Download App

Chapter 3: Chapter 3 : Her Relationship

Suasana bioskop di siang hari ini dipenuhi oleh banyak orang yang menggunakan seragam sekolah. Padahal minggu ini adalah minggu dimana anak sekolahan memulai semester barunya setelah kurang lebih berlibur selama tiga minggu. Terlihat sekali anak-anak didepannya ini bolos di hari pertama mereka sekolah.

"Kenapa gak sewa satu studio aja sih, Dev? Risih tau diliatin orang-orang," ujar Lareina yang sibuk membenarkan posisi duduknya setelah memasuki studio bioskop.

"Cuma ada dua orang di studio ini, Rei…" balas Devin sedikit berbisik.

"Emang dua orang itu bukan orang? Sama aja!" Lareina bahkan tidak berusaha untuk berbisik sehingga dua orang yang ada didepannya pun menengok ke arahnya. Sedangkan Devin hanya menunduk sembari meminta maaf kepada dua orang tersebut.

"Rei, kecilin dong suaranya. Malu diliatin orang," ujar Devin memohon.

Lareina memutarkan bola matanya kesal lalu mengalihkan pandangannya dari Devin. Keadaan bioskop yang ramai membuat Devin tidak bisa menyewa satu studio bioskop seperti biasanya. Beruntungnya, terdapat studio film dengan kursi gold yang masih berisi dua orang dan Devin berinisiatif untuk membeli kursi sisanya. Namun, kekasihnya itu tetap saja tidak menerima usahanya.

Devin Baskara. Pemain sepak bola profesional yang masuk ke dalam tim nasional dan beberapa kali sukses membawa kemenangan bagi Indonesia. Pria dengan bakat yang tidak perlu ditanyakan ini juga memiliki paras tampan yang dapat membuat para wanita rela untuk mengganti channel TV demi menonton pertandingan bola yang dimainkan Devin dibanding menonton sinetron kesayangan mereka. Pria idaman para wanita ini juga merupakan kekasih dari Lareina dan hubungan mereka sudah berlangsung selama lima tahun.

Film yang ditonton Lareina dan Devin telah selesai. Ketika Devin hendak berdiri untuk keluar dari studio bioskop tersebut, Lareina menahannya sehingga membuat Devin kembali duduk. Devin menghela nafasnya sembari menoleh ke arah kekasihnya. Ia lupa bahwa setiap mereka menonton film, baik di bioskop atau bahkan di platfrom streaming online, Lareina selalu menontonnya sampai bagian kredit terakhir.

"Ngapain sih nonton sampe akhir banget? Gak penting dan gak ada post credit juga di film ini, kan? Gak kamu perhatiin juga," tanya Devin memberanikan diri untuk mempertanyaan pertanyaan yang sudah ada dikepalanya selama lima tahun itu.

"Buat aku penting dan aku merhatiin. Tinggal tunggu aja apa susahnya sih, Dev? Sabar bisa, kan?" ujar Lareina berbalik tanya yang membuat Devin hanya bisa terdiam dan mengangguk.

Seusai layar lebar yang ada dihadapannya gelap, menandakan bahwa kredit telah selesai ditayangkan, barulah Lareina dan Devin keluar dari studio dan segera pergi menuju restoran fine dining yang telah direservasi oleh Devin.

"Kita mau sewa wedding organizer yang dulu kakak kamu pake aja?" tanya Lareina yang fokus Devin terhadap steak daging sapi yang ada dihadapannya.

"Oh… itu, hmm, Rei ak-"

"Ya udah, fix di WO itu aja. Oh iya, cincin pernikahannya mau aku atau kamu yang beli?"

Devin terdiam sembari menatap Lareina dengan tatapan gusar. Entah apa maksud dari tatapan itu, tetapi Lareina tidak memperdulikkanya dan tetap fokus memotong steak yang ada dihadapannya. Keheningan itu berlangsung sekitar satu menit sebelum akhirnya Lareina kembali membuka mulutnya. "Aku aja yang beli. Biar sesuai sama seleraku. Bebas kan modelnya mau gimana juga?" tanya Lareina untuk yang kesekian kalinya.

"Rei aku mau ngo-"

Lareina kembali memotong kalimat Devin. "Mama kamu bilangnya harus pakai adat keluarga kamu, tapi aku maunya yang modern-modern aja. Aku gak suka pake banu adat, mending pake dress."

Devin memejamkan matanya sejenak sembari menghela nafas lalu akhirnya berbicar. "Iya, terserah kamu aja."

"Kita nikah 4 bulan lagi, jangan lupa buat pastiin di bulan itu kamu gak ada kerjaan apa-apa. Aku bakal kosongin schedule aku juga," perintah Lareina yang hanya dibalas anggukan oleh Devin.

"Kamu… yakin mau nikah di umur 26? Masih mudah loh, karir kamu gimana?" tanya Devin kepada Lareina, namun pandangannya masih terarah pada makanan yang ada di meja.

Masih dengan sikap santainya, Lareina menjawab. "Yakin. Aku nikah atau engga, single atau engga, gak bakal ngaruh ke karir aku. Kenapa? Kamu yang gak yakin?"

