Download App

Chapter 3: Nekat

"A-Aku –"

Di saat yang genting itu, tiba-tiba ponsel Saras bergetar. Ia segera melihat ke layar ponsel sambil mengetuk-ngetuknya. Ponselnya sudah mati total. Saras baru ingat kalau ia belum mengisi daya baterai ponselnya sejak kemarin. Dengan keadaan ini, Saras merasa bersyukur tetapi juga merasa menyesal karena belum mengatakan tentang rencananya pada Bram.

Tok, tok. Suara pintu kamar diketuk dari luar.

"Masuk," ucap Saras dengan meninggikan volume suaranya dari dalam.

Pintu kamar lalu dibuka oleh Mbok Yem sehingga membuat cahaya terang dari luar masuk ke dalam kamar.

"Bu Saras, ini ada telepon dari Pak Bram," Mbok Yem berjalan masuk dan menyerahkan ponselnya pada Saras.

"Terima kasih. Mbok," Saras pun mengambil ponsel Mbok Yem dan berbincang dengan Bram di ujung telepon, "Sorry, Bram. Ponselku habis daya, dan tiba-tiba mati total."

"Aku sangat cemas karena sambungan teleponnya tiba-tiba mati. Baiklah, kalau begitu kamu istirahat ya, Cay," ucap Bram dengan lembut.

"Okay, good night!"

"Good night. Muach."

Tanpa membalas kecupan jauh dari suaminya, Saras langsung menutup sambungan telepon. Ia tersenyum sedikit saat mendengar suara bass khas suaminya yang bertolak belakang dengan sikapnya yang kekanak-kanakan itu.

Saras lalu memberikan ponsel tersebut pada Mbok Yem sekaligus memberikan ponselnya sambil berkata, "Mbok, tolong charge ponsel saya, ya. Chargernya ada di ruang kerja."

"Baik Bu," ucap Mbok Yem seraya mengganggukkan kepala.

"Terima kasih, Mbok. Oya, besok tolong bangunkan saya jam 5 pagi ya."

"Iya Bu, nanti Mbok bangunkan." Mbok Yem pun bergegas keluar kamar dan menutup pintu dengan hati-hati.

Meskipun Mbok Yem sudah berumur, tapi ia bisa diandalkan untuk melakukan semua pekerjaan rumah. Untuk hal-hal yang berhubungan dengan alat elektronik, Mbok Yem dengan mudah mempelajarinya karena ia sudah berpengalaman menjadi TKW di negeri seberang.

Sebelum Deyra meninggal, Mbok Yem ditemani oleh seorang baby sitter yang berusia di awal 20 tahunan dan seorang sopir di rumah yang cukup luas itu. Baby sitter tentunya dipekerjakan untuk membantu Saras merawat Deyra, begitupun dengan sang sopir yang ditugaskan untuk mengantar Saras dan Deyra kemanapun mereka pergi, terutama ketika mereka harus bolak-balik ke rumah sakit.

Setelah Deyra meninggal ada fakta yang mengejutkan yang baru diketahui oleh Saras dan Bram, yaitu ternyata baby sitter dan sopir itu selama ini sudah menjalin hubungan yang spesial. Oleh karenanya, berhubung Deyra sudah tiada, maka mereka berdua memutuskan untuk pulang kampung dan menikah di sana. Dengan berat hati, Saras melepas kedua pekerjanya itu sekaligus. Sebenarnya, Saras sangat menyayangkan pengunduran diri mereka, karena selama bekerja di rumahnya mereka berdua adalah pekerja yang cukup rajin dan juga jujur.

Alhasil, saat ini hanyalah tersisa Mbok Yem yang setia melayani Saras dan Bram di rumah itu. Selama lima tahun bekerja dengan mereka, Mbok Yem tidak pernah sekalipun melakukan kesalah yang fatal. Sikapnya sangat sopan dan profesional. Wanita itu juga pintar memasak aneka hidangan khas dari dalam dan luar negeri. Malahan, Saras sudah menganggap Mbok Yem seperti bibinya sendiri yang selalu menemaninya dalam suka maupun duka.

Mbok Yem juga tidak pernah mengeluh ataupun meminta izin untuk cuti pulang kampung. Pernah suatu hari sewaktu baby sitter masih bekerja, Saras pernah memberikan kesempatan kepada Mbok Yem untuk cuti pulang kampung, namun Mbok Yem menolaknya dengan mengatakan kalau ia sudah tidak punya keluarga lagi di kampung. Jadi, karena Saras merasa tidak enak untuk menanyakan informasi lebih lanjut tentang keluarga Mbok Yem, ia hanya menuruti saja keinginan asisten rumah tangganya tersebut.

