak kalah menggelegar dari teriakan Jelita.

"Pergi kamu, laki-laki brengsek!" maki Jelita.

Sekuat tenaga Jelita mendorong tubuh laki-laki yang ia benci keluar dari rumahnya. Usahanya membuahkan hasil. Doni akhirnya keluar rumah dan menendang keras pintu rumah Jelita sebelum benar-benar pergi meninggalkan Jelita.

Selepas kepergian Doni, Jelita ambruk ke lantai. Ia menangis meraung. Tubuhnya remuk redam. Hatinya hancur melebihi dari kesakitan fisik yang ia terima dari perlakuan Doni. Rasanya, dunia ikut ambruk bersamanya.

"Aku benci kamu! Benciiii!!!" Jelita meraung meratapi ketidakmampuannya membalas Doni.

Umpatan dan teriakan adalah kombinasi yang tepat untuk meluapkan kekecewaan dan kesedihan Jelita. Beruntung, saat perseteruan Jelita dan Doni terjadi, keadaan sekitar rumah Jelita nampak lengang. Entah karena mereka memang sedang tidak ada di rumah ataukah memang komplek perumahan yang Jelita tinggali, mengusung tema "elu-elu, gue-gue".

Komplek perumahan tempat tinggal Jelita adalah komplek padat penghuni. Kebanyakan dari mereka adalah para pekerja kantoran seperti Jelita. Berangkat pagi, pulang petang.

Jelita mengusap pelan lengannya yang memar akibat cengkeraman tangan Doni. Ia juga berusaha mengumpulkan helaian rambut yang rontok di atas lantai sambil meringis kesakitan.

Doni tak hanya mencengkeram lengan Jelita, ia juga menjambak rambut panjang hitam legam milik Jelita.

Jelita meringkuk di atas lantai dengan bersandarkan tembok dingin. Namun tak lebih dingin dari hati yang meratapi nasib pernikahannya.

Tidak ada satu pasangan di dunia ini yang menginginkan perceraian. Begitupun Jelita. Pernikahan yang ia pertahankan selama tujuh tahun akhirnya harus kandas di meja hijau.

Jelita bukan seorang yang mudah menyerah pada keadaan, tapi ia merasa pernikahannya sudah tidak bisa diselamatkan. Dari sekian banyak kekurangan dan kesalahan Doni, Jelita bisa menerima dan memaafkan tapi saat ulang tahun pernikahannya yang ke tujuh. Jelita sudah tidak mampu lagi membendung kesakitan yang ia simpan selama tujuh tahun.

Jelita selalu menyalahkan diri sendiri jika Doni melakukan kesalahan. Pun di saat awal-awal pernikahan mereka.

Dua tahun belum dikaruniai momongan, membuat Jelita bekerja keras mencari solusi. Ia sampai berpindah-pindah dokter spesialis kandungan demi mengikuti program kehamilan. Itu ia lakukan sendirian, tanpa ditemani sang suami.

Bujukan dan rayuan setengah mati selalu ia luncurkan pada Doni, agar mau ikut berkonsultasi dengan dokter spesialis kandungan.

Dua tahun yang menguras hati itu, akhirnya di balas oleh Tuhan dengan hadiah yang sangat indah bagi Jelita. Ia akhirnya dikaruniai sepasang bayi kembar.

Jelita sangat bersyukur mereka terlahir dengan sempurna dan sehat. Tapi tidak bagi Doni. Ia menyalahkan Jelita karena tidak bisa melahirkan anak sesuai harapannya.

Ya! Jelita melahirkan anak kembar tidak identik. Mereka bukan kembar dua perempuan ataupun dua laki-laki. Riyan dan Ziva – begitu Jelita menamai mereka—adalah kembar laki-laki dan perempuan.

Doni mengharapkan anak kembar laki-laki agar ia bisa menjadi pewaris utama keluarganya. Tapi dengan lahirnya Ziva, semua harta kekayaan keluarganya ditangguhkan sementara waktu sampai mereka dewasa.