Devin menggeleng dan tidak menjawab pertanyaan Lareina. Sedangkan Lareina juga tidak memperdulikan jawaban dari Devin. Enam bulan lalu, tepatnya pada 11 januari 2022, Devin melamar Lareina. Awalnya mereka berencana untuk melaksanakan pernikahan di bulan yang sama, namun karena kesibukan keduanya, pernikahan tersebut diundur sehingga mereka sepakat untuk menikah di akhir tahun.

Seperti pada mitos-mitos yang berlalu-lalang, memang benar bahwa pasangan yang akan menikah pasti dihadapi dengan berbagai masalah. Pasangan Lareina dan Devin juga tidak dikecualikan. Entah mengapa, hubungan mereka akhir-akhir ini sedikit meregang. Belum lagi Lareina yang semakin mengatur dan mengekang Devin, membuat hubungan mereka semakin buruk. Setidaknya itu yang dirasakan Devin. Lareina tidak mengalami perubahan apapun selain semakin posesif, karena sedari awal, Lareinalah yang selalu mengatur hubungan mereka. Tidak ada celah untuk Devin berusaha mengambil alih dalam hubungan ini.

Dreet

Dering telepon memecahkan keheningan yang disebabkan dari pertanyaan terakhir yang dilontarkan oleh Lareina. Lareina melirik ponselnya dan tertera nama jessica dlayar ponselnya itu. Dengan segera, Lareina menjawab telepon tersebut.

"Halo, Rei. Lo lagi dimana?"

"Diner sama Devin, kenapa?"

"Oh gue kira lo kemana, soalnya gak ada di apartemen. Besok promosi terakhir, jangan lupa bangun pagi."

"Udah promosi terakhir ya…"

Mendengar kata promosi terakhir secara otomatis membuat Lareina mengalihkan pandangannya ke arah Devin lalu menatap pria itu dengan tatapan dalam yang sulit untuk dijelaskan. Sedangkan Devin yang ditatap hanya memiringkan kepalanya kebingungan sembari bertanya ada apa pada Lareina. Lareina kemudian menggeleng dan kembali fokus kepada teleponnya.

"Iya entar gue bangun pagi. Udah ya." Lareina mengucapkan kalimat terakhirnya sebelum menutup telepon.

"Besok udah promosi terakhir? Berarti kamu lanjut syuting proyek baru dong?" tanya Devin seusai Lareina menaruh ponselnya ke dalam tas.

Lareina mengangguk. " Tenang aja kok, aku tetep sempetin buat cek WO-nya."

"Kamu udah selesai makannya? Jessica sama Alya gak jemput kamu kan? Aku anter pulang, ya?" Ujar Devin kembali bertanya yang lagi-lagi tidak merespon balasan dari Lareina sebelumnya.

"Kamu kok buru-buru banget? Emang mau kemana? Ada urusan?"

Devin hanya tertawa kecil sembari menggaruk kepalanya. "Engga kok, aku takutnya kamu capek aja makanya aku ajak kamu pulang."

"Hari ini aku gak pulang ke apartement. Anter aku ke prime season hotel. Aku udah booking kamar disana." pinta Lareina.

"Prime season… kamu ngapain sewa hotel? Hari ini aku harus balik ke dorm jadi gak bi-"

"Buat aku sendiri kok. Sekalian me time sebelum kegiatan besok." balas Lareina masih dengan ekspresi santai cenderung datar. Berbeda dengan reaksi Devin yang entah mengapa panik mendengar Lareina yang ingin diantar ke hotel.

Devin juga tidak bisa menolak permintaan kekasihnya itu sehingga pada akhirnya ia mengantar Lareina ke hotel prime season yang letaknya tidak jauh dari restoran tempat mereka berada sekarang. Perjalanan dari restoran fine dining menuju hotel hanya diisi dengan suara dari radio karena tidak ada yang membuka percakapan sekalipun. Sesampainya di lobi hotel, Devin memberhentikan mobilnya.

"Mau aku temenin dulu buat check-in?" tawar Devin sesaat Lareina hendak membuka pintu mobil.

Lareina tersenyum sembari menggeleng. "Gak usah. Aku bisa sendiri kok. Kamu langsung pulang ke dorm ya, jangan kemana-mana. Kalau udah nyampe, telepon aku, oke?" tanya Lareina yang dibalas anggukan oleh Devin.

Lareina pun keluar dari mobil lalu membalikkan badannya, "Devin," panggil Lareina yang membuat Devin menurunkan kaca mobilnya.

"Ada apa, Rei? Mau aku temenin jadinya?"

Lareina hanya menatap pria itu dengan tatapan datar tanpa berkata apa-apa selama

kurang lebih 10 detik. "Gak jadi. Hati-hati," ujar Lareina lalu berbalik badan dan meninggalkan Devin untuk memasuki hotelnya.

"Kita pergi sekarang!"

"Hah? Pergi kemana? Baru juga kamu dateng, Dev."