Sama halnya dengan Saras yang merasa cocok dengan Mbok Yem, Bram pun sangat mempercayai wanita paruh baya itu. Hal itu karena Mbok Yem adalah orang pertama yang mereka kenal sejak pindah domisili dari Surabaya ke Jakarta. Jadi, Mbok Yem merupakan salah satu orang yang paling sering diandalkan dalam situasi apapun. Saat Saras mengalami kecelakaan, Mbok Yem lah yang merawat Deyra dan juga mencarikan baby sitter sekaligus sopir untuk bekerja dengan pasangan itu.

Jika diibaratkan dalam cerita kerajaan, jabatan Mbok Yem sudah seperti seorang perdana menteri yang ada dalam istana Saras dan Bram. Sebagian besar urusan rumah tangga sudah mereka serahkan kepada Mbok Yem. Begitupun sebaliknya, Mbok Yem selalu melayani kedua majikannya itu dengan tulus dan sepenuh hati. Wanita itu selalu memperlakukan mereka berdua seperti seorang ratu dan raja. Jarang sekali di zaman yang modern ini ada seorang asisten rumah tangga yang loyal seperti Mbok Yem.

Malam pun berlalu dengan cepat, saat alarm Mbok Yem berbunyi dan menujukkan pukul 5 pagi, ia pun bergegas untuk bangun dan mencuci wajahnya. Setelah itu, ia mengetuk pintu kamar Saras untuk membangunkannya.

Tiga kali ketukan dan belum ada jawaban dari dalam, Mbok Yem membuka pintu dan melihat kalau lampu kamar tenyata sudah menyala. Ia pun melihat kalau Saras sudah tidak ada di tempat tidur dan mendengar suara air dari dalam kamar mandi.

Saat tahu kalau Saras sudah bangun dan sedang mandi, Mbok Yem langsung keluar kamar dan berjalan ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Sejak tadi malam, tidur Saras tidak terlalu nyenyak. Pikiran dan perasaan di hatinya bercampur aduk tak menentu. Di satu sisi, Saras merasa bersemangat untuk pergi ke Bali besok. Namun, di sisi lain ia juga merasa bimbang karena takut Bram akan marah padanya ataupun takut jika kecurigaannya terhadap Bram menjadi kenyataan.

Dengan demikian, Saras terus terjaga dengan membolak-balikkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan selama beberapa jam. Akhirnya ia bisa tertidur walaupun hanya untuk beberapa jam saja dan terbangun pada pukul 05.50 pagi.

Saat melihat jam di atas meja samping tempat tidur, Saras bergegas bagun dan memilih baju yang akan ia kenakan hari itu. Setelah hampir setengah jam, ia akhirnya memilih sebuah dress selutut berbahan sifon dengan corak yang lembut. Model kerah V pada dress itu dan panjang lengannya yang sebatas siku menjadikannya terlihat seksi namun tetap sopan.

Setelah memilih baju, Saras bergegas mandi agar ia masih sempat untuk sarapan terlebih dahulu sebelum pergi ke Bandara. Sesudah mandi, ia lalu bersiap mengenakan dress yang telah dipilihnya dan merias wajah dengan riasan yang natural. Baru kali ini ia merias wajah lagi semenjak putrinya meninggal. Selama tinggal di rumah, Saras tidak pernah merias wajahnya dengan kosmetik. Ia hanya merawat wajah dengan memakai essense SK II yang membuat kulitnya bening dan mulus seperti bayi. Tak lupa ia pun menyisir rambut panjangnya dan menguncirnya menjadi ekor kuda dengan merapikan sedikit poninya yang dibelah tengah.

Selesai berhias, ia lalu masuk ke kamar pakaian dan mengeluarkan sebuah tas merk GUCCI dan sepatu stiletto setinggi 3 cm yang berwarna senada dengan dressnya. Setelah memakai heels dan memegang tas tangannya, Saras pun bergegas keluar kamar menuju ruang kerja. Ia mencabut poselnya dari charger dan memasukkan ponsel beserta chargernya k dalam tas, lalu mengambil dompetnya yang ada di laci meja kerja. Saat melihat laptopnya, ia agak ragu untuk membawanya tau tidak. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyalin terjemahannya ke dalam flashdisk dan memasukkan itu beserta dompetnya ke dalam tas.

