Download App

Chapter 2: Aku Mohon, Sentuh Aku

Amanda mengerjapkan matanya, menyesuaikan dengan sinar yang menyilaukan.

Satu tangannya memegangi kepala yang terasa berputar, sementara tangan lainnya menutup mulut karena perutnya bergejolak.

Ia membuka matanya dengan paksa walau sinar lampu begitu menyengat. Mengedarkan pandang mencari kamar mandi karena isi perutnya akan segera keluar.

Melihat sebuah pintu, Amanda bergegas turun dari ranjang dan berlari menuju pintu yang tidak jauh dari ranjangnya.

Berjongkok di depan toilet lalu memuntahkan isi perutnya.

HUEK!! HUEK!!

Lima menit kemudian, Amanda duduk di lantai kamar mandi karena lemas.

Setelah merasa lega, Amanda memandangi seisi kamar mandi yang begitu mewah.

Keningnya berkerut. "Dimana ini?" ujarnya sendiri sambil mengingat-ingat apa yang terjadi.

Hal terakhir yang ia ingat adalah bajingan yang membawanya pergi menyuntikkan sesuatu di tangannya.

Setelah itu Amanda merasa bermimpi. Mimpi yang sangat buruk. Berdiri di depan banyak pria yang menatapnya dengan lapar dan siap menyantapnya hidup-hidup.

Amanda kembali memegangi kepalanya. Mencoba bangkit meski kepalanya terasa berat dan berputar.

Saat melewati meja wastafel, Amanda berhenti dan memandangi keadaan dirinya.

Hanya mengenakan penutup dada dan kain segitu. Sebenarnya apa yang terjadi semalam? Apa benar pengusaha Dubai sudah membelinya seperti yang wanita sialan itu katakan.

Kemarahan kembali mengisi hati Amanda mengingat wanita yang sudah ia anggap ibu tega menjualnya.

"Be Strong, Am!" Amanda menyemangati dirinya sendiri. Bertekad akan membalaskan semua sakit hatinya suatu saat nanti.

Amanda melangkahkan kakinya keluar kamar mandi. Mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar mewah yang luasnya dua kali kamarnya dulu.

Ranjang besar dengan detail pahatan membuat kesan klasik tetapi elegan pun begitu dengan sofa dan lemari.

Pintu kamar terbuka.

Amanda berdiri mematung di tempatnya memandangi pria dengan setelan kemeja santai masuk ke dalam kamar.

Bukan hanya karena pria dihadapannya sangat tampan tetapi juga aura menyeramkan darinya yang begitu terasa.

"Si -siapa kau?" tanya Amanda. "A -apa kau yang menolongku?"

"Menolong? Tidak! Aku yang membelimu." Suara bariton lelaki di depan Amanda terasa begitu dingin wajahnya tanpa ekspresi sama sekali.

Menyadari penampilannya yang nyaris telanjang, Amanda melangkah mendekati ranjang hendak mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya.

Namun, belum saja ia berhasil suara pria itu menghentikan langkahnya.

"Siapa yang menyuruhmu bergerak?" Lelaki itu duduk di sofa dengan kilatan gairah yang membuat Amanda merasa risih.

"Aku sudah membelimu dengan harga yang sangat mahal, Miss Miller. Mulai hari ini kau milikku. Jadi lakukan apa yang aku perintahkan termasuk berpindah dari tempatmu berdiri."

GLEK!

Amanda menelan salivanya dengan susah payah. Amanda ketakutan. Pria ini sepertinya sangat serius dan tidak ingin dibantah.

"A -apa maumu, Tuan?"

"Layani aku! Layani aku dengan baik hingga tidak ada celah untuk kesalahan kecil sekalipun. Kau paham, Miss Miller?" Ansel menatap manik hazel Amanda dalam seolah bisa membaca isi hati gadis itu.

"Bersiaplah untuk malam ini. Aku tidak menerima penolakan, Miss Miller. Kesalahan berarti hukuman dan aku tegaskan jangan buat dirimu dihukum jika tidak ingin berada di dalam neraka."

Ansel bangkit dari duduknya. Biasanya ia irit bicara, baru kali ini ia bicara panjang lebar dan dengan orang yang tidak ia kenal sama sekali. Rasanya sungguh melelahkan.

"Be —bersiap? Apa maksud anda, Tuan?" Amanda sedikit berteriak karena Ansel sudah keluar dari kamar.

Amanda menggerutu dalam hati. Kesal dengan sikap sombong Si Tuan Penyelamat sekaligus Pemiliknya.