"Lareina juga ada disini! Cari aman mending kita pindah hotel aja."

Devin terburu-buru memberesken pakaiannya yang berserakan di lantai dan memasukannya secara asal ke dalam koper. Bella yang melihat Devin panik pun ikut membereskan pakaiannya yang sama beratakannya dengan pakaian Devin.

"Lareina? Disini? Maksudnya gimana?" tanya Bella yang makin panik setelah mendengar nama Lareina.

"Dia tiba-tiba nginep di hotel ini, ya aku kaget lah," balas Devin.

"Kamu belum kasih tau dia? Sampai kapan sih kita harus sembunyi-sembunyi terus, Dev?"

"Aku rencananya mau ngomong hari ini, dia malah sibuk ngomongin pernikahan. Baru ngomong satu kata aja udah dipotong."

Bella melempar pakaian kusut yang ia pegang ke kepala Devin. "Emang kamu beneran mau nikah sama dia?"

Devin memberhentikan kegiatan membereskan pakaiannya sejenak lalu menghampiri Bella dan kemudian memberikan wanita itu kecupan singkat di dahinya. "Enggaklah sayang. Aku pastiin maksmimal bulan ini hubungan aku sama Lareina selesai. Pokoknya sebelum dia ngurus-ngurus soal pernikahan ini."

Amarah Bella pun mereda dan kedua sejoli ini kembali membereskan pakaiannya agar dapat segera check-out dari hotel yang sama dengan hotel yang Lareina tempati. Lebih baik dibicarakan dan putus secara baik-baik daripada harus ketahuan sebagai pria yang berselingkuh, bukan? Betul, Devin telah berselingkuh dari Lareina dengan Bella, yang juga mantan atlet senam ritmik dan sering juga disebut sebagai rival Lareina semasa mereka masih menjadi atlet.

Devin menjalin hubungan gelapnya dengan Bella semenjak dua bulan lalu. Ia sebenarnya sudah berencana untuk berpisah Lareina dari semenjak ia memutuskan untuk berselingkuh dengan Bella. Dikarekanakan nyalinya yang tidak besar, Devin tidak pernah berani untuk memutuskan Lareina setelah menghadap dengan wanita itu. Apalagi dengan sifat Lareina yang semakin obsesif padanya, Ia takut hal buruk akan terjadi padanya dan Bella, maka dari itu ia terus menunda untuk mengaku karena ketakutan. Menunggu momen yang pas.

Namun, sepertinya menunggu momen yang pas adalah salah satu langkah yang salah bagi Devin. Setelah selesai membereskan pakaian serta barang bawaan lainnya, Devin dan Bella bergegas untuk keluar dari kamar hotelnya. Dan betapa terkejutnya mereka ketika melihat Lareina yang sudah berdiri bersender di depan pintu hotel kamar mereka sembari melipat kedua tangannya di dada.

Saking terkejutnya, Devin sampai menjatuhkan kopernya. "Rei, kamu tenang dulu, aku bisa jelasin," ucap Devin dengan kalimat template yang selalu diucapkan pria yang ketahuan selingkuh.

Meskipun Devinlah yang meminta Lareina untuk tenang, tetapi sepertinya pria itulah yang harus menenangkan dirinya. Tangan yang berketingat, alunan detak jantung yang terlalu cepat, serta matanya yang bergetar, menandakan bahwa Devinlah disini yang panik. Kondisi Bella pun kurang lebih sama dengan Devin. Sedangkan Lareina hanya menatap kedua manusia dihadapannya dengan tatapan datar. Tidak ada ekspresi apapun yang tersirat diwajahnya. Tidak ada ekspresi seperti ketika ia kesal dengan Alya yang salah menaruh tasnya atau Pak Dimas yang terlalu banyak bicara. Benar-benar datar dan tenang.

"Gak usah dijelasin. Gue udah tahu," balas Lareina akhirnya membuka suara. "Dan udah tahu dari sebulan yang lalu."

"Rei, aku minta ma-"

"Gak usah minta maaf juga. Lo harusnya gak ngelakuin hal yang bikin lo perlu minta maaf. Which is a mistake," potong Lareina masih dengan nada santainya. "Oh iya, karena orang-orang tahunya gue mau nikah sama lo and i need to save my face from this situation, gue bakal adain press conference dan gue ceritain apa adanya," lanjut Lareina yang membuat Devin dan Bella bertukar pandangan.

"Ceritain apa adanya? Rei- please gue mohon banget, gue minta maaf Rei…" Kali ini Bella lah yang mengeluarkan suaranya. Jika Lareina akan menceritakan semuanya, maka Bella harus siap-siap menerima label pelakor sebagai tanda pengenalnya dan karir yang ia buat susah payah akan hancur begitu saja.

Lareina hanya tersenyum sinis melihat Bella yang mulai menitihkan air mata. Berusaha menjadi korban. Akan tetapi, memang pada dasarnya Lareina tidak memiliki rasa simpati apapun, terlebih pada orang yang mengkhianatinya. Wanita itu pergi meninggalkan kedua pasangan selingkuh itu begitu saja.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login