Setelah siap, wanita itu lalu menuju ke ruang makan. Seperti biasanya tanpa perlu memberikan instruksi, Mbok Yem sudah menyiapkan sepiring roti bakar dan dua telur mata sapi setengah matang. Mbok Yem juga sudah meletakkan segelas susu putih untuk majikannya itu.

Tak berlama-lama, Saras pun langsung memakan sarapan tersebut. Jam ditangannya sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Jadwal check in di bandara jam 8 pagi karena pesawatnya akan berangkat jam 9. Sambil memakan sarapan, ia mengambil ponsel dan menyalakan layarnya untuk memesan taksi secara online supaya setelah makan ia bisa langsung berangkat ke bandara.

Dalam waktu singkat, Saras sudah menghabiskan sarapannya karena tadi malam ia hanya makan beberapa suap saja. Jadi, ia merasa agak lapar pagi ini. Ia lalu memanggil Mbok Yem, "Mbok!"

Mbok Yem yang mendengar panggilannya, bergegas menghampiri Saras, "Iya, Bu."

"Mbok, minta tolong buka pintu depan, ya. Jika sudah ada taksi yang saya pesan tolong diberitahu," ucap Saras sebelum meminum segelas susu putih yang sudah disediakan oleh Mbok Yem.

"Baik, Bu. Lalu kopernya Bu Saras apa mau sekalian Mbok bawa ke depan?" Tanya Mbok Yem.

"Boleh juga, Mbok. Kopernya masih ada di kamar. Terima kasih ya, Mbok," ucap Saras sambil tersenyum.

Setelah menganggukkan kepala, Mbok Yem bergegas menuju kamar untuk mengambil koper kabin yang berdesain elegan dengan paduan warna coklat dan hitam yang berukuran 20 inch. Ia lalu mendorongnya ke arah pintu utama. Saat sudah membuka kunci, Mbok Yem medorong pintu setinnggi 2,5 meter tersebut.

Di luar terlihat suasana pagi yang cerah menyelimuti rumah-rumah mewah yang ada di daerah Pondok Indah tersebut. Saat pertama kali datang ke Jakarta, Saras dan Bram tinggal di daerah melawai, Blok M. Namun setelah tiga tahun, perusahaan yang dirikan oleh Bram semakin berkembang, dan akhirnya mereka pun pindah ke rumah baru di daerah Pondok Indah.

Setelah Mbok Yem menunggu selama hampir setengah jam, akhirnya ada suara klakson mobil dari luar pagar. Lalu Mbok Yem menekan remote control untuk membuka pagar tersebut.

Sebuah taksi masuk dan wanita itu segera menghampiri sang sopir, "Tunggu sebentar ya, pak. Saya akan memanggil majikan saya."

"Iya, Bu," ucap sopir itu seraya menganggukkan kepala.

Mbok Yem lalu masuk ke dalam rumah dan mengampiri Saras yang sedang memainkan ponselnya, "Bu Saras, taksinya sudah datang."

"Oke" ucap Saras sebelum beranjak dari kursinya. Saat baru akan melangkahkan kakinya,ia berkata lagi, "Oya, Mbok. Kalau ada keperluan apapun langsung telepon saya atau Bram, ya. Jika uang belanja Mbok Yem kurang, nanti kami akan transfer melalui rekening." Saras lalu berjalan setelah memasukkan ponselnya ke dalam tas.

Mbok Yem lalu mengangguk dan mengikuti di belakang Saras yang sudah berjalan menuju keluar rumah. Ketika mereka sudah berada di samping taksi, sang sopir bergegas turun untuk membantu mengangkat koper ke bagasi.

Saat Saras sudah bersiap untuk pergi, ia memeluk Mbok Yem dan berkata dengan lembut, "Terima kasih Mbok. Do'akan saya agar selamat sampai tujuan, ya." Wanita itu lalu tersenyum hangat pada Mbok Yem.

"Iya, Bu Saras. Hati-hati di jalan dan jangan terlambat makan, ya Bu," ucap Mbok Yem sambil memandang wajah Saras dengan tatapan yang penuh kasih sayang.

Saras mengangguk lalu masuk ke dalam mobil untuk duduk di kursi belakang. Sambil tersenyum, ia membuka jendela dan melambaikan tangannya pada Mbok Yem.

Saat taksi sudah melaju ke jalan raya, Saras pun meyakinkan dirinya dalam hati, 'Aku nekat pergi ke Bali agar hatiku bisa tenang. Semoga Bram bisa mengerti dan tak akan marah padaku.'


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login