Tapi bukan itu yang membuat Jelita tidak bisa memaafkan Doni hingga berujung perceraian. Selain sikap kasar dan serakah akan harta, Doni sudah melampaui batasnya sebagai seorang suami. Ia tidur dengan teman wanitanya semasa kuliah dulu. Menjijikkan!

Jelita mendongak, tertatih ia mencari ponselnya. Seingatnya, ponsel ia tinggalkan di dalam kamar. Dengan langkah lemas, Jelita menyeret kakinya masuk ke dalam kamar. Ia mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas.

Vidya! Ia menekan kontak di ponselnya dengan nama Vidya.

"Vidya … " panggil Jelita setelah nada sambung kedua terhenti tanda telepon sudah diangkat oleh si empu-nya nomer. Suara serak bercampur isak menjadi sapaan pertama yang didengar Vidya.

"Kamu kenapa, Ta?" tanya Vidya dari ujung telepon, khawatir.

"Dia tau … dia ke sini," tangis Jelita semakin pecah. Sedu sedan tidak terelakkan lagi.

"Tunggu dulu, dia siapa? Coba kamu tenang dulu." Vidya berusaha mencerna clue yang diberikan Jelita.

Jelita tidak menjawab, hanya tangisan yang kemudian menjadi inti dari sambungan teleponnya.

"Ini pasti ulah si brengsek Doni! Dia datang ke rumahmu?" tebak Vidya. "Terus kamu gimana? Enggak apa-apa 'kan?" lanjut Vidya.

Bukannya mendapat jawaban kata-kata, Jelita menekan tombol video pada ponselnya. Ia melakukan panggilan video pada Vidya. Lalu dengan gemetar tangannya mengarahkan kamera ponsel pada lengannya yang memar.

"Astaga, Ta! Aku harus gimana? Apa aku harus ke Cirebon sekarang juga? Aduh, mana di kantor lagi sibuk-sibuknya, ck! Lagian kamu kenapa sih mau aja pas dipindah tugas ke Cirebon. 'Kan aku jadi jauh sama kamu."

Wajah panik Vidya langsung terpampang jelas di layar ponsel.

Vidya adalah teman di kantornya sekaligus sahabatnya sejak kecil. Mereka selalu bersama-sama ke manapun. Bahkan Jelita dijuluki sandal jepit di kantornya yang dulu. Di mana ada Vidya pasti ada Jelita. Begitupun sebaliknya.

"Kamu yang sabar ya , Tata sayang. Aku janji, setelah kerjaanku kelar. Aku ambil cuti dan langsung meluncur ke Cirebon," ujar Vidya yang memanggil Jelita dengan sebutan kesayangan --Tata. Panggilan kesayangan Vidya pada Jelita sejak dari jaman sekolah dulu.

Tak lama mereka mengobrol, karena Jelita sadar waktu yang bergulir. Ia melihat jam yang tertera di layar atas ponselnya menunjukkan waktu pulang sekolah bagi anak-anaknya. Jelita terpaksa mengakhiri sambungan teleponnya.

Energi Jelita seolah terkuras habis, tapi ia harus menjemput anak-anaknya. Sudah waktunya pulang sekolah. Jam di dinding ruang tamu menunjukkan pukul tiga sore. Ada waktu satu jam sampai sekolah mereka bubar.

Ziva dan Riyan oleh Jelita dimasukkan ke sekolah TK fullday. Salah satu keputusan untuk menyiasati hidupnya selama di Cirebon. Ia tinggal di Cirebon seorang diri tanpa dekat dengan sanak saudara, karena itu, ia sengaja memilih untuk tidak menyewa asisten rumah tangga. Pikirnya, toh pekerjaan rumah bisa ia kerjakan tanpa kerepotan sama sekali.

Jelita menyeret langkahnya menuju kamar mandi. Terseok-seok ia berjalan melewati pintu kamar mandi. Nyeri di lengan kanannya membuat ia menggantung handuk menggunakan tangan kirinya.

Ia harus bersiap-siap menjemput Riyan dan Ziva. Ia mengguyur tubuhnya agar sisa-sisa dari tangisannya luruh terbawa aliran air yang membasahi tubuhnya. Anak-anak tidak boleh tahu sedikitpun tentang perseteruannya dengan Doni.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login