Tak berapa lama, beberapa orang berpakaian pelayan masuk ke kamar Amanda.

Tidak, tepatnya ke kamar Ansel. Mereka adalah pelayan yang ditugaskan untuk menyiapkan Amanda agar bisa melayani Ansel dengan baik malam ini.

"Silahkan, Nona." Amanda diminta untuk duduk di sofa single untuk melakukan perawatan kaki.

Amanda hanya bisa menerima semua perlakuan pelayan Ansel.

"Sebenarnya aku harus bersiap untuk apa?" tanya Amanda disela-sela sesi perawatannya.

"Melayani Tuan Lynch, Nona. Anda harus memberikan yang terbaik dan jangan mengecewakan atau nona akan mendapatkan hukuman."

Jantung Amanda berdetak cepat. Baru saja ia keluar dari kandang singa, kini ia masuk ke kandang buaya.

Selesai dengan perawatan kuku tangan dan kaki, tepatnya mereka hanya membersihkan kuku Amanda dan membersihkan pewarna kuku yang Amanda pakai sebelumnya. Kini mereka membawa Amanda ke kamar mandi.

"Aku bisa melakukannya sendiri." Amanda menolak saat salah satu pelayan wanita hendak memandikannya.

"Maaf Nona, aku hanya menjalankan tugas."

Tidak bisa lagi menolak, Amanda hanya bisa pasrah saat pelayan tadi melucuti dua kain yang sejak tadi menutupi wajahnya.

Mau tidak mau Amanda membiarkan pelayan ini membersihkan tubuhnya.

Tidak hanya sampai disana, pelayan tadi juga memakaikan lotion dan parfum yang semuanya pilihan Ansel.

"Nona, silahkan pakai lingerie ini." Pelayan tadi menyerahkan lingerie tipis yang hanya menutupi dada dan kewanitaannya. Di bagian luar dilapisi kimono dengan bahan ekstra tipis yang memperlihatkan. Bagian dalam tubuhnya dengan jelas.

"A — apa ini? Tidak! Aku tidak bisa memakai ini," tolak Amanda.

"Maaf Nona, ini pilihan Tuan Lynch sendiri. Sebaiknya nona pakai."

Amanda terpaksa menurut setelah pelayan tadi mengingatkan tentang hukuman yang ia dapat jika melakukan sedikit saja kesalahan.

"Minum ini, Nona," perintah pelayan yang lain.

Kali ini Amanda tidak menjawab. Ia langsung mengambil pil yang pelayan berikan dan meminumnya dengan cepat.

Setelah ini ia bertekad akan mencari tahu apa yang Tuan Lynch inginkan darinya.

Selesai melakukan semua tugas, para pelayan kiriman Ansel keluar meninggalkan Amanda sendiri di kamar.

Amanda yang sedang duduk di tepi ranjang merasakan ada yang aneh pada tubuhnya.

Ia merasa panas dan tiba-tiba saja bergairah.

"Sial! Dia mengerjaiku!" umpat Amanda yang mengerti apa yang sedang terjadi padanya.

Amanda mulai gelisah. Saat ini ia ingin sekali merasakan sentuhan. Ia ingin tubuhnya disentuh. Ia ingin merasakan ciuman liar yang membuatnya melambung tinggi.

Ia mulai menyentuh tubuhnya sendiri. Memainkan titik-titik sensitif untuk memuaskan dahaganya.

Desahan Amanda meluncur dari bibir mungil wanita itu setiap kali ia memainkan titik sensitifnya.

Sayang bukan itu yang Amanda inginkan. Bukan sentuhan seperti ini. Ia ingin sesuatu yang liar, sedikit kasar tetapi memberi kenikmatan di waktu yang sama.

Entah kapan, Ansel sudah berdiri di depannya. Pria itu tersenyum puas melihat Amanda seperti cacing kepanasan.

Satu sentuhan pada bibir, membuat tubuh Amanda bereaksi sangat dahsyat. Ia menginginkan lebih dari sekedar usapan jari pada bibirnya.

"Memohonlah padaku, Nona Miller."

Logika Amanda masih menolak. Ia menggigit bibirnya, menahan desahan erotis yang akan keluar saat Ansel menelusuri dadanya yang terekspos dengan jelas.

"Memohonlah, Nona Miller!" pekik Ansel.

Mata Amanda berembun menahan tangis, hatinya menolak tetapi tubuhnya sudah tidak bisa ajak bekerja sama.

"Aku mohon, sentuh aku…." ucap Amanda penuh permohonan sambil menitihkan air mata.


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login